Ditunggu vote dan komennya 🤗
###
Kebanyakan orang berpikir bahwa pernikahan adalah solusi dari masalah terbesar dalam hidupnya. Sebuah jalan alternatif yang mudah di jalani tanpa sadar bahwa mereka telah terjebak di sebuah hubungan yang rumit.
Setidaknya itu lah yang Aleena rasakan. Perempuan itu baru saja sadar, bahwa statusnya sebagai isteri saat ini artinya dia harus melayani suaminya. Jerry yang melihat ekspresi aneh di wajah Aleena pun segera bertanya.
"Kenapa?"
"Baru inget hal penting," jawab Aleena serius. "Aku harap kamu bukan tipe yang harus di layani seharian penuh."
Jerry tergelak mendengar kekhawatiran Aleena. Padahal mereka sudah saling kenal empat bulan lebih hingga mereka menikah empat jam yang lalu.
"Emang menurutmu aku tipe yang kayak gitu?" Jerry bertanya balik, merogoh ponsel dari sakunya karena benda itu bergetar.
"What about sex?" meski Aleena bertanya dengan nada berbisik, Jerry masih bisa mendengarnya. Terlebih, saat ini mereka hanya berdua di dalam mobil yang menuju rumah mereka.
Jerry tidak langsung menjawab pertanyaan kedua Aleena, tampak berpikir dengan enggan.
"Kalau dijalanin aja dulu, gimana? Nggak perlu buru-buru, kan? Toh kita nikah bukan karena masalah itu," ucap Jerry kemudian.Aleena menghela napas lega.
"Yep! Sorry ngajuin pertanyaan-pertanyaan aneh. Kadang otakku emang suka menghasilkan berbagai macam sumber kecemasan yang random," kata Aleena."Nggak masalah, kalau soal itu. Perempuan emang punya kecenderungan mengalami stres dan cemas daripada laki-laki. Itu normal, kok," Sahut Jerry.
Aleena lega Jerry bisa memahaminya sebagai seorang perempuan, tapi ada sebuah pemikiran yang membuat kening perempuan itu berkerut. Bukankah jawaban lelaki itu secara tidak langsung telah menolak Aleena? Apakah dimata lelaki itu, Aleena tidak menarik?
Ah, itu hal yang bagus, Aleena mengingatkan dirinya sendiri. Meski baru saja menikah, Aleena masih merasa kalau mereka adalah orang asing. Akan aneh kalau mereka langsung terlibat secara seksual, bahkan mungkin Aleena akan mengubah penilaian baiknya pada Jerry.
"Btw, kamu dapet cuti berapa lama?" Jerry mengalihkan topik perbincangan.
"Satu minggu, tapi sisa tiga hari lagi," jawab Aleena. "Kamu?"
"Ambil satu bulan, tapi mending aku samain aja sama kamu," Sahut Jerry.
"Aku juga ngajuin segitu, tapi nggak di acc. Katanya, kalau mau honeymoon nggak usah jauh-jauh, toh having sex bisa di rumah, lebih murah dan lebih bebas," ucap Aleena dengan nada sewot. "Itu yang ngomong bosku." tambahnya.
"Nggak jadi keluar? Katanya kalau udah nikah mau jadi IRT aja?" Sahut Jerry.
"Masih ada tanggungan proyek, jadi nggak bisa seenaknya keluar," jawab Aleena lesu.
"Masih ada waktu buat healing. Mau jalan-jalan kemana?" tawar Jerry.
"Aku nggak tau. Enaknya kemana, ya?" Sahut Aleena.
"Aku juga bingung kalau ditanya begitu," Jerry terkekeh, sama sekali tidak membahas rencananya yang ingin liburan ke luar negeri.
"Nanti coba aku cari referensi ke instagram deh," Sahut Aleena. "Ngomong-ngomong, ibu beneran nggak masalah kalau kita langsung pindah gini?"
"Iya," jawab Jerry, mengingat ibunya yang tampak banyak pikiran saat dia dan Aleena berpamitan dari acara syukuran. Ayah Jerry sudah meyakinkan ibu kalau pengantin baru butuh space yang tidak boleh diganggu, meskipun mungkin apa yang ayahnya pikirkan sama sekali berbeda dengan apa yang akan terjadi.
"Mas Alan cerewet banget," Aleena menghela napas. "Dia kira aku yang maksa buat pisah secepat ini sama keluargamu."
"Bilang aja, aku yang minta," sahut Jerry. "Ayo, kita udah sampai."
###
Sudah tiga bulan mereka menikah, dan waktu berlalu tanpa terasa karena baik Aleena maupun Jerry sangat sibuk dengan pekerjaan mereka. Bahkan, bertemu di dalam rumah pun bisa dibilang jarang.
Misal, saat Aleena dirumah maka Jerry yang pergi bekerja atau sebaliknya. Saat keduanya sama-sama libur, Aleena lebih suka menghabiskan waktu seorang diri dengan alasan recharge; sebuah kegiatan yang hanya bisa dimengerti oleh introvert. Atau Jerry yang suka mendapat telepon mendadak dari rumah sakit hingga harus berlarian ke sana-sini.
Tidak ada perkembangan di hubungan mereka, kecuali menjadi teman satu rumah yang hanya saling mengenal. Jamal, teman dekat Jerry yang justru menyadari hal itu.
"Udah isi belum?" Jamal iseng bertanya saat melihat Jerry membaca rekap medis pasien di lantai tiga.
"Apa?" Jerry bertanya, tidak mengalihkan perhatiannya dari apa yang dia baca.
"Aleena, udah hamil?" Pertanyaan blak-blakan itu akhirnya membuat Jerry menoleh.
"Kenapa tanya?"
"Emang nggak boleh?" Jamal balas bertanya dengan wajah yang dibuat polos.
"Nggak," jawab Jerry pendek. "Nggak ada kerjaan, ya?"
"Iseng, lo. Soalnya baru liat manten baru yang giat kerja daripada bikin anak," Jamal meledek. Jerry mencubit pangkal hidungnya, menahan jengkel dengan keingin tahuan temannya yang dinilai tidak pantas itu.
"Masih jomblo ditanya kapan udah punya pacar? Udah punya pacar ditanya kapan nikah? Udah nikah ditanya kapan punya anak? Nggak sekalian ditanya kapan mati?" Balas Jerry jengkel.
"Lah, kalo mati itu urusan Tuhan kali," tukas Jamal, masa bodoh dengan kejengkelan Jerry.
"Jodoh sama anak juga urusan Tuhan, tau?" decih Jerry.
"Sensi amat, sih? Atau ditolak sama Aleena?" Jamal kembali menggoda.
"Nggak ada yang ditolak!" Jawab Jerry menegaskan.
"Aahh... Kamu yang nolak Aleena?" Ucapan Jamal itu membuat Jerry mengatupkan rahang, tidak membalas. Tapi jelas, lelaki itu sedang benar-benar menahan marah. "Cuma ngingetin kalau sekarang kamu udah nikah. Jangan kayak orang masih single yang waktunya cuma buat diri sendiri. Buat apa nikah kalau masih sama aja?" Lanjut Jamal.
Jamal menepuk lengan Jerry sekali, kemudian beranjak pergi. Jerry menutup berkas rekam medis yang harus dibacanya kemudian menghela napas dalam. Apa ya, yang sebaiknya dia lakukan?
###
Aleena sedang mengetik di ruang makan saat Jerry sampai di rumah. Mereka saling sapa seperti biasanya, tapi Aleena tetap fokus dengan pekerjaannya.
"Ngerjain apa?" Jerry berbasa-basi.
"Laporan tagihan rental alat," jawab Aleena. "Udah makan belum?"
"Belum. Kamu?" Sahut Jerry.
"Nunggu kamu," jawab Aleena. "Bentar, ya? Aku selesaiin ini baru aku masak. Tinggal dikit lagi, kok!"
"Makan diluar aja, gimana?" Tawar Jerry.
"Aku mau masak sop iga, kamu nggak mau?" Untuk sesaat mata Aleena berkelebat ke arah Jerry.
"Mau," jawab lelaki itu pendek, tapi dalam kepala menghitung waktu yang dihabiskan untuk memasak sop iga.
"Masih ada mie sama telur kalau mau ganjel perut," kata Aleena. "Pesan makanan dulu juga nggak apa-apa. Ini soalnya kerjaannya nggak bisa di nanti-nanti."
"Iya," sekali lagi Jerry menjawab singkat dan pergi dari wilayah dapur. Meski sudah dibolehkan pesan makanan, Jerry memilih merebahkan tubuhnya ke sofa panjang di ruang tengah sambil menunggu Aleena.
Dia lelah sekali, dan memilih tidur daripada memikirkan perutnya yang berbunyi kelaparan. Akan bagus kalau saat dia bangun nanti, aroma sop iga yang di masak Aleena sudah memenuhi rumah.
###
Mau tanya lagi. Sejauh ini, menurut kalian ceritanya gimana?