"Versi Baru Kehidupan dan Cinta"
Chandrika tidak pernah menyangka jika pertemuannya dengan pemuda asing itu akan sangat mempengaruhi kehidupannya. Phobia hingga trauma. Bahkan gilanya ia harus menanggung rindu berkepanjangan.
Kasus pembunuhan yang t...
Tittle : Secret You Author : Annisa Nurfadilah (anufa_dillah) Genre : Semi-Fantasy, Romance, Mistery, Toxic Relationship, Psycho, Action Setting of the story : Indonesia -Jakarta Language : Baku (Narasi) - Non Baku (Dialog) Inspiration : I seeing a white cat acting like a human (in real, not movie) First Published : 25 Desember 2022 Re-publish : 22 January 2024 End : 17 March 2024 Chapter : 55 chapter (Prologue+Epilogue) Word : 2000-3000 /chapt
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setiap rahasia pasti akan terbongkar. Jangan berpikir bisa selamanya bersembunyi di balik topeng. Bahkan bangkai pun akan tercium aroma busuknya.
[ s e c r e t ♪ y o u ]
Langkahnya gontai. Kaki seperti tidak berpijak dengan benar, nyaris bergetar hebat kala berupaya mencapai sosok lelaki—yang tengah ia tatap dengan teramat tajam. Cairan bening mulai menumpuk di pelupuk, melengkapi merahnya bola mata yang kian terasa memanas.
Kecewa tak mampu lagi disembunyikan, sorot mata tidak bisa berbohong. Demi Tuhan, ia sungguh tak menyangka jika jawaban yang selama ini dicari akan berujung seperti ini.
Tatkala sampai berhadapan, lelaki itu membeku keras. Bahkan, dia sendiri terkejut. Kentara sekali panik, lelaki itu ketakutan. Menggeleng, dia berupaya menepis segala asumsi gila yang merundung atmosfer.
Namun apa yang bisa diperbuat? Semua sudah terbongkar dengan teramat jelas tepat di depan mata. Kini dia tidak bisa menghindar lagi. Dia harus mengakuinya.
"Kenapa Kakak ngelakuin ini sama aku?" Suaranya bergetar, menandakan jika ia mulai terguncang oleh fakta yang ada.
Andai menolak kenyataan semudah membalikan telapak tangan, pasti sudah ia lakukan saat ini juga.
Lelaki itu kembali menggeleng, ini bukan lagi perihal menyangkal. Jelas ini sebuah permintaan maaf tanpa suara. Kilatan nyala terang kekuningan itu terlihat semakin jelas.
"Dengerin gue—"
"Jangan sentuh aku!" Ia menggertak—menepis sentuhan lelaki itu. Tidak, ia sungguh tidak ingin lagi tersentuh oleh manusia itu.
Manusia? Entahlah.
Ia tidak tahu, tetapi lelaki itu memberi reaksi tertegun—yang mana kentara sekali dari gesturnya, bahkan terkesan berlebihan. Berakhir dia mencengkram dadanya sendiri, seperti menahan sesuatu yang menyakitkan disana.
"Kenapa Kakak ngebohongin aku?! Kenapa Kakak bikin aku kecewa kaya gini, ha?!" Tak peduli lagi perihal sopan santun yang terpatahkan oleh teriakan bahkan bentakan, emosi terlanjur menguasai.
