33* A Stingy Nation

548 93 2
                                    

"Selesai," gumam Vidi dengan suara lemas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selesai," gumam Vidi dengan suara lemas.

"Kau tak perlu panik Swift Growers. Untuk sekarang kami tidak punya niat jahat... Hm?" Hayno dan Kahina saling tatap bingung. Soalnya aku diam saja, bersedekap menatap datar wajah-wajah mereka. "Dia kenapa?"

Sudah kuduga, mereka tidak seburuk yang Fairyda kira. Mereka kembali memindahkan jiwa serta kesadaranku di bengkelnya Kahina. Jika mereka loyal pada Blackfuror, harusnya Kahina tak perlu repot-repot mentransferku ke sini. Kan bisa langsung dari markas.

Aku bersedekap kalem. "Apakah ini tentang tujuan misterius ketua Blackfuror yang kalian sendiri tak dikasih tahu?" tanyaku datar.

Aquara menyeringai. "Jadi benar kata Kahina, kau telah mencuri Legenda Sayap Malaikat."

"Kalian meninggalkannya terang-terangan. Anak kecil pun tahu kalau ada sesuatu yang sedang kalian kerjakan di luar pengetahuan Petinggi Blackfuror." Aku tersenyum tipis.

Mereka tidak jahat-jahat banget rupanya.
Aku memperhatikan intonasi suara dan cara mereka memandangiku, benar-benar seratus persen berbeda saat berada di perang. Ada harapan untuk genjatan senjata. Semoga.

Merasa dilirik, aku menoleh ke Hayno yang menundukkan kepala. "Kenapa? Apa ada yang mau kau katakan?" tanyaku takut.

Aquara merangkul bahu Hayno. "Anak ini ingin minta maaf padamu, Swift Growers. Dia tak sengaja perihal pobiamu: ruang sempit."

"Tolong maafkan Hayno, Swift Growers." Kahina berbinar-binar lesu. Aku tak perlu jadi ahli gestur wajah untuk menebak kalau dia sedang memelas sekarang. "Hayno tidak bisa mengendalikan kekuatan keduanya."

Oh? Dia Double Power rupanya? Itu berarti dia punya seseorang istimewa yang mati seperti penjelasan Mini. Tidak, fokuslah. Aku beranjak bangkit. "Panggil aku Dandi saja. Aku tak nyaman kalian menyebutku begitu."

"Apa Swift Growers sudah datang?! Mana dia?!" Terdengar suara bentakan yang familiar.

"Duh! Tenanglah, Flamex! Kau sudah berjanji takkan bertingkah kalau kubawa kemari."

Gawat! Flamex pasti marah dibanting jauh oleh laki-laki misterius waktu itu di hari itu. Tapi, tapi, secara teknis aku tak bersalah. Aku bahkan tidak kenal—dia pun tidak memiliki sayap. Jelas pemuda itu seorang petualang.

"Flamex." Satu kata Hayno mampu membuat laki-laki emosian itu berhenti mengomel. "Tolong tenanglah. Promy, jangan sungkan gunakan kekuatan jika dia tidak mau diam."

Gadis yang menahan pergerakan Flamex langsung hormat. "Siap, Pak Hayno! Halo, Verdandi Swift Growers. Namaku Promy. Kekuatanku Punishment Promises. Jangan pernah mengingkari janji denganku atau kau akan dihukum. Pokoknya salam kenal deh."

Aku mengangguk. Aku baru tahu anggota Blackfuror secara impulsif memberitahu nama dan kekuatannya dengan lapang dada.

"Lagi pula, Flamex, pangeran Verdandi benar-benar akan membunuhmu kalau kau membuat kesalahan lagi. Kau tak takut mati?" Kahina bersedekap. Dia mengatakan kalimat menyeramkan itu dengan wajah kalem. Memangnya kata 'mati' tak mengerikan apa.

[END] Hush, Fairy Verdandi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang