Enjoy!!!
******
Damas
Saat sampai ke rumah Mama aku menatap bingung pada mobil lain yang bertengger manis di sana. Aku tidak tau itu mobil siapa.
"Assalamualaikum," Aku mengucap salam dan mataku langsung bertemu Hakim. Entah mengapa aku tidak suka dengan tatapan Hakim kepada Raiya. Dia menatap Raiya agak lain, dan aku tidak suka hal itu.
Aku menanyakan keadaan Rayhan dan meminta izin untuk masuk, untungnya Raiya mengizinkan.
Aku kira Rayhan tidur ternyata anak itu merengek digendongan Mama. Aku tersenyum tipis saat Mama melihatku. Dari tatapan matanya dia pasti bertanya-tanya terkait hubunganku dengan Raiya.
"Boleh aku gendong Rayhan?"
Rayhan menengok ke arahku, ia langsung meronta turun dari gendongan dan berlari ke arahku lalu masuk ke dalam gendonganku.
"Mama apa kabar?" Tanyaku sambil mengusap punggung Rayhan.
Mama hanya mengangguk saja. "Papa belum tau, Mama harap kamu masih bisa bicara baik-baik."
Aku pun mengangguk sebelum wanita itu pergi aku meminta izin pada Mama.
"Aku izin bawa Raiya keluar, Ma."
Mama menatapku heran. "Loh? Dia masih istri kamu, 'kan? Ngapain izin?"
Aku tersenyum tipis lalu mengangguk.
Raiya istriku. Selamanya.
*****
Aku membawa Raiya ke rumah kami. Awalnya aku ingin membawanya ke tempat lain. Tapi setelah dipikir-pikir tidak ada tempat yang nyaman dan aman selain rumah sendiri bukan?
Raiya terlihat sangat sendu saat melihat rumah kami, ia bahkan bertanya kenapa membawanya ke sini. Dan entah mengapa hal itu membuatku sakit melihat Raiya terlihat enggan datang ke rumah yang banyak menyimpan kenangan ini.
Wajah Raiya makin lama kian pucat. Aku sangat khawatir, tapi aku bingung harus mengungkapkannya seperti apa.
"Minum? Kamu tampak pucat."
Raiya pun mengangguk, ia mengikutiku ke arah dapur dan aku semakin meringis karna di dapur tidak ada apa-apa. Bahkan persedian mie instan habis karna aku setiap hari mengonsumsi itu.
Saat Raiya tak ada di sini, tidak ada makanan yang bisa aku makan dengan nyaman. Semua yang aku makan terasa hambar dan menyakitkan, padahal aku seorang juru masak. Tidurku pun tidak teratur, sejak saat itu aku sadar kalau bukan Raiya yang akan susah kalau aku tidak ada melainkan aku. Aku yang akan kesulitan tanpa Raiya di sisiku.
Aku memberikan minum itu kepada Raiya. Ia meminumnya dengan perlahan, aku menatapnya yang menggenggam gelas terlalu erat sampai jari-jati tangannya nampak memerah. Dia bisa terluka.
Aku mendekat ke arahnya melepas genggaman tangannya, inginnya aku mengantikan gelas itu dengan tanganku tapi aku tidak punya keberanian sebesar itu sekarang.
Aku bingung memulai pembicaraan dari mana, haruskah dari Anna? Bi Daya? Atau Anin? Raiya sendiri tidak tau Anin meninggal karna apa, yang dia tau Anin meninggal karna sakit. Aku memang tidak pernah bercerita apapun tentang masa laluku dengan Raiya. Aku baru sadar seburuk itu komunikasiku dengannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/335709041-288-k816311.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Be Her [end]
RomanceBisakah sekali saja aku menjadi dia? Menjadi sosok yang begitu kamu cintai bahkan saat napasnya sudah tidak lagi terdengar.