"Yaang! Jam tangan aku dimana? Kamu lagi ngapain sih? Ganti baju lama banget! Keburu mulai pestanya," teriak Dylan sambil membongkar laci kecil yang berisi jam tangan kolesinya yang tertata rapi dalam kotak-kotak kecil.
"Ada di laci semua! Bawel! Udah aku bilang aku nggak mau ikut," sahut Lani sambil keluar dari kamar kecil yang berisi lemari-lemari pakaiannya. Ia sedikit menaikkan gaunnya yang menjuntai ke lantai. Langkahnya sedikit kesusahan karena perutnya yang membuncit.
"Ini kan hari pernikahan Rexan sama Rumi sahabat kamu."
"Tapi kan aku lagi ribet begini. Harusnya kamu ngertiin dong. Lagian ntar juga kamu pasti sibuk sama clien-clien nggak jelas kamu di sana! Aku males dicuekin! Aku males jadi kayak orang hilang. Senyum sana-sini, sok kenal sama semua orang!" omel Lani sambil menjejalkan kakinya pada flatshoesnya yang berwarna silver.
Dylan mengusap tengkuknya, tersenyum masam. Ia sudah cukup kenyang mendapat omelan dari wanita yang ia cintai sejak wanita itu mengandung benih cintanya. Kehamilannya yang menginjak delapan bulan tidak mengurangi sifat galak dan juteknya.
"Yang, jangan marah-marah mulu kenapa sih? Kasian baby kita," ucap Dylan dengan nada selembut mungkin, takut membuat Lani semakin naik darah.
"Bawaan baby!" sahutnya pendek.
"Yaang."
Lani mendengus saat dirasa Dylan masih berdiri mematung di kamar membiarkan Lani melangkah sendirian dengan cluthbag di tangannya sambil menyingsingkan sedikit longdress nya agar ia leluasa melangkah.
"Kamu ngapain masih di situ? Tadi ngeburu-buru! Sekarang malah mager!" teriak Lani kesal.
Salah lagi! Desah Dylan dalam hati. Ia melangkah gontai menghampiri istrinya yang kini menatapnya tajam.
"Kamu marah-marahin aku tiap hari, Yang. Kamu udah nggak sayang lagi ya sama aku? Kenapa? Aku jelek ya?" ucap Dylan lirih. Lani terdiam luruh seakan baru menyadari kali ini sikapnya keterlaluan.
"Yang," bisik Lani dengan suara bergetar. Tangannya terulur menyentuh wajah pria yang selama ini mendampinginya.
"Aku nggak bermaksud begitu. Aku..,"
Dylan tersenyum tipis, menganggukkan kepalanya.
"Jangan marah-marah lagi, Yang. Aku sedih jadinya," pinta Dylan.
"Maafin aku, Yang."
Dylan mengangguk lalu mendaratkan kecupannya di kening Lani.
"Ayo, katanya kita mau ke pesta," ajak Lani dengan senyum lebarnya.
"Sini, yang mesra dong," ucap Dylan sambil merengkuh pinggang Lani hingga merekat di sisinya. Wanita itu menurut, malah membenamkan dirinya pada tubuh kokoh itu.
***
Pesta pernikahan itu terkesan cukup megah. Itu semua karena Dylan menyumbang separuh biaya pernikahan sebagai kado untuk Rexan yang selama ini bekerja keras menghandle pekerjaannya di saat ia harus menemani Lani yang sering ngambek selama masa kehamilannya.
Dengan penuh percaya diri Dylan merengkuh istrinya sejak turun dari mobil, melewati beberapa tamu penting dan pers yang kebetulan hadir meliput hal yang tak penting. Ia kemudian sedikit berbasa-basi dengan beberapa pengurus yayasan Bhakti Utama.
"Mister Brien, selamat malam. Bagaimana kabar Anda, Mister? Senang berjumpa dengan Anda," ucap seorang pria tua kepala botak dengan rambut yang sudah rata dengan uban.
"Bapak Bachtiar?! Sehat, Pak. Bapak bagaimana? Kudengar beberapa waktu lalu Anda sedang tidak dalam kondisi baik," balas Dylan dengam ramah.
"Baik. Aku membaik. Dan oya, aku mengucapkan terima kasih karena berkat kamu Rexan masih bisa membuatku bangga. Dan kau tidak membalas dengan kesakitan saat anak bungsuku berulah padamu. Aku, aku sungguh malu. Maafkan semua kesalahan Madinal selama ini," ucap Bapak Bachtiar dengan penuh sesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adorable Ugly Man
FanfictionFahlani Azalea. Panggil saja aku Lani. Aku wanita single 24 tahun bekerja di sebuah SMA sebagai penjaga perpustakaan. Pertemuan singkat dengan seorang pria tampan di sebuah pesta pertunangan sahabatku mengingatkanku pada seseorang di masa SMA. Mata...