14

2.7K 228 8
                                    

"Ngghh...." Gracia meringis pelan saat ia merasakan sesuatu yang lumayan berat menimpa perutnya, membuat gadis itu terpaksa harus sadar dari tidur nyenyaknya. Damn! Padahal ia baru saja merasa begitu terlelap. Siapa yang begitu berani mengganggu tidurnya?

Dengan berat hati, Gracia membuka kedua kelopak matanya. Sinar dari lampu kamar Shani menyambutnya, sedikit membuat kedua mata gadis itu sakit. Beberapa detik setelah matanya terbiasa dengan sinar lampu itu, Gracia menoleh ke sisi kanannya dan mendapati Shani, tengah mendengkur pelan, tidur dengan damai tepat di sebelahnya.

Gracia membelalakkan kedua matanya lebar-lebar. Kantuknya hilang sudah. Rasa kesalnya sirna begitu saja, digantikan dengan perasaan kalut, bingung, bimbang, shock setengah mati, dan tidak percaya.

Shani Indira?

Kesadarannya kembali menghampiri dirinya saat lengan kanan Shani perlahan-lahan naik dari atas perutnya menuju dadanya. Sontak, Gracia menghempaskan lengan itu dan berteriak histeris. Gadis itu bangkit dari atas tempat tidur dan berdiri di sisi tempat tidur, menatap Shani dengan pandangan marah.

"Apa yang kamu lakukan di sini?!" seru Gracia sambil memeriksa seluruh tubuhnya, memastikan bahwa ia masih berpakaian lengkap dan tidak ada satu helaipun pakaian yang terlepas dari tubuhnya.

Terganggu dengan teriakan Gracia, Shani dengan malas bangkit dari posisi tidurnya dan duduk bersila di atas tempat tidur. Ia tidak membuka kedua matanya dan tangan kanannya menyentuh dahinya. Tampaknya ia sedang merasa sangat pusing. Helaan nafasnya juga terdengar berat.

"Apa? Ini kamarku. Aku berhak datang dan bebas melakukan apa saja di sini kan?" Shani balik bertanya dengan suaranya yang sangat pelan. Ia masih tetap memejamkan matanya.

"Setidaknya kamu harus tetap jaga jarak denganku. Seharusnya kamu tidak tidur di tempat tidur saat tahu aku sedang tidur di... Ada apa denganmu?"

Kekesalan Gracia menguar begitu saja ketika ia melihat keringat membasahi dahi dan kepala Shani. Ia juga bisa melihat nafas Shani semakin lama semakin berat. Perempuan itu tampak tidak sedang baik-baik saja.

Shani berhasil membuka matanya saat Gracia bertanya mengenai keadaannya. Ia sedikit menoleh ke arah Gracia dan berkata, "Aku baik baik saja. Tidurlah kembali, aku akan tidur di sofa depan."

Gracia tidak menjawab apa-apa. Sebaliknya, ia mendekati Shani, yang baru saja turun dari tempat tidur dan hendak melangkah menuju pintu kamar. Langkah Shani sedikit gontai dan Gracia dapat mencium bau alkohol yang sangat menyengat dari tubuh perempuan itu.

"Apa benar kamu... Ya!!"

Gracia refleks meraih lengan kiri Shani tepat ketika perempuan itu hampir jatuh ke lantai kamarnya. Tubuh mungil Gracia yang kurang mampu menahan beban tubuh Shani yang lebih besar darinya, membuat gadis itu terduduk di lantai kamar dengan Shani yang sudah tergeletak lemas di atas pangkuan Gracia. Bau alkohol menyengat itu kembali menguar.

"Shan. Ya, Shani! Ada apa? Apa yang terjadi padamu, Hmm? Astaga, kamu bisa merepotkan yang lain, apa kamu tahu? Haiz, Shani Indira!" panggil Gracia sembari menepuk-nepuk pipi kiri Shani.

Shani terbatuk. Ia sedikit membuka matanya dan menatap Gracia dalam-dalam. "Antar aku ke kamar mandi. Perutku mual dan sepertinya aku...."

"Aah, Aku mengerti. Kamu ingin muntah?" tanya Gracia panik. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa sekarang ini. Leader Dream Queen itu tampak tidak berdaya di hadapannya dan ini sangat beresiko besar untuk dirinya. "Aku tidak akan sanggup untuk membopongmu. Kamu juga harus sedikit bantu angkat dirimu, okay? Tapi bagaimana kamu bisa muntah? Kamu bahkan tidak ada makan apa-apa."

"Aku tidak tahan lagi." keluh Shani. Ia bangkit duduk dan kembali terbatuk-batuk. Gracia semakin panik dan dengan cepat ia merampas jaket cokelat tebal satu-satunya yang ia bawa ke apartemen Dream Queen. Ia melipat jaket itu dan menyodorkannya ke hadapan Shani dengan menggunakan kedua tangannya.

The Leader's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang