23

391 82 19
                                    

Vote dan komen lagi gaes 😘

###

"Jadi, kami juga belum tau masalah sebenarnya itu apa? Kalau aku sama Mba Rayu, dugaannya masih di sekitar nimbun solar atau masalah ijin tambang. Yang jelas, tadi malem Pak Ron di tangkap polisi pas lagi sama selingkuhannya," kata Aleena saat mereka berdua sedang menonton tv berdua.

"Kok selingkuhannya masih bisa ke sini tadi pagi?" tanya Jerry yang sejak tadi menyimak cerita isterinya.

"Sengaja di lepasin buat nyari uang sekitar enam ratus jutaan. Katanya buat tebusan," jawab Aleena.

"Tapi kok kantor mu bisa kena kasus itu sih, Al? Emang nggak punya ijin nambang sama solar?" tanya Jerry ingin tau.

"Nope! Bahkan pajak usaha dan lain-lain aja di akalin kok!" Sahut Aleena. "Kata Mba Saras, Pak Ron tuh di jebak. Dari ceritanya itu, Pak Ron ketemu sama polisi yang namanya pak Topan itu. Terus tiba-tiba ada polisi dateng dan nangkap Pak Ron. Harusnya Pak Topan bisa nahan gitu biar Pak Ron nggak di bawa, tapi Pak Topannya diem aja!"

"Pak Topan itu ada hubungan apa sama bosmu?"

"Yang ngeback up tambang," jawab Aleena. "Kantor ngeluarin uang sekitar 15 - 30 juta tiap mau ambang di lokasi itu, kan. Mungkin kurang, makanya dijebak!"

"Ya kalau gitu, nggak dijebak namanya," Sahut Jerry. "Kan emang perusahaanmu yang salah karena nggak ngurus surat ijin nambang dan beli solar."

"Iya, sih." Sahut Aleena mengakui.

"Terus gimana? Polisi dateng ke kantor?" tanya Jerry.

"Enggak, tuh. Kantor nggak di datengin polisi, tapi chaos nya karena kan selama ini semua keputusan ada di Pak Ron. Karena tiba-tiba beliau nggak ada, jadi kayak semrawut gitu loh. Terus juga ikut ngurusin beberapa hal yang diminta sama Mba Saras," cerita Aleena. "Yang aku takutin, kalau Mba Saras ketemu Bu Rena pas lagi di kantor."

"Emang sering ke kantor?"

"Enggak. Tapi kan nggak ada yang tau kedepannya gimana," jawab Aleena. "Rasanya malah jadi ikut ngurusin rumah tangga bos."

"Kalau gitu, bisa-bisa kantormu gulung tikar nggak sih?" komentar Jerry.

"Aku juga mikir gitu," balas Aleena. "Mana sekarang urusan kantor dikasih ke Mba Saras lagi. Aduh, pusing!"

"Keluar aja," goda Jerry. "Ini waktu yang tepat kalau kamu mau keluar lo."

"Udah di wanti-wanti buat jaga kantor selama Pak Ron nggak ada," gerutu Aleena. "Tapi liat gimana kedepannya deh. Nggak yakin juga aku bakal bisa bertahan sampai urusan Pak Ron selesai."

"Sama siapa? Pak Ron?"

"He'em," Sahut Aleena cemberut. Tidak lama kemudian, perempuan itu beralih memeluk Jerry. "Pengin keluar!" ucapnya agak merengek.

"Asal kamu nggak diseret-seret, bertahan dulu nggak apa-apa," saran Jerry, membalas pelukan Aleena.

"Aku merasa udah diseret bahkan di jadiin bola yang di lempar-lempar semau atasan," Sahut Aleena lesu. "Jujur aja, agak takut karena urusannya sama polisi."

"Nanti aku sewain jasa Mas Jeremy kalau ada apa-apa," balas Jerry agak bercanda. Aleena mendengus geli mendengar ucapan suaminya.

"Yah, kalau ditanyain masalah itu, bilang aja nggak tau apa-apa!" gumam Aleena pada dirinya sendiri, agak rileks setelah bercerita sedikit pada Jerry.

"Bakal aneh malah, karena posisi mu disana staff administrasi yang langsung berhubungan langsung sama atasan," kata Jerry.

"Ck! Nyebelin," decak Aleena, tapi bukan pada Jerry.

"Aku?" tanya lelaki itu. "Yaudah, aku diem."

###

Siapa sangka kalau besoknya, beberapa polisi datang ke kantor dan bertemu dengan Rayu dan Aleena. Setelah bertanya mengenai posisi mereka di perusahaan, kedua perempuan yang kebingungan dan panik itu dibawa menggunakan mobil polisi.

Baik Aleena mau pun Rayu mengira mereka dibawa ke kantor polisi untuk interogasi. Betapa bingungnya mereka saat mobil polisi itu berhenti di RS UII.

"Kita adakan tes dulu sebelum pemeriksaan ke kantor," ucap seorang polisi yang mungkin memimpin operasi penangkapan itu. "Kalau kalian bisa menghubungi atasan kalian, Mba Saras atau yang lain, silakan. Bilang kalau mereka bisa menemui kalian di kantor."

Rayu meremas lengan Aleena kuat, benar-benar panik dengan apa yang terjadi. Kedua perempuan itu dibawa ke lobi yang pendaftarannya langsung diurus oleh pihak kepolisian. Dari situ lah Aleena mendengar sesuatu. Mengapa mereka perlu pemeriksaan anti narkoba?

"Kayaknya kita salah kira, Mba," bisik Aleena pada Rayu.

"Kok bisa kita ikut terseret, Mba?" Aleena mengangkat bahu, tidak tau jawaban dari pertanyaan temannya itu. Dipikiran Aleena sendiri sudah banyak sekali pertanyaan untuk hari ini.

Tentu saja, banyak petugas nakes di rumah sakit yang mengenal Aleena. Hanya tinggal menunggu waktu hingga berita ini sampai ke telinga Jerry.

Sikap polisi yang bersama mereka jadi sedikit lebih lunak begitu hasil tes mereka keluar dengan hasil positif anti narkoba. Aleena sempat meminta ijin untuk menemui suaminya, memberi tau bahwa mungkin hari ini akan pulang malam dan sebagainya. Rayu sudah memberi kabar pada keluarganya lewat telepon, sementara Aleena yang kebetulan berada di tempat kerja sang suami meminta ijin untuk bicara secara langsung.

Tidak sulit menemukan Jerry setelah Aleena bertanya pada beberapa perawat yang dikenalnya. Aleena sudah mengetuk pintu ruang 312 dengan sopan sebelum membuka pintu sambil bergumam permisi. Pemandangan dimana Jerry berpelukan dengan seorang pasien saja sudah aneh menurut Aleena, apalagi saat mengetahui pasien itu adalah Greesa.

Mungkin, kedua orang itu juga tidak mengira orang yang menginterupsi kegiatan mereka adalah Aleena, karena mereka langsung terpaku kaget. Aleena hanya bertahan tiga detik sebelum kembali keluar dari ruangan yang belum sempat benar-benar dia masuki itu.

Bukan hal yang mengejutkan saat Aleena mendengar suara Jerry memanggil namanya, namun perempuan itu tidak punya niat untuk peduli. Cukup menenangkan bagi perempuan itu saat seorang polisi yang bersamanya ternyata sudah mencarinya. Aleena mengikuti langkah polisi itu menuju lift.

"Tunggu!" Ucap Jerry saat akhirnya berhasil meraih lengan Aleena. "Ada apa? Kenapa kamu sama polisi?"

"Anda siapa, ya?" tanya polisi yang bersama Aleena, menatap Jerry dengan satu alis terangkat.

"Saya Jerry, suaminya. Ini ada apa?" Sahut Jerry.

"Nggak ada apa-apa," sambar Aleena cepat. "Ini urusan kantor, bukan urusan pribadi." tambahnya, melepaskan cengkeraman Jerry dari lengan.

"Kalau gitu, kita harus buru-buru," timpal polisi yang bersama Aleena, menatap Jerry dengan sorot menilai. Aleena kembali mengikuti langkah polisi itu, tapi Jerry kembali menahannya.

"Kenapa? Ada apa? Aku telepon bapak buat nemenin kamu, ya?" ucap Jerry cemas.

"Nggak usah. Nggak ada apa-apa, kamu balik kerja aja sana," Aleena mencoba melepaskan diri dari Jerry lagi, tapi kali ini genggaman tangan lelaki itu justru menguat.

"Aleena," panggilnya dengan nada rendah. Jerry tampaknya juga kebingungan dengan peristiwa dadakan ini hingga pikirannya kacau. "Nanti kita ngobrol dirumah. Kasih tau aku kalau kamu udah mau pulang, biar aku jemput."

"Ya," jawab Aleena singkat, melepaskan tangannya dengan paksa dari genggaman Jerry sementara mata perempuan itu berubah dingin. Jerry tidak yakin Aleena benar-benar akan bicara dengannya lagi saat perempuan itu membuang muka darinya.

Jerry mengusap wajah kasar saat tubuh Aleena sudah menghilang di balik lift. Pikiran lelaki itu benar-benar kacau. Dia mengerti alasan Aleena marah, tapi itu tidak seperti kelihatannya dan Jerry tidak bisa sembarangan menyebarkan informasi mengenai pasiennya!

###

SemicolonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang