ASTAGA! APA DIA BILANG BARUSAN?!
Aku tak pernah menyangka Hal utusan Sang Dewa. Kecurigaan yang muncul pertama kali ketika kami bertemu terbukti hari ini: bahwa aura Hal tak mencerminkan petualang biasa.
Saat Hal mengumumkan siapa dirinya baik Fairyda, Fairyas, Tuan Alkaran dalam sangkar, guru-guru, langsung membungkuk hormat. Termasuk aku, Parnox, Kala, dan yang lain.
"Dia yang kau sebut 'bahaya'? Sungguh? " Aku mendesis pada Kala yang berkeringat meski mimik wajahnya masih lah sama: datar.
"M-mana aku tahu dia seorang Utusan."
Hal bergerak gelisah. "Anu, jangan begini. Aku hanya disuruh Luca karena dia sibuk. Yah, sebenarnya dipaksa," bisiknya amat pelan.
Dia benar-benar kaki tangan dewa! Di saat kami menyebut nama-Nya secara hati-hati, Hal berkata santai tanpa honorifik seolah dia berteman dekat dengan Sang Dewa dunia ini.
"Bagaimana mungkin kami bersikap lancang pada Utusan Tuhan?" Tidak ada yang berani mengangkat kepala, termasuk Flamex yang mati kutu usai Hal membongkar jati dirinya.
"Sudahlah, hentikan penghormatan yang tidak perlu sebelum aku kesal. Aku tidak nyaman." Ekspresi Hal berubah, mengancam. Dia sungguh tak suka dengan perlakuan kami.
Baru lah kami menatapnya. Ukh, aku menelan ludah gugup. Hawa kehadirannya kuat sekali. Apakah antek-antek dewa memang seperti ini? Punya tekanan energi yang amat spesial? Rasanya aku sangat ingin menggeplak kepala Kala yang sempat menuduh Hal pria jahat.
"Mengapa Sang Dewa mengirim anda kemari? Ke anak region Klan Peri kecil nan sempit ini?"
"Ah, benar. Itu tugasku datang ke sini." Hal menoleh ke Sabaism yang mengambang seratus meter di atas Pohon Neraida. "Hei!"
Kami merinding ngeri. Sabaism mengeluarkan suara gelegar laksana bunyi geledek petir.
"Kau dengar kata Luca, kan?" Hal berbalik menatap kami, tersenyum ramah. "Baiklah. Mulai hari ini, Subklan Fairyda mendapatkan ekspansi tanah kekuasaan seluas delapan juta kilometer persegi. Sebesar wilayah ibukota Klan Peri. Perintah langsung dari Sang Dewa."
Ini mungkin kejutan terindah semenjak Tuan Alkaran diusir dari ibukota. Mereka tertegun syok. Fairyda dan Fairyas melongo, pun aku. D-delapan juta? Itu kan... terlampau luas?!
"Apa? Penambahan tanah wilayah—"
Maklumat telah diucapkan. Sabaism bersinar. Sebagaimana sebuah tanah kosong, dalam tiga menit menegangkan, zona Fairyda meluas secara ajaib. Ratusan pepohonan tumbuh dan berdempetan satu sama lain. Sekolah peri Fairyda dikepung oleh lautan pohon hijau. Kalau ada drone di atas, akademi terlihat seperti pondok kecil di hutan belantara. Demi kerang laut dan saus tartar! Langsung meluas begitu saja hanya lewat sederet kata-kata?!
Aku rasa aku paham mengapa Amaras sangat terobsesi dengan Sabaism. Istana Sang Dewa memang bukan main-main kekuatannya. Tanah kami yang sempit membludak hanya dalam hitungan tiga menit. Maksudku, ya ampun, perubahan ini sangat sangat intens.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Hush, Fairy Verdandi!
Fantasy[Fantasy & (minor) Romance] Bukan salahku menjadi seorang gadis ceriwis yang suka banyak tanya. Lagi pula, bertanya adalah kebiasaanku sejak kecil. Seperti kata orang: tidak mudah menghentikan kebiasaan. Bahkan sudah ganti status jadi seorang peri...