32

2.3K 244 29
                                    

"Itu... Aku...." ucap Gracia dengan terbata-bata. Ia menjadi gugup seperti ini bukan karena bingung mau menjawab apa. Tapi karena aura diri Shani yang mendadak dingin. "Aku tidak tau. Anin juga tidak ada mengabariku. Kalau dia mengabariku mungkin aku akan bertemu dengannya."

"Kamu datang ke Surabaya ini sebagai manajer Dream Queen dan asistenku, bukan untuk berwisata. Kamu tahu malam ini adalah konser kami dan kamu berencana pergi? Jangan membuatku menyesal karena sudah menggantikan Kak Yona denganmu." lirih Shani. Kata-katanya yang tajam tersebut benar-benar membuat Gracia tertohok.

Selesai berkata seperti itu, Shani langsung melangkah pergi menjauhi Gracia sambil membawa troli belanja mereka menuju kasir terdekat di supermarket itu.

"Geez, ada apa dengannya?" rutuk Gracia pelan dan ia mengikuti perempuan itu

Selesai berbelanja dan keluar dari supermarket, Shani dan Gracia bersama-sama melangkah menuju halte dan menunggu sampai bus yang mereka tuju datang. Semua plastik belanjaan yang berisi bahan makanan dibawa oleh Shani dan perempuan itu tidak membiarkan Gracia membawanya. Sehingga orang-orang yang ada di sekitar mereka memberi pandangan heran, takjub, dan terpana pada Shani.

"Apa aku terlihat aneh?" tanya Shani heran saat mereka berdua sudah naik ke dalam bus dan duduk dengan nyaman di dalamnya.

Gracia tertawa kecil. "Tidak. Mereka hanya takjub karena seorang gadis cantik sepertimu mampu membawa belanjaan sebanyak ini."

Shani diam tidak berkomentar. Matanya malah sibuk memerhatikan seorang laki-laki berumur sekitar 30-an yang ada di samping kiri bangku mereka berdua. Penasaran dengan apa yang diperhatikan Shani, Gracia juga ikut menolehkan wajahnya ke samping kiri dan mendapati laki-laki umur 30-an itu memandangi Gracia. Tentu saja pandangan laki-laki yang tengah 'lapar'.

Namun, ketika Shani dan Gracia balik memandangnya, laki-laki itu langsung mengalihkan pandangannya. Dan Gracia hanya bisa menghela nafas panjang.

"Ayo tukar tempat." ujar Shani pelan, yang matanya masih menatap tajam ke arah pria tua itu. Shani menyuruh Gracia untuk duduk di samping jendela dan ia duduk di bangku luar.

"Kenapa?" tanya Gracia heran.

"Apa kamu mau dipandangi seperti orang yang tengah ditelanjangi oleh pria tua itu?" gertak Shani. "Aku tidak mau melawan pria tua lagi untuk yang kedua kalinya. Cukup sekali saja di dalam pesawat."

Gracia tersentak dan ia menggenggam ujung baju lengan kiri Shani. Pandangannya tajam dan penuh selidik.

"Jujurlah padaku. Apa itu artinya aku tidak bermimpi? Aku tertidur di dalam pesawat dan kamu di sampingku? Aku berpikir itu adalah mimpi, sampai aku mencium wangi khas parfummu dan kamu yang mengucapkan, 'Tidurlah'. Tapi aku kembali menggunakan logikaku saat kamu meminjamkan pundakmu untuk Kak Yona. Jadi, aku memutuskan itu adalah mimpi. Tapi itu bukan mimpi, benarkan?"

"Hmm, itu bukan mimpi. Aku yang membuatmu tertidur dan mengancam pria tua itu agar pindah ke bangku yang lain sebelum aku berteriak 'pervert' di dalam pesawat. Semua yang kamu katakan benar, itu bukan mimpi. Dan selama perjalanan kamulah yang meminjam pundakku, bukan Kak Yona. Aku kembali ke bangkuku saat kamu sudah terbangun." jelas Shani.

"Kamu pikir orang lain tidak risih jika ada kejadian menjijikkan seperti itu? Kalau kamu berharap aku diam saja waktu itu, kurasa kamu akan memilih untuk bunuh diri sesampainya kita di Surabaya."

Shani bangkit berdiri dan menarik Gracia untuk pindah ke bangku yang berada di samping jendela. Gracia tidak memberi banyak komentar apa-apa dan hanya diam melihat tingkah gadis yang saat ini menjelma menjadi seorang gadis cantik itu.

"Terima kasih Shan." lirih Gracia tulus setelah lima menit penuh mereka saling diam. "Untuk yang di pesawat dan di bus ini. Aku benar-benar sangat berterima kasih."

The Leader's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang