23

2.2K 195 7
                                    

Shani memutuskan sambungan teleponnya dan membuang asal ponselnya ke lantai. Ia tidak peduli kalau ponsel mahal itu akan pecah atau hancur. Ia bisa membelinya lagi, lagi, dan lagi kapanpun dia mau. Yang dia butuhkan sekarang adalah sesuatu yang bisa melampiaskan amarahnya. Suatu benda, yang bisa dia hancurkan dengan sekali pukulannya.

Awalnya, perasaannya diselimuti rasa bersalah dan penyesalan yang teramat dalam saat melihat Gracia begitu ketakutan akibat ulahnya. Namun, beberapa menit yang lalu, mood-nya berubah menjadi sebuah emosi yang bergejolak liar dalam dirinya saat Brielle meneleponnya dan memintanya untuk mengingatkan Gracia kalau dia punya janji dengan teman lamanya.

Teman lama? Si perempuan tidak tau diri itu? Entah kenapa saat mendengar namanya Shani siap meledak. Perempuan brengsek itu pasti sudah tahu keberadaan Gracia di apartemen Dream Queen, berduaan bersamanya dan berusaha untuk memisahkan mereka dengan meminta bantuan Brielle.

Memisahkan? God, apalagi yang sekarang ini tengah Shani rasakan? Rasanya ada perasaan aneh yang baru saja menyusup hatinya agar tidak ingin berpisah dengan Gracia barang satu menit saja. Perasaan yang egois. Dia tidak mau Shania Gracia pergi menemui dan disentuh oleh perempuan lain. Dia merasa tidak rela. Dan semakin benci saat tahu Gracia akan bertemu dengan 'teman lamanya'.

Perempuan itu pasti akan menyentuhnya. Memeluknya, menciumnya. 'Tidak boleh!' erang Shani. Dia tidak ingin siapapun menyentuh 'Shania Gracia'-nya.

Monster dalam diri Shani tertawa terbahak-bahak. Ada apa, Shan? Kenapa seakan-akan gadis malang yang kamu sakiti itu adalah milikmu?

Shani menghela nafas kasar dan ia menyisir rambut hitamnya ke belakang, frustrasi lagi. Kepalanya terkulai di atas kepala sofa dan ia mencoba memejamkan matanya. Tepat saat itu, didengarnya suara erangan dari bibir Gracia dan hati Shani mencelos. Gadis ini mulai terbangun.

Shani batal memejamkan matanya. Ia duduk tegak dan menatap Gracia was-was. Gadis itu menghela nafas panjang dan perlahan-lahan ia membuka kedua kelopak matanya yang indah. Damn! Ia begitu cantik di mata Shani saat ini. Wajahnya merona, bibirnya merah membengkak, dan tubuhnya yang mungil itu terlihat sexy.

"Gre?" panggil Shani pelan.

Tubuh Gracia sedikit terlonjak saat telinganya dengan jelas menangkap suara seseorang yang sangat dia kenal. Mendengar suaranya memori yang ada di kepala Gracia langsung berkelebat muncul dan kembali memutar kejadian beberapa jam lalu di atas sofa tempat dia tengah berbaring saat ini.

Pelan-pelan Gracia bangkit dari sofa dan matanya langsung tertuju pada Shani. Ia sedikit merapikan baju dan rambutnya. Pandangannya pada Shani sangat sulit diartikan.

"Aku tidak melakukan apa-apa saat kamu tidur tadi." ujar Shani dengan pemilihan kata yang hati-hati. Ia tidak tahu harus mulai dari mana dan gadis yang ada di hadapannya ini diam saja. Shani masih bisa melihat pancaran ketakutan di kedua mata Gracia.

"Aku tidak bermaksud untuk melakukan hal yang lebih jauh. Tolong jangan salah paham. Aku tidak pernah mengambil kesempatan ketika aku mengisap darah seseorang. Kamu tahu? Semua terjadi di luar dugaanku."

Shani bangkit dan dia melangkah mendekati Gracia. Refleks gadis itu mundur ke belakang. Shani terkesiap dan ia menghentikan langkahnya, terkejud tentu saja.

"Kalau begitu jangan sentuh aku lagi." ucap Gracia parau. "Karnamu aku tidak bisa bertemu dengan seseorang. Aku membatalkan janji dengannya secara sepihak. Apa kamu tahu betapa pentingnya janji itu?!"

Shani diam. Ia tidak bisa berkata apa-apa dan hanya memandangi wajah Gracia, yang mengalihkan pandangannya dari Shani karena ada setetes air mata jatuh membasahi pipi kanan gadis itu. Dan Shani dapat melihat tubuh gadis itu sedikit gemetaran. Lengan kanannya menyilang dengan bahu kirinya, seakan-akan dia takut Shani mendekati dan menyentuhnya kapan saja.

The Leader's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang