part 16

57.6K 3.8K 904
                                    


ENJOY!!!!

Kita mundur dulu bentar

**********

Pov of Damas

Jogjakarta

Aku menatap gundukan tanah itu, tempat yang dalam beberapa tahun terakhir jarang aku kunjungi, tidak seperti sebelum lima tahun lalu hampir setiap akhir pekan aku mengunjunginya.

"Anin," Lirihku.

Aku mengatakan pada Raiya kalau terkadang aku merasa bersalah jika menghapus Anin dari hidupku, tetapi lebih daripada itu. Aku merasa bersalah karna aku menjadi penyebab kematian Anin datang lebih cepat.

"Nin, Raiya minta pisah sama aku. Kamu tau, Nin? Aku jadi keinget kejadian dulu. Dulu kamu juga minta pisah sama aku."

Aku mengusap nisan kusam yang bertuliskan nama Anin di sana. "Kamu bener, aku nggak akan pernah berubah. Justru hanya akan semakin parah."

"Tapi, Nin. Aku nggak mau kehilangan Raiya. Mungkin kalau kamu denger aku sekarang, kamu akan sakit hati tapi Nin dusta besar kalau aku bilang baik-baik aja tanpa dia di sini. Anin, aku... "

Rasanya aku tak mampu menyelesaikan kalimat itu, tapi untuk hidup yang terus berjalan aku harus mengatakannya.

"Sepertinya aku jatuh cinta lagi, dan kali ini lebih dahsyat. Anin, maaf aku mungkin akan lebih jarang ke sini, mungkin setelah ini ulang tahunmu akan jadi hari-hari biasa saja. Tapi, Nin, Mas mau bilang makasih sama kamu karna sudah menjadikan Mas yang terakhir, Mas seneng bisa jadi orang yang kamu lihat sebelum kamu menutup mata selama-selamanya, Nin. Nin, Mas dateng ke sini bukan untuk perpisahan terakhir sebelum kamu benar-benar dilupakan. Kamu nggak akan pernah terlupakan Nin, kamu pernah ada di hati dan hidup Mas.

"Nin, aku dan kamu berhak bahagia dengan cara, pilihan, dan keputusan apapun. Takdir sudah menuntun kita sampai titik ini, Nin, aku mau bilang...selamat berkelana dengan makna kasih tak sampaiku, karna Mas pun akan begitu."

Aku menatap gundukan tanah itu sebelum bangkit, mengusap permukaannya sebentar lalu terbesit memori dulu saat pertama kali datang ke sini untuk mengantar Anin ke peristirahatan terakhirnya.

"Lebih lega?"

Aku mendengar suara dari arah belakangku. Dia Dela teman dekat Anin dulu sekaligus seorang psikolog yang sudah membantuku sejak Anin pergi dari dunia ini.

Saat Anin pergi, meninggalkan trauma besar untukku, aku benar-benar tidak bisa hidup dengan baik. Raiya tidak tau siapa itu Dela kalau Raiya tau wanita itu pasti akan merajuk dan berprasangka kalau Dela adalah selingkuhanku, mungkin rujukannya akan berupa runtutan pertanyaan atau mungkin diam dan lirikan sinisnya.

Aku menatap sendu tanah yang aku pijak sekarang, sudah lama aku tidak mendengar suaranya. Aku rindu.

"Anin pasti mau kamu bahagia di sini, dia bakal lebih sedih kamu terperangkap sama masa lalu yang bukan salahmu."

Aku masih ingat hari itu, hari di mna Anin meninggalkanku. Anin memang memiliki kondisi fisik yang lemah sejak kecil dan baru diketahui setelah kami menikah ia mempunyai kista dan hal itu membuatnya sulit untuk mengandung, berkali-kali aku katakan padanya kalau aku tak masalah tidak memiliki keturunan. Kukatakan padanya menghabiskan masa tua hanya berdua dengannya sudah sangat cukup untukku, bertemu dengannya adalah salah satu hal yang paling aku syukuri.

Tapi Anin itu keras kepala, dia sangat takut ditinggalkan katanya, ia takut aku tak selalu berada di sisinya. Ia takut aku jatuh cinta pada yang lain, dan hal itu adalah hal-hal yang terus kami ributkan setip hari. Bahkan saat aku meninggalkannya kami masih bertengkar. Kata yang masih terus terngiang di dalam kepalaku adalah ia takut aku mencintai yang lain.

Can I Be Her [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang