Enjoy!!!
******
"Kamu mau ke mana?"
"Tidur di kamar Rayhan," Jawabku.
Mas Damas yang tengah merapikan tempat tidur langsung menghentikan gerakannya, kami baru saja tiba di rumah ini tadi sore dan keadaan rumah cukup berantakan, banyak debu-debu di tempat yang memang jarang tersentuh.
"Kok tidur di sana?"
Aku menatap Mas Damas yang tengah melangkah ke arahku.
"Gapapa, aku cuma mau tidur sama Rayhan."
Mas Damas terdiam sebelum berbicara, "Rayhan sudah biasa tidur sendiri."
"Ya, kamu juga sama, 'kan?"
"Tapi... Kita baru baikkan."
Aku menatap Mas Damas tepat di depan matanya, "Kalo baikkan harus langsung tidur bareng?"
"Bercinta kalau bisa," Jawab Mas Damas cepat.
Aku menganga mendengarnya, akhir-akhir ini Mas Damas jadi sering bicara panjang dan frontal seperti ini dan aku cukup kaget dengan tingkahnya yang satu itu.
Aku menggeleng, "Nggak bisa, lagi datang bulan. Udah, deh, aku ke kamar Rayhan."
Saat aku hendak membuka pintu kamar Mas Damas menahan tanganku lalu ia berujar, "Bukannya jadwal datang bulan kamu udah lewat ya harusnya?"
Aku gelagapan. Aku lupa kalau Mas Damas selalu ingat jadwalku.
"Aku nggak mau," Jawabku jujur.
Mas Damas mengangguk, "Aku suka kalau kamu jujur, mulai sekarang kamu, aku, kita harus saling jujur sama perasaan masing-masing."
Aku mengerjap lalu mengangguk saja meninggalkan Mas Damas di kamar, selama perjalanan menuju kamar Rayhan aku banyak berpikir dan menarik satu kesimpulan.
Komunikasi itu memang hal penting, sangat penting. Tapi selain itu ada yang jauh lebih penting yaitu pemahaman. Karena sebaik apapun aku dan Mas Damas mengomunikasikan perasan dan pemikiran kami, kalau aku dan Mas tidak bisa saling memahami komunikasi itu akan kacau.
Dan beruntungnya, aku tidak sampai di titik itu. Aku dan Mas Damas masih mau saling memahami.
Aku tersenyum sambil memeluk Rayhan yang sudah tertidur, aku yakin bersama adalah satu-satunya cara untukku dan Mas Damas bahagia.
******
"Eh!" Aku yang tengah mengoleskan selai pada roti tawar terkejut saat tiba-tiba Mas Damas mengecup pipiku.
Ini bukan Mas Damas sama sekali dan aku merasa aneh.
"Pagi, Rayhan."
Rayhan yang sebenarnya masih mengantuk tak membalas sapaan Ayahnya tapi anak itu diam saja saat Mas Damas mengecup pipinya berkali-kali.
"Raiya," Panggil Mas Damas. Ia tak langsung duduk di kursi melainkan berdiri di sebelahku, menatapku dari atas bawah dengan dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Be Her [end]
RomanceBisakah sekali saja aku menjadi dia? Menjadi sosok yang begitu kamu cintai bahkan saat napasnya sudah tidak lagi terdengar.