Would You Be Mine?

35.1K 2.2K 19
                                    

Lani mengerjabkan matanya. Ia merasakan sedikit pegal. Ia mengerjabkan matanya, berusaha menyesuaikan dengan cahaya yang menerpa wajahnya. Ia kemudian menatap sekeliling. Mobil? Ia sedang di dalam mobil? Tubuh Lani menegang seketika. Yang ia ingat semalam Dylan menyelinap ke kamar tempat ia tertidur, membisikkan kata maafnya dan memeluknya dengan erat, meruntuhkan segenap kemarahan dan kekecewaan Lani terhadapnya. Itu saja! Selebihnya ia kembalu terlelap saat aroma musk itu membius kesadarannya.

Dan sekarang ia mendapati dirinya di dalan mobil sudah berganti pakaian. T-shirt putih di balut cardigan peach dan celana jeans warna khaki itu menggantikan blouse putih gading yang ia kenakan kemarin. Lani menahan napasnya. Ia membulatkan mulutnya. Pikiran kotornya mulai bermain. Apa ia sedang diculik sekarang? Apa ia akan diasingkan? Lalu siapa yang menggantikannya pakaian itu? Lani masih terpaku pada dirinya sendiri.

"Aku yang gantiin baju kamu. Kenapa?"

Suara itu?! Lani menegakkan wajahnya. Ia mendapati senyuman termanis yang kembali menyita kesadarannya. Ia hanya terdiam menatap pria itu tanpa arti. Menyelami manic kelabu itu dengan segala pertanyaan-pertanyaan tak penting di otaknya.

"Kamu nggak kerja?" Lani merutuki dirinya sendiri ketika mulutnya lebih memilih mengeluarkan pertanyaan itu dari sekian banyak pertanyaan yang ada di pikirannya.

Pria itu tersenyum misterius. Ia tidak menjawab apa-apa. Hanya tersenyum dan menyentuh lembut pipi Lani kemudian kembali fokus pada kemudi-nya.

"Tidur lagi aja, Yang. Perjalanan masih lama kok," ucap Dylan. Lani mendengus samar. Sekalinya bicara, kalimat itu yang terucap dari Dylan. Bukannya menjawab pertanyaan atau menjelaskan kemana ia akan membawanya pergi.

Lani melemparkan tatapannya ke luar jendela mobil. Ia kembali mengingat kejadian semalam. Seteleh beberapa lamanya Dylan mendiamkannya, membuatnya merasa tak berarti, malam itu Dylan datang dengan kehangatannya. Dan kini ia membawa Lani entah kemana di saat ia masih terlelap. Lani menghembuskan nafasnya pelan. Ia meraba-raba titik kejelasan yang tak pernah ia dapat. Semua perlakuan Dylan lalu kedatangan O'neil dan Ruli terasa abu-abu baginya.

Mobil yang ia tumpangi sudah memasuki tol Ciawi. Kemana Dylan akan membawanya pergi? Lani enggan menanyakannya kembali. Ia lebih memilih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Yang," panggil Dylan lembut sambil menepikan mobilnya di ruas jalan tol.

Lani tergagap. Ia menahan napasnya saat Dylan mencondongkan tubuhnya ke arahnya. Dekat. Hingga ia mampu merasakan harum tubuh itu. Lani hanya meliriknya sekilas.

"Coba perhatikan jari kamu," pinta Dylan masih dengan lembutnya seperti biasa.

"Apa?"

"Coba perhatikan jari kamu, Yang," ulang Dylan.

Jari? Lani menjatuhkan tatapannya pada jemarinya sendiri. Ia terdiam saat melihat cincin berwarna silver dengan diamond mungil di atasnya. Sejak kapan ia memiliki cincin.

"Yang, would you be mine?"

Lani tak mendengar apa-apa lagi. Ia hanya terpaku menatap Dylan, menyusuri garis-garis tampan yang membingkai wajahnya.

"Sayang,"

"Kenapa?"

"Aku nggak punya alasan, Sayang. Kalau cintaku punya alasan, suatu saat jika alasan itu menghilang maka aku pasti akan meninggalkanmu karena alasan itu. Tapi yang, cintaku nggak punya alasan. Maka aku nggak akan punya alasan kenapa harus meninggalkanmu. Aku cuma mau kamu, bersamaku. Aku nggak mau ngerasain neraka itu lagi," tutur Dylan.

"Neraka?"

"Saat aku meninggalkanmu ke singapur itu adalah neraka buat aku. Jadi, maukah kamu menjadi milikku?"

Adorable Ugly ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang