02.

248 36 3
                                    

Simpan. Diam. Rasakan. Tidak ada yang sulit, ayolah hanya tiga hal itu dan semuanya akan berjalan dengan semestinya. Pikiran Sakura terus memaksa otaknya bekerja dengan hatinya untuk saling menyetujui, namun hati terdalam Sakura tak mau untuk bekerja sama.

Ada nama yang abadi dihatinya, meskipun tak dapat ia ungkapkan begitu jelas. Gadis itu menatap gemerlap lampu di balik jendela kamarnya yang luas. Pemandangan kota dengan kelap kelip lampu yang membiusnya. Kini sudah pukul 12.00 tengah malam, namun matanya masih belum mau untuk menutup.

Setelah puas memandangi pemandangan kota, Sakura beranjak menuju tempat tidurnya. Meskipun tidak mengantuk, namun ia harus memaksakan dirinya terlelap agar terlihat lebih segar esok harinya. Ia bersandar pada kepala ranjang dan bermain dengan ponselnya, menonton apapun yang dapat menghibur dirinya ataupun sesuatu yang dapat membuatnya bosan hingga terlelap.

Tiba-tiba saja ponsel Sakura berbunyi, sebuah nama muncul di layar ponselnya, 'mingguri'. Sakura tersenyun dan segera menekan tombol hijau dan mengangkatnya.

"Hallo" Suara bariton yang berat keluar dari celah ponselnya, jantung Sakura berdegup dengan kencang. Ini adalah Suara yang sangat ia rindukan, suara sedalam samudra yang mampu membuatnya bergetar. Hampir saja Sakura berteriak karena mendengar Suaranya saking bahagianya.

"Oh Hai, ada apa menelfon di tengah malam?" Berusaha terdengar sebiasa mungkin.

Mingyu terkekeh, "aku merindukanmu."

Jujur saja, jika laki-laki yang mengucapkan kalimat itu bukan Mingyu, Sakura akan merasa mual secepatnya. Namun hal ini berbeda, itu adalah Mingyu. Laki-laki yang ia cintai.

"Aku juga merindukanmu," sahut Sakura disertai senyuman, meskipun tak dapat terlihat namun ia berharap rasa rindunya mampu tersampaikan.

"Apa yang kau lakukan sekarang? Kenapa belum tidur? Apa kau tidak lelah?" Mingyu menghujani Sakura dengan pertanyaannya.

Tawa Sakura berhasil lolos, mengapa terdengar begitu lucu. "Entahlah, aku tidak bisa tidur. Mungkin karena cuaca sedikit terasa lebih dingin dimalam hari?"

"Mau aku datang kesana?"

"Oh ayolah, kita sudah membahas ini berulang kali."

Mingyu merengut kecewa, dia sangat merindukan wanitanya, tapi sangat sulit untuk bersama dengan miliknya. Ia menghela nafas panjang, "bagaimana kalau kita pergi makan?"

Sakura mengernyitkan dahinya dan melihat ke arah jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 12.30, "sekarang? Apa kau serius?"

"Ya, kita bisa makan di restoran pamanku. Aku janji tidak akan ada masalah"

Sakura sejenak berpikir, "ehmmm, bagaimana jika ada yang mengetahui?"

Tentu saja Sakura merasa khawatir, ia tidak ingin ada skandal apapun selama ia debut dan Mingyu mengerti akan hal itu. Oleh karenanya, ia telah menyiapkan segalanya agar Sakura tetap aman.

"Kau tidak perlu khawatir, aku sudah memperhitungkan segalanya. Percayalah padaku." Ujar Mingyu bersungguh-sungguh. Ia ingin bahwa Sakura sepenuhnya percaya padanya, ia ingin menjadi laki-laki yang bisa Sakura andalkan.

Sakura kembali mempertimbangkan, namun jika Mingyu telah menjamin hal tersebut, ia akan mempercayainya, "Baiklah"

Seutas senyum menghiasi wajah Mingyu. Akhirnya, ia bisa kembali bertemu berdua dengan Sakura.
"Bersiap-siaplah, aku akan datang menjemputmu."

"Tunggu, apa kau tau dimana letak hotelku?" Tanya Sakura mengingatkan.

"Benar, aku lupa tentang hal itu. Kalau begitu kirim alamatmu sekarang."

Only You: The Turth of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang