30

2.5K 234 24
                                    

"Eung...." erang Gracia dalam tidurnya. Ia bergelung di dalam bedcover dan memutuskan untuk melelapkan dirinya kembali. Sayang, rasa kantuknya hilang begitu saja saat tenggorokannya terasa kering.

Karena tidak dapat menahan rasa dehidrasinya lebih lama lagi, Gracia menyingkap bedcover itu dan bangkit dari tempat tidur. Ia keluar dari kamar Shani dan berjalan menuju dapur. Belum sempat gadis itu membuka pintu kulkas, kedua matanya menangkap beberapa bungkusan tomato juice di dalam keranjang sampah. Bungkusan itu menarik perhatian Gracia karena ia masih sangat mengingatnya. Bungkusan yang pernah ia jadikan tempat untuk menyimpan darah hewan untuk Shani.

Gracia membatalkan niatnya untuk membasahi kerongkongannya dan lebih memilih mengambil bungkusan itu dari dalam keranjang sampah. Ia mencium baunya dan tidak salah lagi, bungkusan itu berisi darah hewan sebelum isinya diminum.

Dan siapa lagi yang meminum darah hewan di apartemen Chika selain Shani Indira?

Selama beberapa detik memandangi bungkusan itu, Gracia membuangnya kembali dan langsung keluar dari apartemen. Ia melesat menuju rooftop gedung apartemen tanpa banyak berpikir. Entahlah, tapi perasaannya berkata gadis itu tengah berada di sana.

Sesampainya di sana, Gracia membuka pintu rooftop dan ia bisa melihat dengan jelas gadis itu tengah tertidur pulas di atas kursi ayunan yang panjang. Secara perlahan, gadis mungil itu mendekati tubuh Shani dan berlutut di depan wajahnya sembari dipandanginya lekat-lekat. Wajah seorang Shani Indira begitu damai dan terlihat polos sekali saat tidur, membuat Gracia menyunggingkan senyum manisnya.

Angin berhembus cukup kencang menerpa tubuh mereka berdua tapi tidak membuat tidur Shani terganggu. Angin itu membuat tubuh Gracia sedikit kedinginan. Namun, ia tidak beranjak dari tempatnya dan memilih terus memandangi wajah damai Shani.

"Ternyata kamu jauh lebih cantik kalau tidur seperti ini." gumam Gracia. Jari telunjuknya hendak menyentuh beberapa helai rambut Shani yang menutupi mata kanannya tapi niat itu langsung sirna seketika.

Tepat saat itu, betapa kagetnya Gracia, kedua mata Shani terbuka. Kedua mata tajam itu menatap dalam dalam manik mata Gracia sampai rasanya menusuk ulu hati gadis itu. Gracia terbelalak dan ia jatuh terduduk dengan wajah tercengangnya.

"K... Kamu terbangun karena aku?" tanya Gracia gelagapan. Ia bangkit berdiri seraya dengan canggung membersihkan celananya yang sedikit kotor karena terduduk di lantai rooftop. Shani sudah mendudukkan dirinya di kursi ayunan itu dengan ekspresi yang sulit terbaca.

"Ma.. maaf. Aku akan segera turun. Aku minta maaf kalau tidurmu terganggu." pamit Gracia lagi tanpa bisa memandangi wajah Shani karena wajahnya sendiri sudah merah padam.

Sebelum Gracia sempat berbalik untuk pergi, Shani sudah menarik pergelangan tangan kanannya dan mendudukkan gadis itu tepat di sampingnya. Gracia terpekik kaget saat tubuhnya terhempas duduk di samping gadis itu. Mereka saling berpandangan satu sama lain cukup lama, dengan Shani yang masih menggenggam erat tangan kanan Gracia.

Tatapan tajam yang mendalam dari Shani membuat siapa saja mati membeku, termasuk Gracia sendiri. Bahkan, gadis itu susah sekali menelan ludah saking terjebak dan terbawa terlalu dalam oleh tatapan menghipnotis gadis itu. Jantung Gracia sudah memompa sepuluh kali lebih cepat dari biasanya dan darahnya naik ke ubun-ubun tanpa bisa ia cegah, mengakibatkan rona merah yang ada di kedua pipinya tercetak dengan jelas.

Namun, entah kenapa suhu tubuh Gracia menjadi hangat dan terasa nyaman meskipun angin saat itu berhembus sangat kencang. Gracia merasa kehangatan itu menjalar dari genggaman tangan Shani, itu sebabnya ia merasa enggan melepaskannya. Dan Shani juga terlihat tidak mau melepaskan genggaman itu.

"Apa aku benar-benar cantik saat tertidur tadi?" tanya Shani tiba-tiba, setelah mereka cukup lama terdiam. Ia memberikan senyum menyeringainya pada Gracia.

The Leader's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang