Bab 1. Oh Magic Com!

1.8K 91 5
                                    

Bismillah

"Oh, tidak!" Sinar mengusap wajahnya setelah beberapa saat melongo menatap penanak nasi berwarna marun di depannya. Dia meringis menyadari stop kontak belum tersambung pada sumber listrik.

"Sinar kok bisa pikun di saat kaya gini, sih?!" rutuknya pada diri sendiri. Matanya melirik jam dinding bundar yang digantung di area ruang makan. Tepat di samping dapur. Dia meringis lagi, karena jarum jam sudah menunjuk jam enam lewat lima belas menit.

"Mikir, Nar. Ayo cari solusi," ucapnya sambil mengetuk-ngetuk dahinya dengan jari telunjuk.

"Mama, bekal Rafa sudah, kan?"

Mendengar suara itu Sinar menepuk keningnya, lalu tertegun dan memutar otak selama beberapa detik. "Hai, nak ganteng. Bekal ya ... ehm ... bekal ... Rafa ... gimana kalo beli McMuffin aja. Khusus hari ini aja, ya ya ya?" pinta Sinar memasang muka memelas.

"Mama lupa masang kabel magic com lagi ya?" Bocah sembilan tahun itu menatap Sinar dengan gaya menyelidik.

Sinar terpaksa mengangguk dengan ekspresi bersalah campur geli. Dalam hati rentetan kalimat untuk merutuki ketololannya berderet panjang. Untung dia bisa menahan diri sehingga tidak kelepasan mengucap kata-kata kotor di depan Rafa. Bisa-bisa bocah di hadapannya ini menegurnya dengan gaya bapack-bapack.

"Maaf ya, Raf. Mama tadi keburu beresin cucian sama ngisi sabun cuci piring. Jadi lupa kalo kabelnya belum nyambung. McMuffin tadi gimana?" cerocos Sinar berusaha mengalihkan topik sambil menaik turunkan alisnya.

Rafa bersedekap, lalu menyentuhkan jari telunjuk ke bibirnya. Seolah sedang mempertimbangkan permintaan Mamanya. Sedangkan Sinar mengatupkan dua tangan sambil melirik jam dengan cemas. Hari ini ada workshop dan dia PIC-nya. Sinar harus sampai di kampus sebelum jam delapan untuk menyambut sang narasumber.

Kesimpulannya, nggak ada waktu untuk memasak nasi atau apa pun itu untuk mengisi kotak bekal Rafa. Padahal bocah berusia sembilan tahun itu jarang mau membawa bekal selain nasi ke sekolah.

"Mama ada workshop, Raf. Jam delapan harus sampai di kampus. McMuffin ya?! Oke?"

"Oke, Rafa mau McMuffin. Tapi besok bekalnya nasi, kan? Rafa bantu masak nasinya deh. Janji," kata bocah itu sambil mengulurkan kelingkingnya.

"Oke, oke. Janji. Makasih, sayang." Sinar cepat-cepat mengaitkan kelingkingnya. Lalu meraih Rafa ke dalam pelukan dan menghujaninya dengan ciuman.  "Berangkat sekarang yuk. Mama harus isi bensin dulu," ajaknya yang direspon Rafa dengan anggukan. Setelahnya dia langsung melangkah tergesa dan mengajak Rafa untuk segera bersiap.

Dengan gerakan serba cepat, Sinar memastikan rumah sudah terkunci. Lalu menancapkan stop kontak magic com dan menepuk-nepuk benda itu. Tak lama kemudian mobil hatchback putih yang dikemudikannya sudah meluncur di jalanan.

Sepanjang jalan menuju resto masakan cepat saji, Sinar mengomel dalam hati. Jalanan sungguh padat hari ini, sehingga dia tidak bisa memacu mobilnya lebih cepat lagi. Mati-matian menahan supaya omelannya tidak bocor keluar, Sinar bolak balik melirik Rafa yang asik memencet-mencet radio mobil.

Tak lupa dia mengomeli Aya, adiknya yang sudah seharian kemarin meminjam mobilnya dan lupa tidak mengisi bensin. Jadinya Sinar masih harus mampir di SPBU setelah menurunkan Rafa. Padahal dia bisa terlambat gara-gara isi bensin. Hal yang tidak perlu terjadi kalau saja Aya ingat untuk bertanggung jawab.

Sinar bernapas lega ketika akhirnya sampai di pertigaan. Perjalanan menuju resto dan sekolah Rafa tidak jauh lagi. Dia melirik jam di layar dashboard. Angka 6.38 berkedip-kedip membuatnya sedikit panik sambil menghitung berapa lama lagi waktunya.

One Twenty DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang