Raka mengemasi semua barang-barangnya ke dalam koper. Laki-laki itu menghela napas kasar. Meskipun keberangkatannya 3 hari lagi, Raka sudah berkemas jauh-jauh hari.
Alasan Raka tak langsung memesan tiket kereta untuk besok setelah neneknya menelepon adalah karena ia masih ada urusan di Cirebon. Apalagi, jika bukan menunggu surat kelulusan dibagikan. Meskipun ia bisa saja mengambilnya nanti, tetapi entah kenapa ia semacam punya firasat tertentu yang mengharuskannya mengambil surat kelulusan itu.
"Raka."
Raka menoleh mendapati Hendra yang baru saja melangkah memasuki kosannya. Laki-laki duduk lesehan di samping Raka. Kemudian menepuk-nepuk bahu Raka. Seolah memberi kekuatan. Hendra jelas tahu apa yang baru saja menimpa temannya ini. Ditinggalkan orang tersayang tanpa alasan. Memang sangat menyakitkan.
Raka kembali sibuk melipat baju usai menatap netra Hendra sekilas. Matanya tiba-tiba memanas, tetapi sebisa mungkin ditahan.
"Ira jangan sedih. Ada kita di sini," hibur Hendra.
Raka terkekeh. "Kenapa lo di sini? Bukannya lo bilang gak bakalan bantuin gue?" tanya Raka dengan nada sarkas.
Hendra diam sebentar. Meskipun mendapat kalimat tanya dengan nada sarkas, ia berusaha untuk tidak tersinggung. Ia paham, Raka sedang marah sekaligus sedih. Marahnya Raka itu meluapkan kekesalan pada orang dengan nada sarkas. Lagi pula, ini salahnya karena mengatakan kalimat tak mengenakkan kemarin.
"Kita minta maaf, Ka. Kita gak bermaksud."
"Pergi deh lo. Gue lagi gak mau diganggu."
Hendra mengembuskan napasnya pelan. Laki-laki itu menurut, kemudian beranjak pergi usai pamit. Hendra memilih menuruti keinginan Raka karena ia tahu, jika ia memaksa tak menutup kemungkinan. Hendra akan babak belur karena dihajar. Semengerikan itu memang jika Raka sudah emosi.
Setelah kepergian Hendra, Raka menunduk kemudian meninju-ninju baju di dalam koper. "Aish! Sialan!"
"Kenapa semuanya ninggalin gue?!"
Raka merenung. Ia seolah menyadari bahwa sejak awal kehidupannya memang semenyedihkan ini. Semua orang terdekatnya pergi. Meski tak semua pergi karena alasan menyakitkan.
"Sejak awal, kayaknya gue gak pernah bisa bahagia. Bahkan sekadar ngarep buat hal yang sederhana pun. Gak pernah ada yang terwujud secara nyata."
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Rasa [TAMAT]
Romance(SEQUEL KENDALI RASA) [Disarankan untuk membaca cerita 'Kendali Rasa' dulu] Setelah hampir tiga tahun tak pernah berjumpa dan berkabar. Bak sebuah keajaiban Haura tak pernah menyangka akan berhadapan lagi dengan cinta masa SMA-nya, Raka. Tetapi so...