21

465 92 17
                                    

Jerry memperhatikan ekspresi Aleena sepulangnya mereka dari Cangkringan. Perempuan itu tidak berhenti tersenyum dengan sorot mata yang tampak mengawang.

"Kenapa? Kok keliatannya seneng banget?" tanya Jerry, fokus ke jalan setelah melirik isterinya.

"Nggak apa-apa, cuma salut aja sama Pak Juki dan Bu Una. Anak-anaknya pasti seneng banget ya, punya mereka," Sahut Aleena dengan nada riang yang aneh. "Seengaknya mereka punya tempat buat pulang dan ngadu kalau ada apa-apa, ada yang khawatir kalau mereka kenapa-napa."

"Dulu Juna nggak begitu. Seengaknya pas aku masih di JIH, dia nggak akur sama adeknya. Jadi, Pak Juki sering banget bolak-balik rumah sama RS. Ah! Dulu semua orang ngira Pak Juki itu duda, karena isterinya udah meninggal. Aku nggak nyangka beliau ternyata pasien yang koma selama hampir sepuluh tahun, " Sahut Jerry, menceritakan hal yang tidak Aleena ketahui.

"Terus, gimana dong?"

"Aku juga kaget karena sekarang semua udah baik-baik aja, tapi juga seneng. Respek ke Pak Juki kalau inget gimana beliau dulu. Nggak ada orang yang diceritain, tapi kalau tau ceritanya pasti juga bakal brebes mili yang denger," jawab Jerry. "Pak Juki itu calon suami inceran banyak cewek, bahkan waktu umur dia udah pertengahan tiga puluh."

Aleena bergumam dengan kening mengerut. Mungkin karena itu Pak Juki lebih menghargai waktu yang dia habiskan dengan isteri dan anak-anaknya? Pikir Aleena.

"Aku tetep pengin jadi anaknya," kata Aleena. "Diperlakukan baik sama keluarga itu udah jadi power kalau lagi capek hidup sih, bagiku."

"Emang ayah-bundamu gimana orangnya?" tanya Jerry. Lelaki itu memang tidak pernah menanyakan masalah mertuanya karena tau, itu bukan hal yang dapat dia sela atau jembatani begitu saja.

"Kayak gimana, ya? Udah nggak banyak yang bisa aku inget," Sahut Aleena. "Kayaknya dari dulu memang nggak sebaik itu sih. Paling bunda yang kadang nanya, di sekolah gimana? Atau jajan di warung setiap pergi ke tempat kerja ayah. Mereka sibuk kerja, dan kalaupun ngumpul pas malem, cuma nonton tv. Nggak ada hal khusus yang bisa diinget."

Jerry hanya mengangguk sekilas, karena nada berat di suara Aleena setelah beberapa saat bercerita mengenai keluarganya. Perjalanan pulang sama lamanya dengan perjalanan pergi tadi pagi. Mereka juga sempat mampir ke rumah orangtua Jerry hingga hari sudah petang saat mereka tiba dirumah.

"Ngomong-ngomong, bulan depan mau makan diluar nggak?" tanya Jerry saat Aleena sedang menyiapkan makan malam.

"Emang kenapa? Ada acara kah?" Sahut perempuan itu.

"Anniversary pernikahan kita, gimana sih kamu?" protes Jerry, lelaki itu menatap isterinya aneh, karena baru pertama kali melihat seorang perempuan yang tidak peduli dengan hari jadi hubungan mereka.

"Oh," gumam Aleena kemudian tertawa kecil. Jerry jadi merasa malu karena terlihat lebih rewel daripada perempuan itu. Bukankah biasanya pihak perempuan yang lebih selamat sensitif terhadap hal seperti ini? "Ayo, deh! Berdua aja?"

###

Aleena melihat Jamal yang senyam-senyum tanpa dosa di depannya sementara Jerry terlihat agak kesal. Hari ini adalah hari jadi pernikahan Jerry dan Aleena, seperti yang lelaki janjikan, mereka makan malam di luar namun dengan seorang tamu yang tidak terdaftar di awal.

"Aku tuh berperan penting dalam hubungan kalian, lo. Masa nggak di ajak makan-makan?" ucap Jamal, melayangkan pandangan sinis ke arah Jerry.

"Harus sekarang?" tanya Jerry. "Kok, bisa-bisanya kamu ada disini?"

"Biasa, jomblo kan bisanya jalan-jalan dan makan sendirian, ya. Nggak ada maksud nguntit atau sengaja ngrusuhin nih," Sahut Jamal.

"Yaudah sih, nggak apa-apa. Makin banyak orang, makin seru," Sahut Aleena. "Udah pesen makannya, Pak?"

SemicolonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang