11. Naeka Adhyaksa Pangalila

221 15 0
                                    

Bagi sebagian orang, menjadi si aktif di berbagai organisasi adalah hal percuma. Sebab mereka menganggap waktu dan tenaga yang tercurah akan berakhir sia-sia. Namun sebagian lagi berpendapat sebaliknya. Banyak perkara yang hanya dapat ditemui di lingkup organisasi saja, walau niat tiap insan berbeda kala memilih bergelut di dalamnya.

Dalam perjalanan hidup seorang Naeka Adhyaksa Pangalila, menjadi pemimpin bukan lagi hal baru baginya. Sejak SMP pemuda itu terbiasa menjalankan tanggung jawab sebagai pemangku jabatan tertinggi dalam sebuah organisasi, baik di ranah sekolah, ataupun komunitas di luar.

Ketika memasuki dunia perkuliahan, Naeka tak membiarkan dirinya hanya terpusat pada akademik belaka. Dia menggaet jabatan penting hampir di tiap tingkatan ormawa. Mulai dari anggota aktif divisi himpunan, ketua BEM fakultas, hingga kini terpilih sebagai presiden mahasiswa. Sudah menjadi rahasia umum jika pemuda pemilik senyum meneduhkan itu adalah seorang yang bertekad kuat, tapi selalu tahu batas dan sangat menjunjung aturan dalam usahanya.

Kabarnya, nyaris tiap bulan dia mendapat hadiah dari gadis-gadis kampus yang mengaguminya. Eksistensi seorang Naeka Adhyaksa Pangalila telah menyita perhatian bahkan saat ia masih menyandang status mahasiswa baru. Alih-alih kesenangan memiliki penggemar tak terhitung, pemuda itu sering merasa terganggu dan tidak nyaman saat menemukan tumpukan kado di sudut sekretariat lengkap dengan surat pernyataan cinta.

Naeka berasal dari Bandung. Ia sengaja memilih kuliah di Surabaya demi menemani neneknya yang tinggal sendiri di sana. Mengalah pada adik perempuannya yang masih berada di bangku SMA. Meski awalnya butuh usaha keras untuk beradaptasi, pada akhirnya pemuda itu berhasil menjalin hubungan pertemanan dengan banyak orang.

Hari-hari Naeka cukup berbeda dari mahasiswa pada umumnya. Selain memiliki aktivitas padat yang berhubungan dengan kampus, pemuda itu juga punya jadwal rutin ke panti dua bulan sekali. Hal itu ia lakukan untuk meneruskan kebiasaan yang Mama ajarkan sejak kecil. Karena itu pula ia menjelma pria penyuka anak-anak.

Kendati demikian, walau memiliki kecakapan yang tak perlu dipertanyakan lagi pengaruhnya. Walau memiliki puluhan penggemar yang tersebar di tiap angkatan. Walau menggaet beragam posisi penting di berbagai ormawa, segenap warga kampus mengenal Naeka sebagai pemuda yang irit bicara untuk sesuatu yang tidak perlu. Merupakan hal lumrah pemuda itu dijuluki kulkas 12 pintu.

Dan hari ini, di sudut taman fakultas, pemuda itu menajamkan pandangan pada lembaran kertas berisi aturan-aturan serta mekanisme kerja aliansi BEM PTS Surabaya. Raut wajahnya begitu serius mengamati tiap halaman yang membuatnya harus berpikir lebih keras dari biasanya.

"Kapan rencana kongres diadakan?" celetuk Naeka tanpa mengalihkan pandangan.

"Belum tahu," jawab seorang yang mengenakan kaos hitam. "Tapi sebelum itu, kita perlu memastikan dulu seluruh BEM yang tergabung ke aliansi ini."

Mendengar itu, Naeka praktis mendongak. Ia amati teman-teman yang berbeda kampus darinya. "Ada berapa kampus yang belum terkoordinir?"

"Satu," jawab pemuda yang berambut gondrong. "Universitas Taruna Jaya. Denger-denger setahunan lebih BEM di sana vakum. Tapi katanya dua mingguan lalu udah kebentuk lagi BEM baru."

"Ada yang punya relasi mahasiswa sana?" tanya Naeka lagi.

"Temenku salah satu anggota DPM di kampus itu. Dia cerita yang ngurus semua pembentukan BEM adalah DPM."

"Lah, nggak pakai sistem pemilwa?"

Yang ditanya menggeleng samar lantas memperbaiki posisi duduknya. "Katanya nih katanya, pergerakan mahasiswa sana dibatasi pihak yayasan. Makanya mekanisme ormawa nggak kayak kampus pada umumnya."

"Terus ada satu lagi," katanya menambahi. Pemuda bernama Ari itu menampakkan ekspresi seakan penjelasan yang hendak keluar dari bibirnya mengandung kegentingan luar biasa. "Presma yang sekarang itu perempuan. Terpilih melalui proses musyawarah tapi nggak mufakat."

CATATAN PRESMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang