11

394 92 17
                                    

Aleena menangis tersedu-sedu di kamar kostnya dengan tangan meremat ponsel. Dia baru saja menghubungi kedua orang tuanya, memberi kabar mengenai pernikahan dan keluarga Jerry yang ingin bertemu dengan keluarganya, namun hasilnya tidak bagus. Tak satu pun dari mereka yang sudi menjadi wali, atau bahkan bertemu keluarga Jerry untuk lamaran resmi.

Sekarang dia harus bagaimana? Apa yang harus dia lakukan? Bisa saja dia menghubungi Mas Alan, tapi sekarang kakaknya itu pasti sedang sibuk bekerja.

Ponsel Aleena berdering, kebetulan sekali Mas Alan yang menelepon. Aleena berusaha menenangkan dirinya sendiri sebelum menerima panggilan itu.

"Ya, Mas?"

"Gimana? Udah ngabarin ayah-bunda?" Mas Alan langsung bertanya.

"Udah," Aleena menyahut singkat.

"Bilang apa mereka?" Aleena diam, tidak menjawab pertanyaan itu karena airmatanya kembali mengalir deras. Mas Alan menghela napas panjang sebelum kembali bertanya, "Kapan acaranya?"

"Minggu depan," Sahut Aleena, terisak.

"Yaudah, biar mas yang urus. Minta nomernya Jerry," katanya sebelum menutup telepon sebelum Aleena sempat mengatakan sesuatu.

Ah, Aleena merasa lega karena memiliki kakak seperti Mas Alan, tapi di sisi lain dia juga menyadari kalau dirinya belum sedewasa yang dia pikirkan. Bagaimana mungkin Aleena tidak bisa mengurus sendiri masalahnya? Jika tidak ada Mas Alan, apa yang akan dia lakukan?

Meski begitu, Aleena tetap sadar kalau dia tidak bisa terus-terusan mengandalkan Mas Alan. Tapi, orang tuanya sudah menolak dengan sangat tegas dan kasar. Mereka tidak mau dan tidak akan datang di acara Aleena apapun yang terjadi. Bagaimana pun dia memutar otak, satu-satunya yang terpikirkan oleh Aleena hanya Mas Alan.

Aleena harap, ini terakhir kalinya dia merepotkan kakak laki-lakinya.

###

Jerry mengakhiri perbincangannya dengan Mas Alan sambil menghela napas panjang, tidak percaya ada orang tua setega orang tua Aleena. Bagaimana mungkin mereka tidak peduli dengan siapa anak perempuan mereka akan menikah? Bukankah setidaknya mereka bisa memastikan Aleena hidup dengan baik?

"Jer!" Jerry menoleh ke arah Jamal yang berlari dari arah lift. "Dapet, nih! Mau lihat kapan?"

"Dapet apa?" Jerry bertanya bingung, masih kurang fokus karena obrolannya dengan Mas Alan.

"Rumah. Katanya kamu nyari rumah yang siap huni? Dapet, area Goa Selarong," Sahut Jamal, mengulurkan ponselnya yang memuat foto rumah peninggalan Belanda yang bergaya Yankee.

 Katanya kamu nyari rumah yang siap huni? Dapet, area Goa Selarong," Sahut Jamal, mengulurkan ponselnya yang memuat foto rumah peninggalan Belanda yang bergaya Yankee

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bekas Belanda, ya?" tanya Jerry, mempelajari foto itu.

"Iya, kamu liat kan? halamannya luas, sampingnya juga masih sawah. Belum banyak tetangga sih, tapi tempatnya keliatan nyaman buat di tinggalin," ucap Jamal.

"Ternyata kamu punya jiwa makelar juga ya?" sindir Jerry, bercanda. "Nanti aku bilang ke Aleena dulu."

"Siap! Nanti kalau mau lihat rumahnya, kabarin dulu," Jamal mengingatkan.

"Oke. Kirim gambarnya ke wa, ya?" Jerry mengembalikan ponsel Jamal, bersamaan dengan seorang perawat yang mendatanginya.

"Mau kemana?" Jamal bertanya.

"Ada konferensi," jawab Jerry, melambaikan tangan pada temannya itu.

###

Jerry bisa melihat berapa tidak bersemangatnya Aleena saat mereka pergi melihat rumah yang di sarankan Jamal. Tidak seperti saat cek lokasi properti milik perusahaan tempat Aleena bekerja, kali ini perempuan itu tidak memiliki komentar. Perempuan itu dengan cepat setuju saat Jerry bertanya pendapatnya.

"Oke, nanti aku kabarin kalau surat-suratnya udah siap," ucap Jamal yang menemani pemilik rumah saat mereka melihat-lihat.

"Mau pergi?" tawar Jerry saat mereka berpisah dengan Jamal dan pemilik rumah.

"Enggak, aku mau pulang. Capek banget," jawab Aleena, lesu.

"Kerjaan lagi banyak?" Jerry kembali bertanya saat mereka masuk mobil. Ada jeda beberapa saat sebelum Aleena menjawab, ya. Jerry bisa melihat kalau Aleena sedang stress. "Nggak usah dipikirin, aku udah ngomong sama bapak-ibu," ucap Jerry kemudian.

"Ngomong apa?" Aleena menaikkan alis tidak mengerti.

"Kalau yang jadi walimu Mas Alan," jawab Jerry. "Nikah di KUA aja, nggak usah pakai resepsi biar lebih gampang."

Aleena mengerjab ke arah Jerry sementara lelaki itu fokus ke jalanan di depannya.

"Atau kamu mau ada resepsi?"

"Enggak," Aleena menyahut cepat. "Tapi, emang nggak apa-apa begitu?"

"Kalau kamu mau, ya nggak apa-apa. Yang nikah kan kita," balas Jerry tenang. "Kata Mas Alan, nanti temannya bisa jadi saksi nikah. Atau kalau kamu punya teman yang jadi saksi juga nggak masalah."

Aleena menghela napas, tampak lega namun bingung.

"Mas Alan bakal bantu ngurus orang tua kalian. Jadi, katanya kamu nggak perlu mikirin hal itu," tambah Jerry.

"Oh," Aleena bergumam, tampak kehabisan kata-kata. Jerry sempat membiarkan Aleena merenung. "Aku yang nikah, kenapa Mas Alan yang repot, ya?"

"Situasimu kan nggak kayak orang pada umumnya. Nggak usah dipikirin. Bersyukur aja masih punya Mas Alan," Sahut Jerry yang diangguki oleh Aleena.

Jerry kira, ucapannya sudah cukup untuk menghibur Aleena, jadi ketika dia mendengar suara isakan, Jerry terkejut. Lelaki itu buru-buru menepikan mobil.

"Al? Kenapa?" Tanya Jerry cemas.

"Lagi merenungi nasib," Aleena tertawa sambil mengusap air matanya. "Pusing mikirin orang tua," lanjutnya.

Di sebuah kalimat yang singkat itu, Jerry bisa merasakan betapa banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran Aleena. Lelaki itu meraih salah satu tangan Aleena dan menggenggamnya lembut.

"Udah, nggak usah di permasalahkan lagi. Toh, sekarang udah ada jalan keluar yang lain. Kalau emang nggak bisa dipahami, ya udah, lepasin aja. Mungkin memang udah beda jalan, beda pemikiran. Percuma dicari titik temu kalau yang lain emang nggak mau," kata Jerry.

Aleena mengangguk setuju, tampak lebih tenang daripada sebelumnya.

"Makan siang sekalian, gimana? Udah jamnya, nih!" Ajak Jerry.

"Mau makan apa emang?" Sahut Aleena.

"Makanan sekita sini yang enak apa, ya?"

"Ingkung Mbah Kenthol," jawab Aleena cepat. "Selain itu menu biasa kayak ayam geprek, rocket chicken, mie ayam-bakso, Padang."

"Kamu mau makan apa?" Tawar Jerry.

"Terserah kamu," sahut Aleena.

"Ke Sleman aja apa, ya? Nyari hot pot atau all you can eat," balas Jerry.

"Manut," lagi-lagi Aleena menjawab singkat. "Ke Pakuwon Mall aja sekalian, gimana? Kebetulan aku mau beli beberapa barang."

"Oke!"

###

Maaf kemarin nggak bisa update 🥴

SemicolonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang