Baru memunculkan diri, sudah waspada setengah mati. Belum diberikan ancaman, tapi sudah sigap merajut rencana untuk balik menyerang. Itulah ciri penjahat yang bersalah.
[ s e c r e t ♪ y o u ]
"Abisin, ya, makannya."
Lembut mengintruksi, Lyne menyahuti mangkuk berisi bubur yang ia bawa—meninggalkan segelas air putih serta beberapa butir obat di atas nakas. "Biar cepet sembuh."
Di kejadian malam itu—Cahaya tidak bisa mengendalikan diri dari syok, hingga berujung jatuh sakit di keesokan harinya. Beban pikiran menyulut suhu tubuhnya tidak lekas menurun, dan baru membaik di hari ketiga ini—meski masih lemas dan pucat.
"Chacha ada, Bun?" Pertanyaan itu lolos disela penolakannya—menahan suapan Lyne.
Jelas Lyne bingung. Disuruh makan, tetapi gadis itu malah menanyakan hal yang lain.
Tetapi agaknya Lyne lekas mengerti, menyulut seulas senyum muncul di belah bibir tipisnya. "Eum? Kayanya lagi ada yang mau dimanja sama adeknya, nih." Terdengar menyindir, tetapi seraut wajahnya kentara sekali hanya menggoda. Menyulut Cahaya untuk terkekeh menanggapinya.
"Yaudah, Bunda panggilin." Lyne beranjak, menyimpan mangkuk bubur kembali ke tempat lalu bergegas keluar guna memenuhi ucapan.
Barangkali hanya berselang dua menit, gadis itu menunjukkan eksistensi memenuhi panggilan Cahaya. Tetapi seraut wajahnya tidak begitu cerah kala memasuki kamar—suram, terlihat ditekuk sekali.
Tanpa kata, Chandrika langsung menyahuti mangkuk lalu mengambil posisi duduk di tepi—menghadap Cahaya. Kesannya dingin sekali, tanpa lirikan pun teramat datar selagi tangan menyiapkan suapan pertama.
Usai menerima suapan pertama, segurat kerutan muncul di kening Cahaya kala melihat tingkah adiknya itu. Chandrika seperti enggan menatap, bahkan dia menunduk begitu saja usai menyuapi.
"Jangan diaduk." Cahaya sampai harus mengingatkan, kala gadis itu akan mengaduk isi mangkuknya. Suapan pertama benar, tapi sekarang justru akan diaduk—padahal Chandrika tahu, Cahaya berada di tim 'tidak diaduk' jika makan bubur.
"Maaf." Katanya, terdengar lesu sekali. Kemudian melanjutkan kegiatannya dengan benar. Dan di suapan kedua pun Cahaya masih belum mendapatkan antusias baik dari seraut wajah gadis itu.
"Lo marah? Gak mau nyuapin gue, ya?"
Pertanyaan itu—akhirnya—segera menarik atensi Chandrika untuk beradu tatap, .. "Nggak, ko'. Bukan gitu." Dia menggeleng rusuh guna menyangkal.
Agaknya, Chandrika baru menyadari jika tingkah dinginnya baru saja mengganggu perasaan Cahaya. "Maaf, tapi aku lagi kepikiran Cindra." Menjelaskan, dan Cahaya lekas mengerti.
Cahaya tidak perlu bertanya lagi. Perihal kucing hitam itu—ia tahu jika Chandrika sedang resah sekarang.
Sejujurnya, sejak sebulan lalu kucing itu memang seringkali hilang dari rumah. Tapi masih ada kalanya dia pulang, meski tidak tentu waktu. Tetapi sekarang, hewan berbulu hitam legam itu tidak kunjung kembali setelah kehilangannya—pekan lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret You || 2022
Ficção Geral"Versi Baru Kehidupan dan Cinta" Chandrika tidak pernah menyangka jika pertemuannya dengan pemuda asing itu akan sangat mempengaruhi kehidupannya. Phobia hingga trauma. Bahkan gilanya ia harus menanggung rindu berkepanjangan. Kasus pembunuhan yang t...