Can't Breath

37K 2.3K 34
                                    

Jadi ini jawaban kenapa Brien menghilang seminggu lamanya? Menikah dengannya? Brien benar-benar menikahi pacarnya? Dan itu secara private?

Ruli menyeka air matanya. Ia benar-benar tak percaya dengan desas-desus yang milai merebak di kantornya tentang fakta pernikahan boss-nya. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya. Mengatur nafasnya yang terasa mencekik lehernya. Apakah sudah tiba waktunya untuk menyerah? Ia dengan segala kesabaran dan kasih sayangnya, harus berakhir begitu saja tanpa ada respon sedikitpun.

Tangannya kini mengurut dadanya kemudian mendekap tubuhnya sendiri. Cincin platinum di jari Dylan yang tertangkap sekilas oleh matanya cukup menjelaskan semuanya. Pria itu melangkah tegap di hadapannya dengan senyum melengkung samar, membalas sapaan karyawannya. Hal yang tak biasa terjadi. Lebih dari itu wajahnya terlihat penuh bahagia. Dan sekali lagi ia tak melirik sedikitpun dirinya yang memberikan senyum termanis seperti biasa. Semuanya begitu menyesakkan sampai-sampai ia kesulitan untuk bernapas.

Ruli menghembuskan nafasnya perlahan. Apa?! Ia bertanya pada dirinya sendiri, apa? Terlalu banyak makna 'apa' dalam benaknya.

Apa memang harus demikian?

Apa tak bisa dia saja yang bersama Brien?

Apa kurangnya dirinya?

Apa Tuhan tak bisa membuat Brien melirik padanya?

Apa, apa, dan apa lagi yang harus ia lakukan setelah ini?

Ia tidak memiliki kekuatan sekarang. Ia meraih ponselnya, menyentuh pada satu nama di phonebook ponselnya.

O'neil. Ruli menggelengkan kepalanya. Pria itu tak bisa dihubungi sejak seminggu lalu setelah ia berdebat keras dengannya. O'neil menyuruhnya untuk menyerah pada perasaannya dan ia tidak mau. Setelah itu O'neil menghilang tanpa kabar.

Sekali lagi ia menyeka air matanya sebelum ia memutuskan untuk ke toilet karyawan.

"Kamu..," Suaranya tercekat di tenggorokan. Bahkan ia tak bisa melarikan dirinya atau setidaknya membuat dirinya baik-baik saja untuk sementara waktu di hadapan Dylan.

Sekarang yang terjadi, Dylan menatapnya dengan kening berkerut saat bertemu di lorong. Berdiri mematung satu sama lain. Bedanya Dylan menatapnya karena wajah kacaunya bukan karena senyum manisnya.

"Sepertinya kamu sedang ada masalah. Kusarankan padamu untuk ijin saja daripada konsentrasimu terpecah dan kerjamu jadi berantakan, Ruli," ujar Dylan dengan nada bijaksana nya.

Seandainya kamu tau bahwa yang membuatku berada dalam masalah adalah dirimu. Demi Tuhan, Kumohon lepaskan aku dari keadaan ini, bisik Ruli dalam hati.

"Tidak. Aku, tidak apa-apa, Mister Brien."

Ruli memejamkan matanya, mengais sisa-sisa kekuatannya untuk menopang tubuhnya yang remuk. Nafas, aku butuh nafas. Berada di hadapannya membuatku kesulitan mengatur nafasku, batin Ruli.

"Begitu? Oke, kalau ada apa-apa kau bisa langsung pulang saja," ucap Dylan kemudian berlalu dari hadapan Ruli. Langkahnya sangat tenang, berwibawa.

"Brien..,"

Dylan menghentikan langkahnya. Menoleh sedikit, menatap Ruli dari ujung matanya.

"Benar kau sudah menikah?"

"Ha?"

Dylan membalikkan tubuhnya, melangkah mendekati Ruli. Tangannya kini dimasukkan ke dalam kantong celananya, sungguh sangat menggoda. Bahkan di saat-saat seperti ini.

"Apa itu yang membuatmu kacau seperti ini?" Dylan menaikkan sebelah alisnya.

Ruli menggigit bibir bawahnya, mengharap cemas jawaban Dylan.

Adorable Ugly ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang