Fairyda mengalami krisis yang sama saat ibukota memutus hubungan. Sepanjang aku melangkah di lorong, raut wajah peri-peri di sekitarku tidak baik. Apalagi kalau bukan sayap mereka yang terasa sakit. Saat ini saja aku tidak kuat berjalan, namun aku ingin meminta Rinvi untuk mengurangi pedihnya..
Ah, lupakan prospek bertemu Rinvi. Puluhan peri berduyun-duyun mengantri di Divisi Kesehatan, mengeluhkan hal yang sama; punggung nyeri karena sayap yang sakit.
"Kita tidak bisa menunggu lagi, Siofra." Aku melirik ke samping. Terlihat Madam Shayla dan Master Wodah terburu-buru ke tempat Tuan Alkaran berada. "Gejalanya muncul lebih cepat daripada yang dulu. Kita harus memulai peperangan dengan Blackfuror. Ini darurat."
Wakil Siofra memijat pelipis, mengusap wajah yang masygul. "Masih ada waktu satu hari lagi, Shayla, Wodah. Persiapan murid-murid kita belum selesai. Aku ingin strategi kita tersusun matang. Jika kita salah langkah, Fairyda benar-benar akan berakhir kali ini."
Sosok Parnox muncul di antara mereka. Dari sini aku bisa melihat wajahnya pucat. "Sudah 68 peri yang mengalami Gejala Kelumpuhan, Wakil Siofra. Jumlahnya bertambah setiap jam," lapornya memegang kepala. "Master Syochi membutuhkan tenaga tambahan—"
Madam Shayla menyentuh bahu Parnox. "Istirahatlah. Kau juga terkena Gejala, kan? Aku dan Allura akan membantu Syochi."
Ini lebih buruk dari yang kuduga.
*
Sebille meminjam dua kekuatan sekaligus. Bakat milik Magara dan Mamoru. Alhasil, banyak peri-peri yang terkena Gejala terbantu berkatnya. Gadis itu tidak peduli tubuhnya terbebani, yang penting dia bisa berguna. Aku sungguh respek pada kepribadian temanku.
"Terima kasih, Sebille. Rasanya sudah mendingan." Aku dan Rissa menyengir. Kami habis disembuhkan olehnya, antrian khusus.
Sebille tersenyum. "Senang bisa membantu. Ayo Sina, giliranmu. Setelah kalian selesai, aku akan pergi ke kelas Medium. Pasti banyak peri yang mengalami Gejala di sana."
Sina menggeleng lemah. Bibirnya pucat. "Kau pergi saja bantu peri-peri pemula, Sebille. Aku baik-baik saja kok. Aku masih sehat—"
Sina terhuyung lemas, namun seseorang datang menyangga badannya. Kepala Sina membentur dada bidang pria itu. Adalah Liev.
"Bisa tidak jangan berbohong sekali saja?"
"Pergilah, Liev. Aku sedang tidak mau adu mulut denganmu." Aku dan Rissa membantu Sina untuk berdiri tegak. "Tidur sebentar bisa memulihkan staminaku. Aku ke kamar—"
"Tidak," sergah Liev, menahan lengan Sina dengan hati-hati. Beralih menatap Sebille. "Dia kesakitan. Tolong sembuhkan Lusina."
Sebille mengangguk, menyentuh tangan Sina. Tentu dia mau menolong temannya.
"Kau menyebalkan, Liev," decak Sina jengkel. Bibir pucatnya kembali memerah. Syukurlah.
"Aku anggap itu ucapan terima kasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Hush, Fairy Verdandi!
Fantasi[Fantasy & (minor) Romance] Bukan salahku menjadi seorang gadis ceriwis yang suka banyak tanya. Lagi pula, bertanya adalah kebiasaanku sejak kecil. Seperti kata orang: tidak mudah menghentikan kebiasaan. Bahkan sudah ganti status jadi seorang peri...