22

358 80 15
                                    

Vote dan komennya di tunggu 😘
###

"Al," suara Jerry mengusik tidur Aleena. "Al, bangun. Ada yang nyariin tuh di depan. Katanya dari kantormu."

Aleena mengerang dan bangun dengan berat hati. Dilihatnya Jerry sudah rapi dengan kemeja putih dan celana hitam. Saat melihat jam, perempuan itu mendengus karena masih pukul setengah tujuh pagi di hari senin.

"Siapa, sih? Emang nggak bisa nunggu sampai jam kerja?" gerutu Aleena, turun dari ranjang dan mencuci muka sekadarnya.

Perempuan itu terkejut menemukan perempuan lain yang menyender ke mobil brio abu-abu. Kenapa selingkuhan bosnya ada di depan rumahnya pagi-pagi begini?

"Mba Saras?" panggil Aleena, menghampiri dengan bingung.

"Mba Ena! Mba, pinjem hp kantor dong? Sebentar aja! Penting!" nada suara perempuan itu yang mendesak membuat Aleena buru-buru masuk kembali ke rumah untuk mengambil ponsel kantornya. Jerry yang masih sarapan hanya mengamati dalam diam.

"Punya nomernya Pak Topan nggak, Mba?" Mba Saras bertanya, masih dengan nada yang sama.

"Pak Topan siapa, Mba?" tanya Aleena.

"Yang ngurus tambang. Atau Pak Dio?" Sahut Mba Saras.

"Kalau Pak Dio punya, Mba. Pak Topan enggak," Balas Aleena lagi.

"Tolong telponin Pak Dio, Mba. Minta nomernya Pak Topan, ya?" suruhnya. Membaca situasi yang tampaknya memang sedang genting, Aleena menjalankan perintah itu tanpa bertanya lebih lanjut.

Telpon Aleena diangkat oleh Pak Dio setelah menunggu selama beberapa detik. Seperti yang diperintahkan, Aleena meminta nomer Pak Topan dari Pak Dio. Setelah itu ponsel kantor Aleena kembali diminta oleh Mba Saras.

"Mba, hp kantor aku bawa dulu untuk sementara, ya? Kalau ada yang nanyain aku, Pak Ron atau apapun masalah solar, bilang aja nggak tau, ya?" pesan Mba Saras sebelum pergi dengan terburu-buru. Aleena bahkan tidak sempat bertanya tentang apa yang telah terjadi.

"Lo? Udah pergi tamunya?" Jerry yang sudah selesai sarapan pun menghampiri Aleena yang masih berdiri bingung di tempatnya. "Ada apa?"

"Nggak tau," Sahut Aleena, mengerutkan kening berpikir.

"Dia siapa? Aku belum pernah liat di kantormu?" tanya Jerry lagi.

"Selingkuhan bosku," jawab Aleena lagi. "Bentar, aku siap-siap dulu. Kayaknya ada yang nggak beres!"

Di dalam mobil menuju kantor Aleena pun perempuan itu tampak tidak tenang. Beberapa dugaan sudah bermunculan di benak Aleena.

"Kok hp kantormu dibawa? Terus, kamu kerjanya gimana?" tanya Jerry, berbicara untuk mengisi kekosongan di dalam mobil.

"Aku ada buka WhatsAppWeb di komputer," jawab Aleena. Beberapa saat kemudian ponsel pribadi Aleena berbunyi. "Halo, Mba? Kamu udah di kantor? Aku lagi perjalanan. Itu, ada apa sih? Pagi-pagi Mba Saras dateng ke rumahku buat minta hp kantor."

"Pak Tio wa kamu? Aku nggak sempet buka hp tadi. Tapi, Mba Saras juga ngomong, kalau ada yang nanyain dia, Pak Ron atau solar, disuruh jawab nggak tau. Ketauan nimbun apa, ya?" Jerry mendengarkan secara sepihak obrolan Aleena dengan seseorang yang lelaki itu pikir adalah Rayu.

"Tapi kamu kenal Pak Topan nggak sih, Mba? Kok katanya yang jaga tambang gitu?" Aleena kembali bertanya pada Rayu lewat telepon. "Polisi? Pak Brimob yang biasanya ngeback up kita itu, ya? Oh, beda? Aku nggak tau. Pokoknya tadi disuruh telpon Pak Dio kan, terus suruh minta nomernya Pak Topan itu. Ya mungkin ketauan nimbun solar, tapi kalau gitu kok Pak Dio aman-aman aja, ya? Yaudah, aku bentar lagi sampai. Kita ngobrol lagi di kantor!"

###

Jam makan siang, seperti biasa Jerry menyempatkan diri menelepon Aleena. Selain untuk memastikan perempuan itu tidak telat makan, Jerry juga cukup penasaran dengan kejadian tadi pagi. Sayangnya, tidak sekalipun Aleena mengangkat telepon atau membalas pesan lelaki itu.

"Jer! Ngapain?" Jamal yang baru saja keluar dari lift menepuk pundak temannya itu.

"Nggak kenapa-napa. Mau makan siang bareng?" ajak Jerry tenang.

"Gas! Btw, Aleena aman kan? Marah-marah nggak dia setelah makan malam itu? Gila! beneran nggak mabuk padahal ngabisin setengah botol vodka sendirian," ucap Jamal berceloteh.

"Itu udah hampir sebulan yang lalu kali. Kenapa baru tanya sekarang?" Sahut Jerry mendengus. Jamal tertawa ringan.

"Sori, kan tau sendiri kemarin - kemarin sibuk banget. Oh, ya! Kamu dicari Profesor Harianto. Abis makan siang disuruh menghadap," balas Jamal.

"Kenapa?" tanya Jerry, menatap temannya itu dengan sorot curiga.

"Nggak tau. Tanya aja nanti pas ketemu," Sahut Jamal, mengangkat bahu. "Ngomong-ngomong, tadi Greesa nemuin kamu lagi?"

"Hah?"

"Tadi aku liat Greesa di sekuat sini. Aku kira mau ketemu kamu," kata Jamal, menjelaskan.

"Enggak, tuh. Nggak kamu tanyain sekalian pas liat?" jawab Jerry.

"Penginnya, tapi kan aku kira dia mau ketemu kamu. Jadi, aku pikir mending tanya ke kamu sekalian," balas Jamal. "Kalau bukan mau ketemu kamu, terus mau ketemu siapa ya?"

"Cie, kepo," ledek Jerry.

"Jangan gitu. Biar gimana pun, Aleena udah ngebuktiin kalau Greesa belum bisa move on dari kamu lo," balas Jamal tenang. "Ah, untung bukan aku sasaran marahnya."

Jerry diam saja, tidak membalas karena malas. Lelaki itu tidak bercerita kalau Aleena sama sekali tidak marah padanya. Menurut Aleena, Greesa lah yang tidak tau diri dan tidak tau tempat. Ponsel Jerry bergetar dan lelaki itu segera mengangkat setelah melihat nama Aleena di layarnya.

"Halo?"

"Halo, Mas? Maaf, disini lagi chaos. Kenapa telepon?" Sahut Aleena.

"Kamu udah makan?" tanya Jerry, memesan makanan untuknya sendiri setelah sampai di kafetaria.

"Ini baru mau keluar sama Mba Rayu. Nanti kalau nggak bisa jemput kasih kabar lo!" jawab Aleena lagi.

"Iya, nanti aku kabarin. Kamu nggak apa-apa, kan?" balas Jerry lagi.

"Nggak apa-apa. Nanti kalau udah di rumah aku ceritain. Aku mau makan dulu, ya?" Telepon itu berlangsung singkat dan nada suara Aleena yang tidak seperti biasanya membuat Jerry tenang.

"Jer!" panggilan Jamal membuat Jerry menoleh penasaran. Lelaki itu mengedipkan dagu ke satu arah, menyuruh Jerry untuk melihat ke arah yang ditunjuk ya.

Di ambang pintu masuk kafetaria, Greesa berdiri dengan wajah yang di banjir air mata. Perempuan itu menatap Jerry sambil tersenyum, sementara lelaki itu menata ya dengan kening berkerut.

"Bener kan yang kubilang? Pasti ke sini nyariin kamu!" desis Jamal. Jerry membuang muka dari Greesa dan menoleh ke arah Jamal.

"Aku makan di ruanganku aja," ucap Jerry pada Jamal setelah menerima pesanannya.

"Doctor Lounge aja!" Sahut Jamal cepat, melirik Greesa was-was. Jerry mengangguk setuju, berjalan lebih dulu hingga melewati Greesa.

"Jer!" Perempuan itu memanggil dengan nada gemetar.

Menghela napas dalam, Jerry berhenti berjalan dan menoleh ke arah perempuan itu. Tampak di sangka, Greesa berlari dan memeluk pinggangnya erat, menangis di dada Jerry saat orang-orang berlalu lalang di sekitar kafetaria.

###

Dikit dulu, dilanjut malam tapi nggak janji hehehee

SemicolonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang