Lani menggeliatkan tubuhnya. Ia tersentak bangun saat di rasa tak ada lagi lengan yang melingkari, memeluk tubuhnya seperti hari-hari sebelumnya. Kemana Dylan-nya? Lani meraih ponselnya yang tergeletak di meja night stand, melihat jam di ponselnya.
Pukul 06.45. Lani beranjak dari tempat tidurnya mencari sosok Dylan. Di ruang kerjanya? Ia tak menemukan. Di ruang tengah juga sunyi. Ia melangkahkan kakinya menuju ke pantry. Dan lagi-lagi ia tak menemukan pria itu. Lani mendesah. Ada rasa kecewa yang tiba-tiba mendera saat ia tak menemukan pria itu. Kemanakah Dylan pagi-pagi ini? Apa ke kantor? Haruskah sepagi ini? Apa ada rapat penting? Tapi kenapa Dylan tak memberitahukan sebelum tidur? Atai meeting dadakan? Haruskah ia meninggalkannya tanpa membangunkannya terlebih dahulu?
Lani menggigit bibir bawahnya, melangkah gontai menuju ke meja makan. Ada secarik kertas yang di timpa gelas susu hangat dan seporsi sandwich yang tergeletak rapi satu nampan dengan gelas susu itu. Masih hangat, gumam Lani saat memegang badan gelas susu itu. Itu berarti Dylan belum lama meninggalkannya.
Sayang, maaf aku harus pergi pagi-pagi. Sebenarnya aku nggak tega meninggalkanmu sendirian. Tapi bangunin kamu? Aku lebih nggak tega lagi. Aku bikinin sarapan buat kamu, habiskan ya?
Sayang, aku ada meeting dadakan pagi ini. Ingat aku menunggumu di kantor. Nanti sopir aku jemput kamu jam 09.00. Oke? Jangan protes! Menurut dan lakukan!
Yours
Dylan O'BrienLani tersenyum tipis. Oh, God!! Ia merasa sedikit bersalah seketika sudah marah-marah dan memaki Dylan-nya meski dalam hati. Seharusnya ia mengerti posisi Dylan. Ia CEO dan pasti akan dibutuhkan perusahaannya sewaktu-waktu tanpa mengenal kondisi. Matanya sedikit berkaca-kaca meraih potongan sandwich itu. Memakannya dengan susah payah karena sesal yang kini menyelimutinya.
"Bagaimana caranya aku meminta maaf?" Gumam Lani lirih sambil mengunyah sandwich itu. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja putih itu.
"Makan siang? Ya!! Itu bukan ide yang buruk kan?" Ia bersenandung riang menemukan ide sederhana di otaknya.
Ia segera menuju ke lemari pendingin, melihat stock bahan makanan yang bisa ia olah untuk makan siang ini. Wortel, brokoli, daun bawang, cornet, seafood? Lani menatap lama bahan makanan itu. Ia juga melihat macaroni dari beberapa bahan makanan kering di salah satu pintu lemari yang tergantung di dinding. Mau dibuat apa? Ia memiringkan kepalanya mencari ide untuk mengolah bahan makanan itu.
"Aku nggak tau!!" desis Lani saat ia tak menemukan ide sedikitpun.
Ia kembali menutup lemari pendingin itu. Lalu kembali duduk di pantry. Sebelah tangannya menopang dagunya. Sejenak ia menghembuskan nafasnya.
"Bodoh!! Aku bisa bikin soup macaroni. Simpel kan?" jeritnya. Ia bergegas mengeluarkan beberapa bahan yang ia butuhkan dari lemari pendingin.
Satu jam berlalu. Lani cukup puas dengan karyanya. Soup macaroni untuk makan siang Dylan-nya. Setelahnya Lani menaruhnya dalam bowl bekal makanan dan memasukkannya ke dalam tas bekal makanan yang berwarna hitam kemudian meninggalkannya menuju ke kamar untuk menyegarkan dirinya di dalam bak mandi.
"Oke, siap berangkat." gumam Lani sambil keluar dari kamar, merapatkan sweater yang membalut blouse mocca-nya.
Tangannya menjinjing tas bekal makanan. Ia melangkah santai meninggalkan apartemen Dylan.
"Mrs. Fahlani!"
Lani menghentikan langkahnya. Matanya memicing, melihat seorang pria muda dengan dandanan rapi berdasi lengkap dengan sepatu pantopel yang mengkilap berjalan tergesa menghampirinya.
"Deny. Saya Deny. Seseorang yang ditugaskan Mister Brien untuk menjemput anda."
Lani mengernyit. Ia baru kali ini mendapati seseorang berbicara dengan lugas dan sangat formal. Senyum hormat yang tersungging di bibir hitamnya khas pria perokok. Ia lalu melirik jam cantik yang melingkar di tangannya. Sangat disiplin. Jam masih menunjuk pada pukul 08.30. Tadi Dylan menjanjikan jam 09.00.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adorable Ugly Man
FanficFahlani Azalea. Panggil saja aku Lani. Aku wanita single 24 tahun bekerja di sebuah SMA sebagai penjaga perpustakaan. Pertemuan singkat dengan seorang pria tampan di sebuah pesta pertunangan sahabatku mengingatkanku pada seseorang di masa SMA. Mata...