O'neil menatap sendu gadis berjilbab yang kini termenung di hadapan segelas strawberry juice. Tangannya mengaduk-aduk gelas itu dengan straw tanpa berniat meminumnya. Seporsi bitterballen juga tak ia sentuh. Gadis itu sibuk dengan pikirannya sendiri.
O'neil meraih cangkirnya, menyesap caramel machiato-nya. Lalu menyomot kue muffinnya, membuka kertas yang melapisinya. Jarinya mencuil sedikit dan memasukkan ke dalam mulutnya. Mengunyahnya perlahan tanpa melepas tatapannya dari gadis itu.
"Lupakan dia, Ruli." ucap O'neil tegas.
Gadis itu menegakkan wajahnya. Ia tersenyum kecut, menggelengkan kepalanya perlahan. Gadis itu cukup keras kepala. O'neil menghela nafasnya.
"Terus kamu mau apa? Nungguin dia? Atau kamu mau ngemis-ngemis padanya?" O'neil tertawa sinis. Ruli menelan ludahnya.
Ia mulai meminum strawberry juice-nya. Ia sedikit mengernyit karena juice itu cukup asam ternyata.
"Apa aku nggak baik buatnya?" desah Ruli.
O'neil hanya mengangkat bahu. Ruli mendesah lirih, menopang dagunya dengan sebelah tangannya. Hatinya kembali seperti dicubit saat mengingat adegan panas Brien dengan gadis itu. Kenapa harus gadis itu yang beraďa di bawah kungkungan tubuh sempurna itu. Kenapa harus gadis itu yang berada di jangkauan tatapan mata kelabu bersinar itu? Kenapa bukan dirinya? Padahal Brien tau kalau ia mencintainya sejak lama, sejak awal tahun kuliahnya dan itu berarti sekitar enam tahun yang lalu bukan?
"Ya udah kamu sama aku aja yang udah jelas-jelas mau nerima kamu."
Ruli tertawa lirih lalu menggelengkan kepalanya, "aku cintanya sama dia, Dinal."
"Aku juga cowok loh. Bedanya dimana?"
"Bedanya kamu nggak bisa bikin aku tertarik."
O'neil menyipitkan matanya. Ia mendesah lirih saat gadis itu kembali meratapi nasibnya. Tangannya mengepal kuat, bibirnya mengatup membuat garis lurus. Ia memalingkan wajahnya yang mengeras. Ia benci melihat Ruli seperti ini. Ia benci melihat wanita itu harus puas hanya dengan mencintai pria sialan itu diam-diam.
"Apa yang kamu banggakan darinya? Karena dia kaya? Karena menurutmu dia tampan?" desis O'neil.
"Mungkin itu salah satunya. Tapi yang harus kamu tau, Brien pria baik. Kamu harus tau itu. Ia selalu menjaga dirinya dari wanita manapun."
"Kamu bisa dapatin orang seperti dia, Ruli. Kalau hanya itu."
"Kamu nggak tau gimana orang kalau udah jatuh cinta!" ketus Ruli kesal.
"Ya. Dan kamu juga nggak tau rasanya tak terlihat." gumam O'neil dengan sorot mata terluka.
Ruli menundukkan kepalanya kikuk. O'neil kembali berdiam menyesap caramel machiato-nya lalu meninggalkan beberapa lembar uang dan meninggalkan Ruli sendirian di Cafe itu dengan perasaan getirnya.
Ruli hanya mendesah, menatap nanar punggung pria itu. Dia tak pernah berubah. Dingin dan terkesan menarik dirinya, membuat batasan hingga orang tak dapat menyentuh hatinya. Dalam hati Ruli menggumam kata maaf untuk O'neil.
***"Dylan O'Brien!!" Seseorang menyunggingkan senyum miringnya, mendekati Brien yang mengurungkan niatnya untuk memasuki mobil yang terparkir di sebuah supermarket.
Sore itu Dylan habis membeli beberapa bahan makanan sendirian karena Lani lebih memilih menunggunya di apartemen. Dylan membalikkan tubuhnya menutup kembali pintu mobilnya. Ia tak sempat menghindar dari serangan mendadak pria itu. Satu tinjuan keras bersarang di sudut bibir Dylan menimbulkan sobekan kecil. Selanjutnya Dylan memiting tangan pria itu saat ia kembali mencoba meninjunya. Pria itu mengerang penuh emosi sementara Dylan masih dengan sikap tenangnya meski dalam tubuhnya sudah siap meledak ingin menghabisi pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adorable Ugly Man
FanficFahlani Azalea. Panggil saja aku Lani. Aku wanita single 24 tahun bekerja di sebuah SMA sebagai penjaga perpustakaan. Pertemuan singkat dengan seorang pria tampan di sebuah pesta pertunangan sahabatku mengingatkanku pada seseorang di masa SMA. Mata...