Caranya makan yang mampu membuat orang langsung lapar begitu melihatnya lahap menghabiskan makanannya sama seperti Nyonya Brien. Caranya tersenyum, sedikit ditarik tapi mampu mengeluarkan pesonanya. Lalu caranya tertawa lebar sungguh sangat sexy menampilkan deretan giginya yang putih. Suara tawanya membuat Dylan sukses tak bisa menahan senyumnya. Dylan mengamati semuanya yang ada pada Lani. Percaya atau tidak Lani sangat mirip dengan Nyonya Brien.
Dylan mengerjabkan matanya. Ia tersentak saat Nyonya Brien memanggilnya.
"Dylan?!!" Nyonya Brien menaikkan alisnya sebelah, tanda ia menanyakan apa yang Dylan pikirkan.
"Nothing, Ibu. Hanya merasa kalian sangat mirip. Aku sempat berfikir...."
"Enyahkan pikiran kotormu, Nak. Kau sudah terkontaminasi Rexan yang gemar menonton drama korea."
Dylan meringis kikuk. Nyonya Brien melotot lebar. Bagaimana mungkin ibunya tau kalau ia sedang membayangkan jika Lani salah satu sepupu dari pihak ibunya yang mungkin hilang di culik saat bayi atau mungkin tertukar di rumah sakit seperti yang pernah Dylan tak sengaja lihat dalam sebuah drama korea yang tengah Rexan tonton waktu itu di apartemennya di Singapore?! Astaga!! Dylan merutuki sendiri pikiran konyolnya. Mana mungkin?! Keluarga ibunya tinggal kakek nya dan ibunya adalah putri tunggal.
"Jadi kau sekarang sendirian?" Nyonya Brien menatap iba pada Lani.
"Iya, Bu." Lani tersenyum tipis.
"Oh, Tuhan. Oke, mulai sekarang kau bisa menganggap kami keluarga. Ya. Aku yakin sebenarnya putraku sudah nggak sabar lagi ingin menikahimu."
"Ya. Kau benar, Sayang." sahut Tuan Brien disertai kedipan matanya.
Lani hanya tersenyum tipis, menahan semburat merah jambu yang tiba-tiba muncul di wajahnya hanya dengan mendengar godaan Tuan dan Nyonya Brien. Sekilas ia melirik Dylan yang diam seolah tak mendengar apapun. Sejenak hatinya meragu, apakah Dylan benar-benar menginginkannya?
"Dylan, kamu nggak usah sok sibuk dengan gadget-mu." tegur Nyonya Brien.
"Iya, Bu. Dylan cuma lihat Rexan mengirim email tentang vendor dari Jepang itu."
"Kamu itu kerja mulu yang ada di otakmu. Lama-lama nanti Lani diserobot sama yang lain."
Dylan mencebikkan bibirnya. Nyonya Brien kembali berseru saat Lani beranjak membawa setumpuk piring kotor menuju ke dishwasher.
"Lani, ya ampun. Nanti ada yang membereskan, Sayang. Ada mbak Tanti kok." seru Nyonya Brien. Perempuan tiga puluhan itu segera berlari kecil mendekat begitu mendengar Nyonya Brien berseru dengan menyebut namanya.
"Saja aja, Non."
Non? Lani mengernyit menatap perempuan yang kira-kira sepuluh tahun lebih tua darinya mengambil alih setumpuk piring kotor itu dari tangannya. Entah darimana datangnya perempuan manis itu. Lani menggelengkan kepalanya mempertahankan tumpukan piring itu dari tangannya.
"Nggak apa-apa, Mbak."
"Jangan. Nanti saya ditegur Ibu, Non."
"Lani, Mbak. Kesannya kaya saya itu majikan aja." seloroh Lani. "Ya udah. Tapi aku bantuin nyuci nya ya?"
"Nggak perlu, Non.. eh aduh saya bingung mau manggil apa." Mbak Tanti menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Perempuan itu terlihat sangat kikuk.
"Lani aja."
"Nggak sopan toh kalau langsung namanya."
"Lani, Sayang. Ayo, Dylan udah mau anter kamu pulang tuh apa mau jalan lagi nggak tau. Nanti keburu larut malam loh, Nak. Kalau mau nginap sini malah ibu senang banget." ucap Nyonya Brien dari ambang pintu. Entah sejak kapan wania itu bersandar di sisi pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adorable Ugly Man
FanfictionFahlani Azalea. Panggil saja aku Lani. Aku wanita single 24 tahun bekerja di sebuah SMA sebagai penjaga perpustakaan. Pertemuan singkat dengan seorang pria tampan di sebuah pesta pertunangan sahabatku mengingatkanku pada seseorang di masa SMA. Mata...