part 3

60.7K 3.8K 74
                                    

Enjoy!!!

•••••

Aku sedang mencoba daster-daster lucu yang baru saja sampai sore tadi, menatap pantulan diriku di cermin lalu mengusap perut yang sudah tampak menonjol membuatku tersenyum tipis.

"BUNA!" Rayhan berteriak sembari membuka pintu lebar-lebar. Lihat anak itu muncul sembari memeluk ayahnya.

Melihat paras laki-laki itu membuat perasaanku murung, aku jadi mengingat ucapannya siang tadi. Percakapan siang tadi berakhir begitu saja, dia juga nampak tidak peduli kalau aku sedang kecewa dengannya.

"Buna, ayo siap-siap!"

Aku mengerutkan kening, untuk apa siap-siap? Ngga liat apa aku udah dasteran cantik gini?

"Emang mau ke mana?"

"Ayah ajak makan di luar. Soalnya aku dah bisa naik sepeda. Ayo Buna siap-siap..." Anak itu merengek dan meminta turun dari gendongan Ayahnya dan menuju ke arahku, iya menarik ujung dasterku memintaku berganti baju.

"Aduh, Rayhan emang Buna aja yang harus siap-siap? Kamu juga dong."

Anak itu mengerutkan keningnya, ya ampun mirip bapaknya banget!

"Buna kalo siap-siap lama! Aku sama Ayah cepet siap-siapnya karna kita laki-laki. Aku siap-siap sama aja Ayah, ayo Ayah!" Bocah itu menarik jari telunjuk Ayahnya keluar kamar, pasti menuju kamar bocah itu. Sebelum menutup pintu Rayhan memberikan petuah padaku.

"Kalo aku sama Ayah udah balik ke sini, Buna harus udah siap ya... "

Aku mengangkat satu alis, "Kalo engga kenapa?"

"Aku ngga mau dicium sama Buna lagi."

Aku terkekeh mendengar ancamannya, lalu menggelengkan kepala.

***

Saat merapikan riasan di wajahku pintu kamar kembali terbuka, namun kali bukan Rayhan tapi bapaknya.

"Kamu mau ke mana? Kita cuma mau makan di pecel lele sebrang komplek kok."

Aku ternganga, gila apa? Ya ampun aku udah ganti baju mengenakan gaun hitam selutut yang baru aku buka bungkusnya, riasan wajahku ini udah cocok dibawa ke restoran bintang lima.

Aku berdecak, "Kenapa ngga bilang coba?"

Kalo gini siapa yang ngga kesel coba? Dipikir gampang apa dandan kaya gini. Ya ampun, aku mau nangis rasanya.

"Ngga usah nangis."

Aku terdiam, kalo digituin aku malah makin banjir. Ini pasti karna aku hamil jadi sensitif banget.

"Rayhan mana?" Tanyaku.

"Di bawah, nungguin kamu."

"Kalian berdua aja deh, aku ngga ikut."

Karna kalau aku ikut pun pasti suasananya akan semakin buruk, kasian anakku kena marah nanti.

"Kenapa? Rayhan mau kamu ikut."

"Pusing kepalaku Mas, adeknya kayanya capek," Balasku sembari mengusap perutku yang mulai membuncit itu, lalu meraih pembersih wajah untuk menghapus semua riasan wajah ini.

"Okey."

Sudah begitu saja, dan pintu kamar tertutup rapat. Ngga ada bujuk-bujuk, tanya-tanya aku gimana, apalagi minta maaf.

Can I Be Her [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang