15 : Perihal Batasan

224 22 4
                                    

Di ruang makan, tepatnya di pagi hari waktunya sarapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di ruang makan, tepatnya di pagi hari waktunya sarapan. Haura tampak lebih ceria dibanding hari-hari sebelumnya. Ekspresi berbeda itu, tentu saja disadari oleh seluruh anggota keluarga, tetapi yang lebih dulu berbicara adalah Zain.

"Senyum-senyum sendiri, ngapa lo? Masih waras kan?" tanya Zain dengan nada meledek.

"Makan aja, sih, gak usah gitu, Bang," balas Haura kesal.

"Udahlah, Bang jangan diisengin terus adiknya," tegur Lia sembari memasukan bekal untuk suaminya ke dalam tas.

"Iya, tuh. Kalian gak capek apa ribut terus," komentar Fahrian yang kemudian beranjak dari tempat duduk usai menghabiskan sarapan.

Fahrian dan Lia melangkah menuju pintu depan, meninggalkan kedua anaknya yang masih bersitegang di ruang makan.

Haura yang melihat orang tuanya pergi, tentu saja menggunakan kesempatan tersebut untuk meledek sang kakak balik. "Abang tuh, kapan nikah. Tiap hari kerja mulu, pacaran mulu lagi. Aku aduin ke Bunda tahu rasa loh."

"Gak asik lo, ah! Maennya ancem-anceman."

"Lagian Abang apa serunya pacaran sih, bikin sakit hati iyah. Lagian jangan kebanyakan pacaran juga, Bang. Mending langsung serius aja."

"Bocah mana ngerti sih."

"Aku udah 19 tahun loh bang otw 20 juga. Masih aja dibilang bocah," cibir Haura tak suka.

Haura buru-buru menghabiskan sarapannya. Ia ingin cepat pergi dari ruang makan. Menghindari situasi yang menyebalkan seperti ini. Sayangnya, sang Abang memang tak pernah puas untuk tidak membuat Haura kesal hingga level maksimal.

"Apa kabar lo yang gak bisa pacaran padahal saling suka 3 setengah tahun lalu. Gue tebak sekarang juga lo masih kejebak friendzone."

Ini hari terakhir Haura menjadi photografer di butik sang bunda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini hari terakhir Haura menjadi photografer di butik sang bunda. Setelahnya, tugas ini akan kembali dipegang oleh Dio.

Haura menatap Raka yang saat ini mengenakan sebuah baju koko muslim pria berwarna abu. Laki-laki itu sibuk main HP di kursi tak jauh dari tempat pemotretan.

Badai Rasa [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang