"Aku suka saat kayak gini," gumam Dylan menguburkan hidung mancungnya di rambut Lani, menghirup wangi rambut Lani yang sangat ia sukai.
"Dylan, kamu belum selesai makannya," ucap Lani mengingatkan. Ia merasakan pria itu melebarkan senyumnya tanpa beranjak dari rambutnya. Bahkan sekarang pelukannya terasa lebih erat.
"Kamu juga belum selesai. Tapi aku rasa steak itu udah nggak menarik lagi."
Lani mengernyit. Pria itu kini menjauhkan wajahnya, memberi jarak pada wajah Lani. Menatapnya dengan tatapan menggoda. Lani tau apa yang pria itu inginkan. Bergelung di kursi rotan berlapis busa putih yang tertata di balkon, menikmati angin sore, saling memeluk seakan tak ada lagi hari esok.
Lani kini memberengut, mengingatkan untuk menghabiskan makanannya. Ia melihat pria itu menggumam menggerutu sambil melepaskan pelukannya dengan enggan.
Lani menggerak-gerakkan matanya, menahan tawanya. Ia suka melihat Dylan terpaksa menyerah pada rajukan Lani. Wajahnya tampak lucu saat ia menahan geram dan emosi pada kerasnya Lani. Lalu pada sekian detik kemudian ia akan menarik lengkungan ke atas di bibirnya saat Lani memeluk lengannya, seperti kucing dengan majikannya. Itu adalah hal yang membuat pria itu lumer seketika.
"Kamu selalu bikin aku seperti mentega dipanasin kalau udah kayak gini," ucap Dylan memberengut saat Lani mulai merekat pada dirinya.
Lani kembali terkikik. Ia mencuri ciuman singkat di rahang pria itu. Ia merasa pria itu mengeraskan rahangnya. Bukan marah tapi geram. Lani mengerling jenaka, terus menggoda Dylan dengan sentuhan-sentuhan kecil di sekitar wajah pria itu.
"Sayang, please! Jangan menggodaku buat berbuat yang nggak-nggak sama kamu."
"Aku suka kamu berbuat yang nggak-nggak," bisik Lani dengan mengedipkan matanya.
"Yakin?"
"Abisin steaknya, Dylan."
Lani mengalihkan topik pembicaraan. Ia melihat pria itu tersenyum masam dari sudut matanya. Pria itu kembali meraih pisau steaknya lalu memotong salmon itu perlahan. Ia kemudian menyuapkan potongan salmon itu sambil menatap Lani yang juga tengah menikmati salmon steak nya.
"Lani..,"
"Karena aku tau kamu nggak akan mungkin melakukan 'hal itu' sebelum kita menjadi suci, Dylan," jelas Lani dengan senyum penuh makna.
Dilihatnya mata Dylan melebar. Pria itu menarik sudut bibirnya ke atas, sedikit menyeringai. Lani hanya mengangkat bahunya. Ia tau Dylan pasti akan kembali menggodanya.
"Gimana kamu bisa seyakin itu?" Dylan menaikkan alisnya sebelah.
"Aku tau kamu, Dylan. Kamu bukan tipe pria yang seperti itu. Kamu nggak mungkin menyakiti orang yang dekat denganmu."
Dylan mendorong piring kosongnya menjauh darinya. Ia kini menopang dagunya dengan sebelah tangannya, menatap Lani dengan sejuta makna. Lani nampak acuh. Ia terus melanjutkan makannya sampai pada potongan terakhir.
"Gimana kalau aku pada akhirnya selalu nyakitin kamu?" tanya Dylan lirih.
Matanya kembali menggelap. Lani meraih serbet dan mengelap mulutnya dari sisa steak. Ia mendorong piringnya menjauh. Ia tau kemana arah pembicaraan Dylan selanjutnya. Pria itu belum bisa memaafkan dirinya sendiri tentang apa yang O'neil lakukan terhadapnya. Lani menghela nafasnya.
"Kamu nggak pernah nyakitin aku, Dylan."
"Oya? Tapi aku merasa -aku selalu nyakitin kamu-. Mulai tentang aku meninggalkanmu, lalu tentang Ruli dan terakhir tentang O'neil. Aku jadi ingat dulu di sekolah anak-anak selalu mengejekku -ugly man! Ugly man/-. Kurasa itu bukan tanpa alasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adorable Ugly Man
Fiksi PenggemarFahlani Azalea. Panggil saja aku Lani. Aku wanita single 24 tahun bekerja di sebuah SMA sebagai penjaga perpustakaan. Pertemuan singkat dengan seorang pria tampan di sebuah pesta pertunangan sahabatku mengingatkanku pada seseorang di masa SMA. Mata...