28

900 99 52
                                    

Ditunggu vote dan komennya 🤗

###
"Baru tiga hari nggak pakai skincare, aku udah buluk banget, ya?" Aleena, yang sedang memandangi wajahnya di cermin tiba-tiba berkomentar, mencela dirinya sendiri.

"Oh ya?" Balas Jerry, suami Aleena yang sedang mengetik sesuatu di laptop menyahut tenang.

"Burik!" Sahut Aleena mantap. "Pantesan, katanya banyak suami yang bakal selingkuh kalau isterinya hamil."

"Kata siapa?" Jerry mendongak terkejut, kemudian tertawa geli.

"Banyak testimoni, kok. Nanti kalau kamu ketemu Mba Greesa lagi, aku titip salam, ya?" Kata Aleena, kembali duduk di kasur Jerry.

"Ya," lelaki itu menjawab ringkas. "Emang, semuanya begitu?"

"Ya nggak tau, kan aku baru sekali ini punya suami dan hamil," gantian Aleena yang tertawa. "by the way, kamu mau ketemu Mba Greesa hari ini? Ini kan minggu?"

"Nanti mau ke rumah sakit sebentar, buat ketemu profesor. Kalau kamu mau, nanti aku sampaiin salammu ke Greesa," balas Jerry, menutup laptopnya dan menoleh ke arah Aleena sambil tersenyum miring. "Suami selingkuh bukan cuma karena isterinya hamil, Al. Emang orangnya aja yang kurang ajar."

Aleena terbahak mendengar kalimat Jerry, mengangguk setuju.
"Kamu sendiri ya, yang bilang begitu," katanya geli.

"Ya, aku yang bilang," sahut Jerry setuju. "Sekarang, mana yang katamu mukamu jadi buluk?"

"Nah, ini! Muka segede ini masih nggak keliatan?" Balas Aleena, cemberut saat Jerry duduk di sampingnya.

"Kayaknya sama aja, deh?" Ucap Jerry setelah beberapa saat mengamati rupa isterinya.

"Maksud kamu, selama ini aku emang buluk gitu?" Tuduh Aleena yang membuat Jerry kembali tertawa.

"Mana ada?" Tukas lelaki itu ditengah tawanya.

"Ck! Masa kamu nggak ngeh sih? Apa efek selama ini kita sibuk, jadi kamu nggak merhatiin? Atau ingetnya pas aku pakai make up doang?" Gerutu Aleena, kembali menoleh ke cermin besar yang menyatu dengan lemari pakaian Jerry.

"Emang selama ini aku nggak pernah liat kamu bare face?" Cibir Jerry, agak kesal. "Paling kamu kurang minum air putih. Tambah makanan yang punya vitamin dan mineral. Biar gimana pun, yang paling baik buat tubuh tuh yang alami."

Aleena beralih menatap Jerry kesal. "Ini tuh nggak cuma perkara makanan, tau? Sekali-sekali ditanya, mikirin apa, gitu! Kan stress juga berpengaruh!" Balasnya.

"Emang apa yang ganggu pikiranmu?" Pertanyaan Jerry yang tiba-tiba membuat ekspresi Aleena mendadak kosong. Hal tersebut membuat Jerry mendengus dan menyentil dahinya. "Kayak aku baru kenal kamu sehari dua hari aja!" Katanya.

Jerry beranjak, dan mengambil handuk, hendak mandi.

"Mas, aku ikut ke rumah sakit, boleh nggak sih? Aku bosen dirumah terus," pinta Aleena.

Meski hal itu adalah sesuatu yang pasti terjadi pada seseorang yang biasanya sibuk seperti Aleena, Jerry tetap tersenyum ke arah perempuan itu. Bukannya tidak mengijinkan, tapi kalimat bosan dari Aleena agak kurang akurat akhir-akhir ini karena perempuan itu lebih banyak tidur daripada biasanya.

"Bukannya aku nggak ngijinin," kata Jerry. "Tapi, aku selesai mandi nanti kamu pasti udah tidur lagi."

"Udah kayak jompo, cepet capek," keluh Aleena.

"Itu normal, Sayang. Kamu lagi awal kehamilan, jadi fokus energi sama metabolisme tubuhmu ya ke perkembangan bayi," jawab Jerry, menjelaskan. "Nanti kalau udah pulang, aku ajak jalan-jalan."

Aleena menjatuhkan tubuhnya ke kasur begitu Jerry pergi mandi. Perempuan itu hendak menunggu suaminya, setidaknya untuk membuktikan dia tidak akan tertidur secepat itu, namun kenyataan berkata lain. Lima menit Aleena berbaring, di menit keenamnya perempuan itu sudah terlelap.

###

Jerry menatap profesor Harianto dengan serius sementara pria berumur lima puluh tahunan itu mengerucutkan bibir.

"Kamu yakin? Belum tentu dua atau tiga tahun ke depan bakal ada beasiswa kayak gini lagi, lo?" Ucap beliau.

"Ah, kalau memang rejekinya pasti ada aja, Prof," tukas Jerry tenang. "Saya nggak tega ninggalin isteri sendiri, apalagi dia lagi hamil muda. Jadi mending beasiswanya yang saya tolak dulu."

"Tapi sayang lo, Jer. Berapa orang yang punya keberuntungan kayak kamu begini? Bisa lanjutin pendidikan di Jerman? Kamu udah ngobrol sama isterimu?" Tanya Pak Harianto, bersikeras.

"Belum, tapi biar gimana pun keputusan saya sudah bulat, Prof. Untuk saat ini, saya milih untuk tetap kerja dulu disini. Dua atau tiga tahun lagi, misal ada tawaran, bisa saya pikirkan ulang," jawab Jerry teguh.

Profesor Harianto sempat menatap Jerry dengan sorot memperhitungkan sebelum akhirnya mengalah.
"Ya sudah kalau memang begitu keputusanmu. Nggak apa-apa. Semoga kehamilan isterimu lancar sampai melahirkan," ucap Pak Harianto kemudian.

"Terimakasih, Prof. Saya pamit dulu," Jerry menjabat tangan Pak Harianto kemudian bergegas pergi. Saat menuju tempat parkir, Jerry sempat melewati dan berhenti di depan ruang isolasi dimana Greesa berada. Setelah menimbang sesaat, akhirnya Jerry memilih melanjutkan langkah. Pikirnya, lebih baik kalau dia dan Greesa tidak banyak berinteraksi.

Setelah sampai di rumah, Jerry terkejut melihat Aleena yang sedang menangis di ruang tv. Lelaki itu buru-buru mendekat.

"Al? Kamu kenapa?" Tanyanya, agak panik karena tidak mendengar suara tv menyala jika perempuan itu memang sedang menonton film.

Aleena menoleh, menatap Jerry dengan tangisan yang semakin tersedu.
"Nggak tau, tiba-tiba pengin nangis," katanya, yang langsung membuat Jerry merasa lega.

"Astaga, aku kira kenapa," sahut Jerry, terkekeh kecil.

"Kamu jadi ketemu Mba Greesa?" Pertanyaan yang tiba-tiba itu membuat Jerry menaikkan satu alis heran.

"Buat sampaiin salammu, ya?" Sahut Jerry, yang terdengar seperti 'Buat sampaiin salammu, ya.' bagi Aleena. Hal itu membuat tangis Aleena kembali pecah. "Lah? Kenapa?"

"Kamu kok ketemu Mba Greesa, sih?" Tanyanya dengan nada merajuk dan sedih. Jerry yang akhirnya paham kemana arah emosi Aleena pun menahan senyum geli.

"Kan tadi kamu titip salam buat dia, gimana sih?" Sahut Jerry, berpura-pura.

"Aku tuh nggak beneran, tau? Kamu beneran ketemu dia, terus sampaiin salam ku?" Tanya Aleena, dengan air mata yang masih mengucur deras.

"Yang namanya amanat kan harus disampaikan," balas Jerry. "Kenapa? Cemburu aku deket-deket Greesan."

"Nggak! Tapi ini gimana? Nggak bisa berenti nangis. Gara-gara kamu, sih! Kan aku cuma sarkas! Kenapa beneran nyamperin Mba Greesa?" Lagi-lagi perempuan itu memprotes.

Jerry akhirnya tergelak dan memeluk Aleena erat ke dadanya. Belum pernah lelaki itu melihat ekspresi isterinya yang begitu menggemaskan, bahkan saat menangis. Biasanya Aleena akan menyembunyikan sebagian besar emosinya, tapi ternyata kehamilan perempuan itu Jerry anggap berdampak baik di banyak aspek.

"Udah, nggak usah nangis. Aku cuma becanda, kok. Aku nggak ketemu Greesa," katanya, mengaku. "Lucu banget sih kamu. Nangis karena sarkas sendiri."

"Aku tuh nggak mau nangis," tukas Aleena melepaskan diri dari Jerry dengan kesal. "Nggak tau kenapa tiba-tiba tadi ngerasa seddiiiiihhhhh banget!"

Jerry menepuk-nepuk kepala Aleena yang masih sesunggukkan dengan lembut. Entah mengapa, lelaki itu merasa efek kehamilan Aleena bertolak belakang dengan kepribadian isterinya tersebut.

"Nggak apa-apa, dinikmatin aja. Kapan lagi kamu nangis-nangis gaje kayak sekarang, kan?" Jerry tertawa saat Aleena memukul lengannya jengkel. Merasa cara menghibur lelaki itu justru terasa seperti sedang meledek.

###

Apakah sudah bikin kalian tersenyum?

SemicolonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang