26

507 104 92
                                    

Vote dan komen yang banyakkk

###

Jerry meminta agar Aleena dipindahkan ke rumah sakit UII setelah memastikan kondisi istrinya itu cukup stabil. Meski Aleena sudah sadarkan diri, Jerry sama sekali belum menyinggung mengenai calon anak mereka. Lelaki itu khawatir, kabar tersebut justru menambah pikiran Aleena. Alasan kepindahan perempuan itu bukan karena Jerry merasa UII lebih baik, tapi karena tidak ada yang bisa mengawasi Aleena selain dirinya.

"Ini sampai kapan aku di opname? Aku harus ke Semarang besok," tanya Aleena pada Jerry saat lelaki itu menjenguk di jam makan siang.

"Kamu keluar aja dari perusahaan itu, biar aku bikinin suratnya," jawab Jerry, membuat Aleena terkejut.

"Tiba-tiba?"

"Aku udah denger sebagian besar ceritanya dari suami Rayu, kalau selama dua hari ini kami sama Rayu dijadiin tumbal sama perusahaan itu. Mending kalian berdua keluar aja. Kamu ada kontrak sama perusahaan itu?" Sahut Jerry, bersikap lebih tegas daripada biasanya.

"Enggak ada," jawab Aleena. "Tapi ya nggak bisa segampang itu lah buat keluar. Aku juga mau ada proyek baru."

"Biar aku yang bantu urus. Kalau mereka mau nuntut. Yang jelas, mulai besok kamu nggak usah kerja lagi disana," balas Jerry.

"Gila! Walau pun gitu masih ada one month notice kali! Nggak bisa seenaknya keluar!" Tukas Aleena.

"Nggak usah mikirin etos kerja ke perusahaan yang nggak punya etika!" Sahut Jerry tegas. "Kalau mereka protes atau mau nuntut kamu, bilang aja ke aku!"

Aleena menatap suaminya itu dengan sorot heran. Iya, memang selama dua hari ini Aleena merasa pekerjaan yang dilakukannya lebih berat, namun apakah hal itu cukup membuat Jerry semarah ini?

Ah, dia ingat kalau masalah utamanya mungkin karena alasan yang membuat Aleena pingsan. Pantas saja Aleena merasa aneh saat Jerry sama sekali tidak berkomentar mengenai kondisinya yang pingsan kemarin. Lelaki itu menempatkan kemarahannya pada orang yang tepat.

"Aku sih mau aja disuruh keluar sekarang, tapi alasannya apa? Pasti bakal ribut karena baru kemarin aku ditunjuk buat ngurusin proyek di Semarang," ucap Aleena lagi.

"Nanti aku kasih hasil pemeriksaanmu. Kalau kurang, biar aku sendiri yang presentasi ke mereka!" Entah mengapa, saat membayangkan Jerry melakukan presentasi ke para atasannya membuat Aleena tertawa geli.

"Kamu abis ngegosip sama suaminya Mba Rayu?" Tanya Aleena.

"Ngegosip apa?" Balas Jerry.

"Ya nggak tau, ngegosip apa?" Sahut Aleena.

Jerry menghela napas panjang, berhenti makan sebentar.
"Kita udah nikah jalan dua tahun, dan aku nggak lupa semua keluhanmu waktu kerja. Dan ternyata, Rayu juga ngerasain hal yang sama, terus kejadian kemarin itu. Udah terlalu toxic perusahaan itu," katanya.

"Ya aku sih, seneng-seneng aja kalau disuruh keluar," balas Aleena sambil mengedikkan bahu santai.

Jerry tampak lebih lega setelah mendengar jawaban Aleena. Lelaki itu kembali makan dengan tenang sambil melihat berita di televisi yang tersedia.

"Jadi, kapan aku boleh pulang?" Perempuan itu menanyakan lagi pertanyaan yang Jerry abaikan. "Aku cuma malnutrisi, kan? Aku nggak ngerasa perutku sakit, tuh."

Kali ini, Jerry kelihatan malas-malasan menjawab.
"Nanti aku tanyain," katanya.

"Lah? Kan kamu dokternya?" Balas Aleena heran.

Jerry lebih memilih membereskan kotak makannya terlebih dulu sebelum mendekati Aleena. Lelaki itu duduk di tepi ranjang sambil menatap isterinya dengan ekspresi menimang.

"Aku harap kamu nggak kaget," ucap Jerry, membuat Aleena penasaran.

"Apa?"

"Kamu positif hamil, aku juga baru tau pas kamu di di PKU kemarin," jawab Jerry, mengantisipasi reaksi Aleena yang saat ini tertegun kaget.

"Ahhh... Kamu mahh... Kann... Aku udah bilang!" Keluh Aleena beberapa saat kemudian.

"Bilang apa?" Sahut Jerry bingung.

"Waktu kondomnya habis, kan aku bilang udahan, tapi kamu batu!" Jawab Aleena, membuat Jerry hampir tersenyum mengingat hal yang Aleena sebut.

"Kamu nggak seneng kita mau punya anak?" Tanya lelaki itu, ingin tau.

"Seneng, tapi kamu ngeselin waktu itu!" Jawab Aleena, agak mendelik melihat ekspresi suaminya.

"Lo? Kok aku?" Balas Jerry, jelas-jelas menahan senyum geli.

###

"Aku denger, isterimu masuk rumah sakit, ya? Dirawat di sini juga juga?" Greesa bertanya saat Jerry sedang memeriksa kondisinya. "Karena itu kamu nggak nengokin aku lagi pas jam makan siang?" Tambahnya ketika Jerry tidak menyahut.

Greesa tertawa kecil, membuat perawat yang bersama Jerry melirik lelaki itu cemas. Tidak lucu kalau tiba-tiba seorang pasien mengamuk karena cemburu pada isteri dokternya.

"Hidupku gini amat, ya? Menyedihkan," gumam Greesa lagi. Kondisi perempuan itu semakin memburuk dalam waktu beberapa minggu, padahal para staff dokter yang merawatnya sudah berusaha keras untuk memperpanjang masa hidup Greesa.

"Kamu bisa istirahat lagi," hanya itu yang Jerry katakan.

Greesa sempat menatap marah pada respon Jerry sebelum menyambar jarum suntik dari nampan yang perawat bawa.

"Gre!" Tegur Jerry, menatap perempuan itu dengan sikap waspada, begitu juga perawat yang tampak tegang dibelakang Jerry.

Greesa tertawa nyaring.
"Emang aku harus mati dulu kali biar kamu peduli!" Katanya dengan nada pahit.

"Ya mati aja sana," ketiga orang yang ada di ruang isolasi itu menoleh ke ambang pintu yang terbuka sedikit. Aleena yang memakai baju pasien tampak menyender nyaman pada pintu. "Kan nggak lama lagi juga bakal mati. Nggak sabar amat."

"Al!" Jerry menatap isterinya cemas. "Kenapa kamu ke sini?"

"Menjenguk mantanmu," jawab Aleena, menunjuk Greesa dengan tenang. "Kayak berani mati aja. Sok keren, ah."

"Kamu nggak tau apa-apa!" Greesa menggeram marah sambil memelototi Aleena.

"Nggak sebodoh itu juga, kok!" Aleena terdengar berusaha meyakinkan. "Emang kamu ngarepin apa pas free sex sama macam-macam orang? Tiba-tiba jadi CEO hotel bintang lima? Tiba-tiba kaya raya? Atau bikin suami orang ngerasa kasihan dan balikan sama kamu? Ya bego kalau ada cowok kayak gitu. Dan kamu bego kalau bener-bener mikir begitu. Yang namanya free sex, kalau nggak kena penyakit, ya hamil."

"Al, ayo kita keluar," bujuk Jerry, mendorong perawat yang bersamanya untuk keluar lebih dulu.

"Tunggu! Aku mau ngomong sama dia untuk yang terakhir kali," jawab Aleena, menolak ajakan Jerry tersebut.

"Nggak usah kebanyakan drama. Orang yang hidupnya susah nggak cuma kamu doang. Lagian, apa yang sekarang terjadi sama kamu itu akibat ulahmu sendiri," kata Aleena, kembali menatap Greesa yang masih menggenggam jarum suntik ditangannya. "Daripada sibuk godain suami orang, mending ngaca! Ingat-ingat semua dosa yang udah kamu lakuin, terus tobat!"

"Al, udah! Please?" Bujuk Jerry, memohon.

"Caramu berpikir dan bertingkah itu kayak anak kecil, tau? Mati aja kalau mau mati. Toh, kamu hidup cuma buat ngejar orang yang udah kamu perlakuin kayak sampah, kan? Dasar cewek bego!" Pungkas Aleena karena dia sudah di dorong secara paksa oleh Jerry.

Ekspresi dingin penuh kebencian Aleena sama sekali tidak berubah ketika Greesa menangis setelah mendengar kata-katanya. Entah perempuan itu benar-benar akan bunuh diri atau tidak, Aleena tidak sungguh-sungguh peduli.

###

Mau sad ending atau happy ending?

Sori, kayaknya nggak bisa double up selain hari minggu hehehehe...

Disini aku kasih kalian pilihan, selain endingnya, juga kelanjutan ceritanya. Mau panjang dan ringan atau pendek dan berat?

SemicolonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang