Bab 7. Makan Bakso

497 57 3
                                    

Bismillah,

Sinar pura-pura sibuk dengan laptopnya. Padahal dia sedang menguping percakapan Satrio dengan Rafa. Mereka sedang ber-video call di ruang keluarga. Sedangkan Sinar duduk di ruang makan. Sengaja menjauh karena tidak mau bermanis-manis dengan Satrio.

Sungguh malas harus berbasa-basi dengan laki-laki yang nyata sekali sedang pdkt padanya. Bukannya seksis atau orientasinya sudah belok, tapi Sinar masih malas membangun hubungan. Dia ingin move on, sayangnya bayang-bayang kegagalan pernikahan dengan Benny masih sering datang tanpa diundang.

Memang dia dan Benny masih sering berhubungan lewat ponsel. Tentu saja demi Rafa. Kalau menuruti kata hati, Sinar enggan berkomunikasi dengan mantannya. Namun dia sadar tidak boleh egois. Nyata sekali terlihat betapa Rafa kangen sosok ayahnya, jadi Sinar terpaksa menjawab pesan dan telepon Benny.

Karena Sinar lebih sering pasif maka mantan suaminya berinisiatif menghubungi Sinar duluan. Bukan hanya itu, Benny masih sangat perhatian padanya dan Rafa. Lelaki itu jarang bisa pulang, karena itu caranya mencurahkan perhatian pada Sinar dan Rafa dengan memberi hadiah termasuk uang bulanan berlimpah yang nggak berhenti mengalir.  Hal itu sukses membuat perempuan yang dipacari Benny cemburu.

Entah sudah berapa kali Sinar mendapat telepon dengan makian dan kemarahan. Dari pacar-pacar Benny tentunya. Kalau sudah begitu Sinar akan menelepon Benny balik dan meluapkan emosinya. Meminta Benny dan pacar-pacarnya yang kampungan untuk tidak menggangu hidupnya. Endingnya justru aneh. Benny memutuskan pacar-pacarnya itu.

"Kayanya besok Rafa naik grab, deh, Om."

Suara Rafa tertangkap telinga Sinar. Lamunannya tentang Benny langsung buyar. Sinar ketar-ketir karena Rafa kelihatannya akan membongkar rahasianya. Sebenarnya bukan rahasia penting, hanya saja kabar tentang mobilnya yang besok akan dipinjam Aya bisa menjadi kesempatan emas untuk Satrio. Sinar yakin lelaki itu akan langsung menyambar kesempatan untuk mengantar jemputnya.

Dalam hati Sinar menyumpahi Aya dengan keteledorannya yang mendarah daging. Rencananya besok mobil Sinar akan dipinjam Aya. Adiknya itu harus memeriksakan anaknya ke dokter dan mobilnya sedang masuk bengkel. Jadilah Sinar mengalah demi adiknya yang paling merepotkan itu. Tentu saja Aya sudah mendapat hadiah omelan karena sudah menabrakkan mobilnya ke pagar rumah. Gara-gara itu mobilnya harus menginap di bengkel ketok magic.

"Om Satrio mau jemput? Hmm ... Rafa sih mau, Om. Tapi ... nggak tahu Mama mau apa enggak."

Ucapan Rafa membuat Sinar menarik napas panjang. Tanpa mendengar pun dia bisa menebak kalau Satrio menawari untuk mengantar jemput dia dan Rafa. Sayangnya, Sinar malas banget berdekatan dengan Satrio. Dia sedang tidak dalam mood untuk membangun hubungan cinta.

Ditambah lagi Sinar alergi dengan laki-laki seperti Satrio. Laki-laki sukses, masih muda, ganteng dan penuh pesona yang diyakininya sangat dekat dengan perselingkuhan. Persis dengan yang terjadi pada Ayahnya, Benny dan Om Bima, adik Ayahnya yang cukup dekat dengan Sinar.

"Mama."

Refleks Sinar menoleh pada Rafa yang tahu-tahu sudah berdiri di ambang pintu ruang makan. "Ya?"

"Kalo besok kita bareng Om Satrio gimana?" bocah itu menatap Sinar penuh harap.

"Kita berangkat sama Tante Aya, Raf. Pulangnya-"

"Pulangnya bareng Om Satrio aja, oke?!" Rafa mengacungkan jempol kanan, sedangkan tangan kirinya memegang hape dengan video call masih menyala. "Oke, Om, Mama sudah setuju."

Sinar langsung memelotot. "Raf, Mama kan nggak bilang setuju," ucap Sinar dengan mimik frustrasi.

Rafa mengatupkan dua tangan dengan wajah memelas. Melihat itu Sinar hanya bisa menghembuskan napas dan mengunci mulut. Dia kalah kalau sudah begini. Sangat tidak tega melihat putra tersayangnya kecewa.

One Twenty DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang