Her Eyes

33.5K 2.2K 15
                                    

"Morning, Lani-nya Dylan," sapa pria itu dengan serak saat ia menemukan Lani di dapur sedang merapikan beberapa keping waffle ke dalam sebuah piring.

Lani menoleh sekilas dan memberikan senyumannya pada pria itu. Dia terlihat tambah sexy dengan kemeja yang belum terkancing rapi dan dasi yang terkalung di lehernya tapi belum tersimpul. Rambut coklatnya acak-acakan. Oh, my God! Ini adalah godaan termanis di pagi hari. Lani menggelengkan kepalanya cepat, mengusir pikiran kotornya. Ia kemudian membiarkan Dylan melangkah mendekatinya. Gerakan tiba-tiba dari Dylan membuatnya sedikit terkejut. Pria itu memeluknya erat dari belakang tanpa aba-aba. Ia bahkan mulai mengendus tengkuknya.

"Dylan," ucap Lani memperingatkan sambil menggelinjang menahan geli.

Tangannya kini meraih mangkuk kecil yang berisi mapple syrup lalu menuangkan di atas kepingan waffle sedikit demi sedikit. Ia mendengar geraman kecil yang lolos dari pria itu karena ia mengabaikannya. Ia merasakan dagu pria itu kini bersandar di antara bahu dan ceruk lehernya. Punggungnya bersinggungan ketat dengan dada pria itu.

"Aku senang kamu benar-benar nggak ninggalin aku," bisik Dylan. Ia bisa merasakan senyuman bahagia dari Dylan.

Oh, astaga! Lani mendesah. Pria itu masih mempertahankan pikiran buruknya itu sampai detik ini. Lani membalikkan tubuhnya. Satu tangannya kini melingkari leher pria itu dan yang satunya menggenggam dagu pria itu dengan lembut.

"Jangan berpikiran sejelek itu atau kamu emang benar-benar menginginkan itu terjadi."

Lani melihat bibir itu mulai berkerut, memberengut. Ia hanya menaikkan alisnya sebelah lalu menjalankan tangannya pada kancing kemeja Dylan, mengancingkannya dengan sempurna. Setelahnya ia menarik dasi yang menjuntai tidak sama panjang. Ia mulai membuat simpul pada dasi itu dengan rapi. Ia membiarkan Dylan menontonnya dengan tatapan puasnya. Bibir itu kini tertarik membuat garis lengkung ke atas. Senyuman termanis Dylan berikan saat Lani berjinjit sedikit, merapikan rambutnya dengan jari-jari lentiknya.

Lani terlihat sangat sexy di matanya saat berposisi seperti ini. Jarak wajah keduanya cukup dekat. Sedikit saja menunduk, Dylan akan langsung mendarat di bibir merah yang menggoda imannya tak tau waktu. Ia bahkan sudah tak bisa menahan deru nafasnya agar tetap teratur. Pria itu memang selalu kacau jika berdekatan dengan Lani. Tapi itu lebih baik daripada pria itu tak mendapati Lani di sisinya. Karena sudah pasti ia akan hancur.

"Kamu nggak pakai jas sekalian?" tanya Lani membuat pria itu tergagap.

Lani tertawa mengejek, "keliatan lagi mikir yang nggak-nggak. Dasar mesum!"

"Idih, merah tuh mukanya," cibir Lani.

Ia terkikik saat mendengar geraman dari pria itu. Matanya melotot berpura-pura kesal padanya. Tapi hanya sebentar karena selanjutnya tangan pria itu mendorong kepalanya ke arah pria itu. Hanya dalam sekejab Lani menjadi 'santapan pagi' pria itu. Ia melumat bibirnya dengan rakus. Tangannya kini menekan kuat tengkuknya, menggali lebih dalam ciumannya. Lani sendiri sudah kehilangan kesadarannya. Ia mulai menginginkannya lagi, lagi, dan lebih intens. Lani menjauhkan wajahnya saat ciuman Dylan mulai turun ke lehernya. Secepat mungkin ia berusaha mendapatkan kembali kendalinya. Ia menjalankan telapak tangannya, membungkam lembut mulut Dylan yang masih 'kelaparan'.

"Udahan, Yang. Kamu merusak penampilanmu yang udah rapi," ucap Lani mengingatkan.

"Masih lapar," sahutnya dengan tatapan merajuk.

"No, kamu harus berangkat ke kantor. Aku udah bikinin waffle buat sarapan kamu." Lani menggelengkan kepalanya saat dilihatnya Dylan akan mengeluarkan argument-nya. Ia tau, sarapan yang Dylan maksud adalah dirinya.

"Suapin," ucapnya.

Lani memutar bola matanya. Ia menarik kursi untuk Dylan. Pagi ini ia tak mau mengajak ribut Dylan seperti biasa. Jadi ia memutuskan untuk menurut ketika tangan Dylan menarik pinggangnya hingga terduduk di pangkuan pria itu.
***

Adorable Ugly ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang