Part 5

63.4K 3.8K 35
                                        

Enjoy

..........

Mas Damas menyatukan bibir kami, ia membuat ciuman dalam yang membuatku terlena akan setiap decapan bibirnya. Tanganya yang lebar dan kasar mengusap sensual lingkaran pinggangku. Posisi kami masih sama, berdiri di depan pintu ruang kerja Mas Damas, dan obrolan tadi? meluap begitu saja.

Mas Damas menghentikan ciumannya namun ia tetap tidak memberikan jarak, dahinya bersandar di dahiku, ia mengusap lembut pipiku yang sepertinya semakin berisi karna kehamilan keduaku ini.

"Maaf," lirihnya.

Maaf untuk apa? Apa yang perlu dimaafkan?

Aku menarik napas sembari melerai rengkuhan Mas Damas, "Aku mau ke kamar, Mas."

"Capek?" Aku memilih tak menjawab, melainkan memilih untuk membalikkan badan menuju pintu kamar. Kukira Mas Damas tak akan mengikutiku tapi dugaanku ternyata salah, dia ikut berjalan di belakangku, namun ia memilih untuk ke kamar mandi terlebih dahulu berbeda denganku yang langsung membaringkan diri di ranjang.

Saat aku mulai memejamkan mata, aku merasakan sentuhan lembut di pucuk kepalaku. Oke, cukup akui bahasa cinta Mas Damas adalah sentuhan, ia selalu senang menyentuh di setiap kesempatan dan karna hal itu pula lah yang selalu membuatku terus jatuh pada Mas Damas.

"Raiya."

Saat Mas Damas memanggil namaku, aku langsung membuka mata, tatapan lembutnya menjadi sapaan pertama yang aku lihat. Mas Damas hendak membuka suara lagi, tapi ia sepertinya merasa ragu maka dari itu ia memilih untuk mengatupkan kembali bibirnya.

"Kenapa?" Tanyaku datar.

Mas Damas hanya diam sembari menatapku, menatapnya dari bawah sini semakin membuatku sadar kalau paras laki-laki ini ngga ada jelek-jeleknya, dan entah mengapa hal ini membuatku kesal. Pasti dengan keadaanku sekarang di mana badanku mulai berisi meski tidak terlalu drastis membuat diriku tampak jelek, tiba-tiba rasa rendah diri ini muncul apalagi membayangkan paras Anin, aku kalah jauh.

"Aku jelek ya diliat dari atas? Pasti pipiku melebar, beda sama Anin yang-"

Aku terbungkam, karna Mas Damas langsung menerjang bibirku dengan kecupan sekilas. Saat aku hendak membuka suara lagi, Mas Damas kembali melakukan hal yang sama.

"Mas!" Protesku.

"Kamu ngga capek? Dari dulu pembahasan kamu selalu sama, pada akhirnya aku di sini, 'kan? Sama kamu."

"Itu karna kamu juga ngga pernah berubah, kamu-"

"-aku kangen kamu. Boleh?"

Aku menahan napas, saat satu ciuman panjang dihadiahkan untukku. Kalau begini bagaimana bisa aku menolak?

Aku membalas ciuman panjang yang Mas Damas berikan, meski sudah melakukan hal ini berkali-kali tapi rasa berdebar di dadaku ini tak pernah berubah, aku selalu merona jika di hadapkan sisi Mas Damas yang ini.

Ia seperti, predator yang telah menemukan mangsanya. Dan hanya pada saat seperti ini lah, aku benar-benar merasa dicintai.

••••••

Can I Be Her [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang