"Amaras! Kau menginginkan kekuatanku, kan? Swift Growers menyatu dengan sayapku. Ambillah!" Aku berseru lantang, menyeringai sembari membentangkan tangan.
Amaras kentara kaget. Bagaimana mungkin targetnya menyerahkan diri tanpa perlawanan berarti? Dari sini dapat kulihat gurat curiga tercetak di parasnya yang menjerat. Siapa yang tidak curiga aku tiba-tiba bilang begitu padahal beberapa momen lalu aku berusaha mati-matian melindungi kekuatanku.
"Verdandi, kau jangan bercanda. Aku yang—"
Apa? Kau bersikeras ingin mengorbankan sayapmu? Kau spesial, Parnox. Tak mungkin aku membiarkanmu kehilangan sayapmu meski kau jarang menggunakan benda itu.
Adair bersama anggota Blackfuror lainnya menghalangi Parnox yang ingin menyusulku. Mereka membuat barisan bagai blokade, memisahkan Fairyda dariku. Sudah kuduga. Alih-alih langsung menangkapku, mereka hanya menghambat Fairyda tak mendekatiku. Blackfuror hanya organisasi peri yang jalan pikirnya sudah dikuasai oleh ambisi.
Baiklah. Aku mengatupkan rahang. Aku bisa. Aku pasti pasti bisa menyadarkan Amaras dan Blackfuror bahwa tidak baik terlalu bernafsu. Itu bisa menjadi bumerang pada diri sendiri.
Amaras yang dari tadi duduk bersimpuh di singgasana bulat terbang, beranjak berdiri. Sayap angsa cantik sekali. Apalagi cincin nimbus di kepalanya menyala samar. Wanita itu sangat cocok jadi seorang malaikat.
"Apa kau yakin tak menyesal kehilangan sayapmu, Nak? Kau akan mengecil, seukuran jari telunjuk. Takkan bisa normal kembali."
Aku berkacak pinggang. "Lagi pula melawan pun takkan ada gunanya, kan? Kau akan tetap mengambil kekuatanku. Tubuhku sudah lelah, aku tidak mau bertarung lagi. Maka dari itu, mari kita sudahi obrolan basa-basi ini. Kami punya dua penyihir yang hebat," kataku pede.
"Jangan, Verdandi!" Sebille dan Rissa panik. "Sayapmu akan menghilang selamanya!"
Aku menoleh ke belakang. Peri-peri Fairyda menatapku khawatir. Aku tersenyum simpul. Aku juga tidak mungkin membiarkan mereka yang merupakan peri asli mengorbankan sayap. Biarlah aku mengucapkan selamat tinggal pada kedua sayapku. Aku harus rela!
"Oke, jika itu keinginanmu."
Belalai-belalai monster Dahaka terjulur ke arahku, membelit badanku. Aku tak melawan, memberontak pun tidak. Aku hanya berdiri tenang sambil tersenyum mantap. Kontras dengan suasana heboh di belakangku.
Teman-temanku tak bisa untuk tidak bersikap gelisah. Para guru juga memandang khawatir, termasuk Tuan Alkaran yang menggigit ujung bibir sampai berdarah. Merasa tidak berguna sebagai pemimpin Fairyda yang lemah.
Linda mengepalkan tangan. Dia dengar jelas efek samping yang dikatakan Akun. Aku sengaja mengalihkan perhatian Amaras dengan bilang Swift Growers saling terhubung sama sayapku agar dia tak sadar akan rencanaku.
Lihatlah, Gelembung Gnosia bercahaya ngeri. Begitupun tubuhku. Kedua sayapku berdiri tegak, ikut bersinar. Perlahan namun pasti aku dapat merasakan sesuatu dari tubuhku disedot. Mungkin itu kekuatan keduaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Hush, Fairy Verdandi!
Фэнтези[Fantasy & (minor) Romance] Bukan salahku menjadi seorang gadis ceriwis yang suka banyak tanya. Lagi pula, bertanya adalah kebiasaanku sejak kecil. Seperti kata orang: tidak mudah menghentikan kebiasaan. Bahkan sudah ganti status jadi seorang peri...