7 : Sebuah Keterpaksaan

301 24 0
                                    

"Bro!" teriak Tio yang baru saja memasuki Cafe You dengan barang bawaan cukup banyak dikedua tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bro!" teriak Tio yang baru saja memasuki Cafe You dengan barang bawaan cukup banyak dikedua tangannya.

Raka membalas lambaian tangan Tio.

Tio duduk di kursi yang bersebrangan dengan Raka, dan barang bawaannya ia taruh di bawah meja disenderkan pada kursi.

"Tuh udah gue pesenin minuman. Baik 'kan gue."

Tio terkekeh, laki-laki itu kemudian mengambil ice americano di atas meja. Lantas meminumnya dengan pelan, menikmati rasa segar yang mengalir melewati tenggorokannya.

Tio meletakkan kembali minumannya di atas meja. Tatapan matanya terarah pada Raka yang sibuk mengaduk-aduk minumannya. Seakan sedang memikirkan sesuatu yang penting. "Gue kira lo lupa sama gue. Jadi, kenapa nih lo sampe ngehubungin gue dan minta gue balik ke sini."

Raka menatap Tio sekilas. "Gue gak minta lo balik."

Tawa Tio mengudara. Laki-laki yang bergaya rambut under cut itu menatap Raka jenaka. "Iya-iya, gue becanda yaelah. Lagian kita udah gak pernah ketemu tuh. Lo sibuk sama dunia lo sendiri di Cirebon."

Raka menghela napas.

"Jadi, lo beneran bakalan stay di Jakarta?" tanya Tio penasaran.

"Iya, gue keterima beasiswa di Universitas Bhayangkara," jawab Raka malas.

Dari ekspresi wajah Raka saja, Tio bisa menilai kalau ada sesuatu yang dipendam Raka, dan bisa jadi itu masalah yang serius. "Terus kenapa lo keliatan gak ikhlas gitu," tembak Tio yang jelas belum tahu bagaimana kronologi Raka datang ke Jakarta dan soal permasalahan keluarganya. Mereka berdua bahkan terakhir berkontak dua tahun lalu. Jadi, Tio tak banyak tahu tentang permasalahan teman masa SMA-nya saat ini.

Raka menghela  napas lelah. Ia sebenarnya malas untuk menceritakan ulang permasalahan keluarganya. Terlebih lagi, mengulang bercerita itu akan membuatnya kembali merasakan sakit.

"Ada masalah sama keluarga lo lagi?" tanya Tio menebak, karena seingatnya dulu yang mengharuskan Raka pindah ke Cirebon adalah karena masalah keluarga.

Raka mengangguk. "Gue pengen balik. Tapi, sayangnya gue malah keterima beasiswa."

"Bukannya bagus, ya. Lo bisa ketemu sama Haura. Tuh anak 'kan katanya mau kuliah di Universitas Bhayangkara, deh. Meski tahun ini dia gapyear sih."

Mendengar penuturan Tio, ada emosi yang diam-diam bergejolak di dalam dada. Sampai-sampai Raka tak sadar sudah menunjukkan emosinya, raut wajahnya terlihat marah dan tangannya terkepal kuat.

Tio menyadarinya. "Lo ada masalah sama Haura?"

Raka tersentak. Laki-laki itu hanya diam. Tetapi, dengan diam seperti ini dan bagaimana respon Raka tadi. Tio bisa menyimpulkan kalau Raka dan Haura sedang ada masalah. Dan sepertinya Tio tidak akan bertanya lebih lanjut soal itu. Biarlah permasalahan itu diselesaikan oleh Raka dan Haura sendiri.

Badai Rasa [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang