Forgive me, Honey!

36.8K 2.4K 16
                                    

Lani terduduk linglung di tengah ranjangnya, mendengarkan Rexan berbicara banyak tentang Dylan. Ia menggigit bibir bawahnya, melirik jam masih menunjukkan tengah malam. Sesaat kemudian ia menjatuhkan ponselnya. Ia meraih tasnya lalu meninggalkan kamarnya. Mengunci pintunya dengan terburu-buru. Beberapa kali ia hampir terjatuh karena terbelit kakinya sendiri. Kepalanya menoleh kesana-kemari mencari taxi yang lewat.

Melihat jejeran gedung menjulang lalu nama sebuah apartemen yang terukir indah di taman kecil pintu gerbang membuat Lani sedikit bernafas lega. Ia segera membayar ongkos taxi lalu melangkah masuk. Langkahnya sedikit berlari sambil menghafal deretan angka password flat milik Dylan.

Ruangan itu sunyi, gelap. Lani melangkah ragu di dalam ruangan yang minim cahaya. Apa Dylan belum pulang? Tidak mungkin! Lani kembali melangkah. Membuka pintu kamar tempat biasa ia terlelap bersama pria itu. Sama gelapnya dengan ruangan yang lain. Tapi Lani bisa menangkap siluet seseorang terbaring di tepi ranjang. Ia melangkah menyalakan lampu night stand di samping ranjang itu.

Sejenak Lani tak tau harus berbuat apa selain menahan sesak saat mendapati pria itu tidur meringkuk di sisi yang biasa Lani tiduri. Ia tampak memeluk erat bantal itu. Bantal yang Lani yakin masih menyisakan aroma tubuhnya. Ia lalu beralih menatap seluruh tubuh pria itu. Masih mengenakan pakaian kerjanya. Lalu sepatu juga masih menyangkut rapi di kaki pria itu. Ia melihat jelas bagaimana sosok Dylan yang dulu kini sangat melekat pada pria itu. Tubuh Lani bergetar. Ia mengusap air matanya dengan punggung tangannya.

Perlahan ia melepas sepatu dan kaus kakinya. Lalu menguraikan kedua lengan yang memeluk erat bantal itu. Melepas perlahan dasi yang mengikat lehernya. Lani kini terduduk di tepi ranjang. Tangannya mengusap wajah itu dengan sangat lembut, takut membangunkan Dylan dari lelapnya.

"Maafkan aku, Dylan..."

Lani menatap wajah itu lekat-lekat. Ia tak pernah mendapati Dylan se-mengenaskan ini. Ia kemudian menyela tubuh Dylan, menggantikan bantal yang dipeluk pria itu. Seakan pria itu tau kalau Lani kembali padanya. Pria itu kini mengeratkan pelukannya. Lani sempat mendengar rintihan pria itu samar-samar.

Maafkan aku. Seharusnya aku tak berpikir bodoh seperti ini. Maafkan aku...
***

Dylan menggeliat dari tidurnya. Ia menatap sekeliling. Lalu tersenyum kecut. Ia mengusap pelan wajahnya, mendengus. Ia pikir Lani akan kembali. Ia pikir Lani-nya benar-benar bersamanya semalam. Karena ia sempat melihat wajah Lani dalam pelukannya.

Nggak mungkin Lani akan kembali. Aku bukan tujuannya lagi, gumam Dylan sambil beranjak dari ranjangnya. Ia masih mengenakan kemejanya. Ia tertawa lirih. Begitu besar pengaruh Lani buatnya. Sampai-sampai gadis itu pergi meninggalkan kehampaan. Dylan menghela nafasnya lalu menuju ke kamar mandi.

Ia tidak bercukur pagi ini. Ia mengenakan kemeja hitam dan dasi hitamnya lalu meraih jas hitamnya. Ia memakai asal-asalan pagi ini. Biasanya Lani yang akan menyediakan keperluannya lalu memasangkan dasinya. Tapi sekarang ia melakukannya sendirian. Agak berantakan tapi Dylan tak peduli. Ia kemudian menjejalkan kakinya pada sepatu pantopel hitam mengkilapnya. Meraih ponselnya lalu berjalan menuju ke pantry untuk meminum segelas orange juice seperti biasa yang ia lakukan setiap pagi.

Langkahnya terhenti saat melihat tubuh mungil itu membelakanginya sedang menuang orange juice dalam sebuah gelas di meja pantry. Ia juga melihat sepiring pancake saus madu yang berisikan tiga keping pancake. Ia mengerjabkan matanya beberapa kali untuk memastikan penglihatannya. Bayangan itu bahkan semakin jelas. Ia bisa menghirup wangi tubuhnya padahal cukup jauh karena ia hanya berdiri di ambang pintu. Ia melihat Lani membalikkan tubuhnya setelah mengembalikan botol orange juice ke dalam lemari pendingin.

Sesaat lamanya Lani hanya berdiri mematung menatap Dylan dengan sendu. Dylan pun masih berdiri di tempat. Lidahnya kelu untuk mengucap. Bahkan ia kehilangan seluruh kosakata yang ia punya dalam memory-nya.

Adorable Ugly ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang