PROLOGUE

4.3K 243 5
                                    

Sang Dewa pernah mengatakan jauh di lampau hari bahwa ada dua dunia yang berjalan serempak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sang Dewa pernah mengatakan jauh di lampau hari bahwa ada dua dunia yang berjalan serempak. Satu, dunia paralel Asfalis. Dua, dunia modern bernama planet Bumi.

Tetapi, dua dunia ini terpisah oleh dimensi.

Tidak ada penduduk Bumi yang bisa ke dunia paralel, begitupun sebaliknya. Kecuali mereka yang memiliki kekuatan hebat yang mampu menembus sekat antara dua dunia tersebut.

Salah satunya wanita berambut merah muda yang tengah melesat melarikan diri itu. Dia tak peduli pada imbauan pelayan-pelayannya nan terus berseru, "Tuan Putri! Kembalilah! Perbuatan anda sungguh tidak bijak, Putri! Pikirkan takhta anda! Pikirkan rakyat anda!"

Tidak, dia tidak berlari seperti yang tertulis. Melainkan terbang. Terdapat sepasang sayap yang elok berwarna pink di punggungnya.

"Anda tidak bisa kabur dari pelantikan anda! Di mana rasa tanggung jawab anda?" Sekali lagi orang-orang di belakangnya memanggil, menyuruhnya agak berhenti bersikap labil.

Wanita itu mengepalkan tangan. "Aku tidak punya waktu untuk mengurus kalian. Ada hal penting yang harus kulakukan. Maafkan aku."

Dia berbelok mengecoh dan masuk ke dalam gua gelap. Sayapnya bercahaya, memanggil asap kabut putih guna menutupi gua itu. Tiga orang yang mengejarnya berhenti terbang, menoleh bingung ke sekitar. Ke mana Putri?

Wanita berstatus Tuan Putri itu berjalan tertatih menuju mata air yang berada di ujung terowongan gua. "Aku sudah menggunakan setengah kekuatanku untuk membuat Pohon Neraida. Tidak banyak energiku yang tersisa."

Dia berhenti tepat di depan mata air.

"Kalau begitu, kugunakan seluruh sisanya...!"

Permukaan air beriak-riak. Awalnya hanya titik sekecil bintang di langit malam, namun lama-kelamaan titik berwarna putih-hijau itu membesar membuat suatu lubang. Berdesing pelan, melayang dua meter dari mata air.

Tanpa basa-basi, dia pun masuk ke dalamnya.

Terang benderang menerabas penglihatan seolah disenter sinar matahari. Wanita itu mengerjap pelan, menyesuaikan pencahayaan yang menusuk kedua retinanya. Dia tidak lagi di gua, melainkan... hutan lebat? Di mana ini?

Memahami bahasa. Pemahaman berhasil.

"Jangan berlagak dan mati sana!"

Demi mendengar umpatan kasar itu, dia segera bersembunyi di balik semak belukar, mengintip. Tampak seseorang sedang dipukuli di seberang sungai. Juga, gedung besar yang mirip akademi. Apa di depannya itu sekolah?

"Hmm... Pakaian putih abu-abu yang ganjil... Lingkungan yang berbeda. Aku berhasil. Ini pastilah Bumi yang dikatakan Sang Dewa."

Tanpa berpikir dua kali, dia pun mengendap pergi untuk menjalankan misinya yang entah apa itu. Dia tidak sadar bahwa portalnya...

... Masih terbuka meski ukurannya mengecil.




[END] Hush, Fairy Verdandi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang