46

2.4K 224 60
                                    

Gracia memejamkan matanya, berusaha siap dengan apapun yang terjadi. Namun, sedetik kemudian, tubuhnya tidak merasakan sakit apa-apa, tidak merasakan ditabrak dengan begitu hebatnya oleh sebuah mobil, tidak merasakan luka. Melainkan ia merasa tubuhnya ditarik paksa dan ia dapat mendengar dengan kedua telinganya bunyi pukulan yang sangat kuat, yang dapat membuat gendang telinganya hampir tuli dan suara pecahan kaca yang berhamburan di mana-mana.

Gracia memejamkan kedua matanya kuat-kuat. Ia takut, sangat takut. Tubuhnya gemetar hebat sekali sampai-sampai kedua kakinya tak sanggup lagi menahan berat tubuhnya sendiri. Tapi kedua lengan kokoh memeluknya dengan sangat erat, seakan-akan memberitahukan dirinya kalau dia tidak apa-apa, kalau dia aman.

Kedua lengan itu begitu melindunginya dan memberikan kehangatan yang langsung menyebar di dalam jiwa gadis itu.

Gracia tahu siapa itu, siapa orang yang memeluk dan melindunginya. Ia tahu karena mencium wangi khas yang menguar dalam tubuh yang mendekapnya. Ia sangat tahu aroma ini. Meskipun sudah lama tidak menciumnya, ia masih hafal wanginya.

Perlahan, Gracia membuka kedua kelopak matanya dan pelukan mereka pun merenggang. Dengan takut-takut, ia menolehkan wajahnya untuk melihat situasi di sekitarnya.

Mobil yang hampir menabrak Gracia tadi sudah berhenti tepat di hadapan wajahnya. Namun, keadaan mobil itu sudah sangat buruk. Kaca depan dan sampingnya pecah semua. Moncong mobil itu pun penyok luar biasa ke dalam. Beberapa orang langsung menolong si pengemudi untuk keluar dari dalam mobil.

Syukurnya ia tidak apa-apa, hanya mengalami shock berat. Tubuhnya yang lemas dipapah oleh kedua temannya. Para security dan penjaga hotel lainnya berusaha menangani masalah yang terjadi dan mengangkut mobil bobrok itu untuk dibawa pergi.

"Bereskan semua ini dan jangan sampai ada media yang meliputnya!" seru sang manager hotel. "Apa yang terjadi barusan? Kenapa mobilnya berhenti mendadak dengan keadaan yang begitu mengerikan?"

"Kamu baik baik saja kan?" tanya perempuan yang sedari tadi memeluk Gracia.

Gracia menengadahkan wajahnya untuk melihat perempuan itu. Benar saja. Kedua mata gadis itu langsung basah dan ia terisak tanpa bisa ia kendalikan.

"Kenapa kamu menangis? Kamu tidak terluka kan Ge?" tanya Shani khawatir

Belum lagi menjawab pertanyaan dari Shani, tubuh perempuan itu merosot dan jatuh lemas terduduk di atas tanah. Ia mengerang kesakitan dan berusaha menutupi wajahnya dengan kedua lengannya.

"Shan" gumam Gracia panik. "Kamu kenapa? Shan? Sh... Shani!"

Perempuan itu begitu kesakitan. Gracia menatap ke langit dan menyadari sinar matahari begitu terik membakar sel-sel kulit Shani yang paling terdalam. Dan Shani sama sekali tidak memakai topi dan maskernya seperti biasa. Bahkan jaket yang dia pakai tidak mampu melindunginya.

"Arrggghhh!!!"

"Tidak! Aku mohon Shan bertahanlah. Aku akan membawamu kembali ke hotel. Aku mohon!" seru Gracia. Ia buru-buru melepaskan varsitynya dan menutupi tubuh Shani yang terkena sinar matahari. Dapat Gracia lihat kulit perempuan itu menjadi sangat berkilau.

"Shani!" seru Veranda yang tengah berlari kencang menuju arah mereka sambil membawa payung. Di belakang Veranda ada dua orang laki-laki yang Gracia ketahui mungkin adalah bodyguard-nya.

"Kak Ve," isak Gracia.

"Esge, are you okay?" tanya Veranda dengan wajah panik. "Cepat! Angkat adikku dan bawa dia kembali ke kamarnya! Lindungi dia dari apapun, jangan sampai media tahu hal ini,"

Kedua laki-laki itu mengangguk. Salah seorang dari mereka mengangkat tubuh Shani dan satunya lagi memayungi laki-laki itu dan secepat kilat berlari untuk masuk ke dalam hotel. Shani sudah tidak sadarkan diri. Seluruh tubuhnya terkulai lemas. Wajahnya pucat pasi sepucat butiran salju. Gracia dapat melihat perempuan itu sekilas tidak mengeluarkan nafasnya sama sekali.

"Kak Ve," panggil Gracia lagi dengan isakan kecilnya. "Ini semua salah ku Kak. Ini semua karna aku. Shani, dia akan baik-baik saja kan Kak? Benarkan?"

"Esge" ujar Veranda. Ia ikut menangis dan memeluk Gracia sangat erat. "Berdoalah agar tidak terjadi apa-apa pada Shani. Berdoalah. Kamu pasti masih ingat betapa sengsaranya dia saat dia berada di gereja kan? Ini jauh lebih parah. Ribuan kali lipat lebih parah. Berdoalah, Gre. Semoga adikku tidak apa- apa,"

"Kak Ve, ini salahku, ini semua salahku. Dia tidak perlu menolongku. Seandainya dia tidak menolongku, dia tidak akan sekarat, dia tidak akan kesakitan seperti tadi, Kak. Semua ini salahku," isak Gracia.

Pekikan dan jerit kesakitan yang keluar dari bibir Shani tadi benar-benar menusuk-nusuk ulu hati Gracia. Di dalam kedua telinganya, ia masih bisa mendengar jerit kesakitan itu. Di dalam matanya yang tertutup, ia masih bisa melihat raut wajah Shani yang begitu kesakitan.

Hatinya benar-benar remuk melihat dan mendengar itu semua. Ia benar-benar tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Ia jauh lebih memilih mati daripada melihat Shani seperti itu. Semua ini salah dirinya.

Apakah ini hukuman untuk mereka berdua?

"Berjanjilah untuk melupakanku, untuk menghapus perasaanmu,"

"Aku tidak bisa menepati janjiku untuk melupakanmu dan menghilangkan perasaan ini,"

'Beginikah cara mereka untuk memisahkan kita? Atau beginikah caramu agar aku dapat melupakan semua tentangmu, Shan?'

Kejam sekali jika ini adalah hukuman untuk mereka.


🗣️🗣️🗣️
Apalagi lagiiiiii iniiiiiiiii? 😭😭
Mau happy ending ajah susah banget 😭😭

Pendek yah? Yah maaap 😌😌
Last up for today!!! See you pan kapan untuk next partnyaaaa 🤝



The Leader's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang