5 : Tatapan Kebencian

389 31 0
                                    

Tatapan mata Raka terpaku pada langit yang perlahan-lahan mulai terang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan mata Raka terpaku pada langit yang perlahan-lahan mulai terang. Udara pagi menusuk kulitnya yang hanya mengenakan kaus pendek dan celana selutut.

Bibirnya terkatup rapat. Tangannya menyangga pada kusen jendela. Dan pikirannya melanglang buana pada percakapan semalam. Meski gurat wajahnya datar, hati Raka tengah dilanda gelisah.

Raka kurang tidur, terlihat jelas dari matanya yang sedikit merah dan kantung matanya sedikit menghitam. Bahkan setelah menyelesaikan percakapan dengan sang nenek bukannya tenang, Raka justru semakin gelisah.

"Raka, udah bangun?" tanya Marina dari balik pintu.

Raka tersadar. Tetapi pertanyaan itu tak membuat Raka berniat membukakan pintu kamarnya yang masih dikunci. Pandangan Raka masih terpaku pada langit. "Raka udah bangun," jawab Raka singkat.

Sejujurnya bukan Raka marah pada sang nenek. Laki-laki itu hanya sedang merenung. Tentang apa yang seharusnya ia lakukan ke depannya. Dea, satu-satunya harapan Raka bersemangat justru pergi.

"Makanan ada di atas meja ya. Nenek sama kakek mau keluar sebentar."

"Iya, Nek."

Raka merogoh saku celananya begitu merasakan getaran. Sesaat ia hanya memandangi panggilan telepon atas nama Yuna. Tadinya Raka tak ingin bicara dengan siapapun dulu. Tetapi, ia mengurungkan niatnya, ia takut Yuna menelpon karena mendesak. Seperti saat kejadian tiga setengah tahun lalu. Membayangkannya saja membuat Raka ngeri.

"Halo."

"Raka, gue lupa bilang."

"Apa?"

"Eum, itu ... soal beasiswa lo di Universitas Bhayangkara. Sebenernya lo itu baru lolos sampe tahap pemberkasan. Jadi ... lo belum bener-bener dapet beasiswa di sana."

Raka berdecak kesal. "Harusnya lo bilang dari sebelum gue mutusin buat ke Jakarta."

"Maaf, gue bener-bener lupa. Lagi sibuk bantu-bantu temen buka usaha soalnya."

"Oh, iya jangan lupa cek email ya. Biasanya Univertas Bhayangkara bakalan ngasih informasi lebih lanjut di email."

"Oke."

"Oke, bye."

Panggilan terputus. Raka memasukkan kembali HP-nya ke saku celana. Laki-laki itu menarik rambutnya dengan kedua tangan. Lelah sendiri dengan keadaannya saat ini.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Badai Rasa [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang