Ditunggui nggak??
###
Aleena sampai di rumahnya jam satu dini hari setelah mendapat tumpangan dari suami Rayu yang datang menjemput. Jangan tanya bagaimana dengan Jerry, karena Aleena sama sekali tidak merespon saat lelaki itu menghubunginya. Hari ini sudah sangat melelahkan tanpa pertengkaran tidak berarti tentang Jerry dan Greesa. Aleena hanya ingin segera beristirahat.
Tentu saja mobil Jerry terparkir di garasi, dengan lampu yang sudah dimatikan dan pintu terkunci. Untung saja Aleena selalu membawa kunci cadangan.
"Pulang dianter siapa?" suara Jerry yang tiba-tiba terdengar membuat Aleena terkejut.
"Rayu," jawab Aleena singkat. Perempuan itu melewati Jerry yang duduk di sofa dalam diam sejak dia masuk ke dalam rumah.
"Ada urusan apa sama polisi?" tanya lelaki itu lagi, yang kali ini Aleena abaikan karena merasa tidak perlu menjawab. "Aleena!"
"Apa sih?" Sahut Aleena, geram. "Nggak liat sekarang jam berapa? Mau ngajak berantem sekarang? Gila ya?"
Jerry menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
"Aku juga belum istirahat karena nunggu kabar dari kamu. Bales chat sebentar nggak bisa ya?""Nggak!" jawab Aleena ketus. "Lain kali nggak usah nungguin aku pulang. Bisa ngurus diriku sendiri!"
"Bisa-bisanya kamu ngomong gitu?" Sahut Jerry geram.
"Bisa lah! Kenyataannya begitu!" balas Aleena ringan. "Tidur, gih! Besok pasien mu nungguin."
"Al, kita harus ngomong," ucap Jerry serius.
"AKU NGGAK MAU NGOMONGGGG!" Jerit Aleena frustasi. "AKU CAPEK! AKU DONGKOL! BENCI! MARAH! KECEWA! Ngerti? Aku cuma mau tidur! Kalau mau ngajak berantem, besok! Belum kiamat kok!" Setelah menyemburkan kata-kata itu, Aleena langsung pergi dan membanting pintu kamarnya.
Di dalam kamarnya, Aleena menangis. Dia sangat marah atas semua kejadian yang menimpanya hari ini. Mulai dari penggrebekan polisi yang sama sekali tidak disangka, kelakuan Jerry dan mantannya di rumah sakit, sampai kebiadaban atasannya di kantor. Bagaimana mungkin mereka mengumpamakan kedua staff admin yang tidak tau apa-apa ke polisi? Bahkan setelah sebelumnya mereka berjanji akan melindunginya dan Rayu?
Aleena mengalami pengkhianatan dalam satu hari oleh lebih dari tiga orang. Ya, memang benar dia dan Rayu tidak bersalah dan tidak punya urusan apapun dalam kasus Pak Ron, tapi dua orang perempuan yang tiba-tiba di arak menuju kantor polisi dan menjalani interogasi bukanlah hal yang mudah. Sial sekali, dia justru harus menjadi tameng selingkuhanya bosnya yang dinyatakan sebagai buronan.
Aleena menangis keras malam itu, tubuhnya yang letih bahkan tidak sanggup untuk berjalan menuju ranjang. Perempuan itu berbaring miring di depan pintu, memikirkan hari ini dan apa yang harus dia lakukan kedepannya.
Ada hal yang lucu terjadi pagi harinya. Nomer pribadi Aleena yang sekarang terhubung dengan nomer kantornya sudah riuh dengan pesan dari para atasan yang kemarin mengabaikannya. Kepala konstruksi yang ditunjuk sebagai direktur pengganti menyuruh Aleena dan Rayu libur hari ini, namun selingkuhanya Pak Ron, Saras justru memberi interuksi yang lain. Akan ada rapat terkait proyek baru, dan kedua admin diharuskan ikut rapat.
Aleena tertawa dengki membaca pesan yang sudah dikirim sejak jam enam pagi itu, sementara sekarang sudah pukul delapan. Dia sudah telat jika memang mereka memintanya datang ke kantor. Lagipula, apakah semua selingkuhan memang tak tau diri dan tak tau mau seperti Saras?
###
Jerry menatap pasien di depannya dengan penuh perhitungan.
"Udah kenapa sih, Gre? Kamu tau, isteriku jadi marah gara-gara kemarin," ucapnya.
"Ya elah, lebay banget sih! Orang nggak ngapa-ngapain juga," gerutu Greesa.
"Udah, lebih baik kamu siap-siap karena bentar lagi masuk ruang isolasi," ucap Jerry.
"Aku tuh ya," ucap Greesa dengan nada agak keras. "Mau mati bentar lagi. Minta sedikit suport aja masa nggak bisa? Iya! Sekarang kamu udah punya isteri. Tapi, emang masa sepuluh tahun kita nggak ada artinya sama sekali ya, Jer? Aku nggak minta hal muluk selain ditemenin, kan? Nggak bisa?"
Jerry menghela napas panjang sebelum menjawab Greesa.
"Udah aku kasih, kan? Maaf kalau cuma itu yang bisa aku lakuin buat kamu," kata Jerry."Kamu jadi dokter buat apa sih, Jer? Emang aku minta waktu kamu diluar jam kerja, ya? Disini aku pasien, dan kamu dokter! Apa salah aku minta suport dari dokterku sendiri?" timpal Greesa, masih dengan nada kasar dan pahit yang sama. "Jadi dokter itu harus ngutamain pasien daripada masalah pribadi, kan? Gimana bisa kamu nyalahin aku atas masalah rumah tanggamu? Kalau isterimu ada di posisiku, atau orang lain yang diposisiku dan mereka minta suport yang sama kayak aku, apa kamu bakal ngelakuin hal yang sama?"
"Gre, kamu ngawur," tukas Jerry. "Aku bukan bedain kamu sama pasien lain, dan aku juga mau suport kamu. Tapi aku nggak mau ada kejadian kayak kemarin, oke? Kamu pasienku dan Aleena isteriku! Aku nggak bisa memperlakukan kamu seperti yang kamu mau karena aku punya batasan!"
"Batasan apa?" balas Greesa, nada suaranya gemetar dan matanya mulai tergenang air mata. "Isterimu? Ah, dia pasti takut ketularan kalau kamu deket-deket sama aku? Kurang edukasi HIV/AIDS ya?"
"Stop!" kata Jerry tegas. "Kita berhenti ngomongin ini, oke? Yang jelas, kamu siap-siap pindah ruangan dan fokus sama dirimu sendiri. Aku dan Jamal, serta seluruh petugas di rumah sakit ini bakal suport dan bantu kamu sebisa kami. Dan untuk selanjutnya, doktermu ganti Pak Haikal."
Jerry segera keluar setelah urusannya dengan Greesa selesai. Lelaki itu menuju doctor lounge untuk menenangkan diri. Selama dua hari ini, tidak ada yang berjalan lancar. Meskipun Jerry dan Pak Haikal hanya bertukar shift selama seminggu, lelaki itu harap Greesa bisa menenangkan diri dan berpikiran jernih. Sementara Aleena, entah apa yang sebenarnya terjadi pada perempuan itu yang jelas Jerry terus merasa terusik.
Pintu ruang doctor lounge terbuka dan Jamal masuk sambil membawa botol air minum.
"Kenapa? Kok stres gitu keliatannya?" tanya Jamal, menghampiri Jerry dan duduk santai dihadapan lelaki itu."Kenapa kayaknya kamu santai sekali? Nggak ada kerjaan?" Sindir Jerry, yang di jawab Jamal dengan senyuman.
"Ngomong-ngomong, gimana sama tawaran Profesor Harianto? Mau diambil?" tanya Jamal, mengubah topik pembicaraan.
"Yang suruh ambil spesialis? Belum tau," jawab Jerry.
"Kenapa? Nggak dibolehin sama Aleena?"
"Belum sempet bilang malah. Kantor dia juga lagi chaos soalnya," balas Jerry enggan.
"Oh, iya! Ada masalah apa sih? Kok sampai polisi minta tes anti narkoba ke Aleena dan temennya?" Sahut Jamal penasaran.
"Tes anti narkoba?"
"Kemarin Aleena sama temennya dibawa ke sini sama polisi, disuruh cek anti narkoba sebelum dibawa pergi. Kamu nggak tau?" jawab Jamal, menaikkan satu alis ke arah Jerry.
"Nggak tau soal tes anti narkobanya," Sahut Jerry. "Kemarin dia liat aku sama Greesa pelukan dan sampai sekarang masih marah, nggak mau cerita apa-apa." Tambahnya, tidak peduli pada Jamal yang tersedak air saat mendengarnya bercerita.
"Apa?" Mata Jamal membola tak percaya. "Pasti Aleena nggak tau kalau Greesa kena HIV kan?"
Jerry mengedikkan bahu menjawab pertanyaan itu. Hal tersebut membuat Jamal meringis.
"Maaf, Pak. Saya ijin undur diri," ucap Jamal, sebelum meninggalkan Jerry sambil melemparkan ekspresi prihatin.
###
Enaknya gimana nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolons
Ficção Geraldeskripsi kapan-kapan di tulis. Yang mau baca, silakan...