Bismillah,
Melihat Sinar bersikap antisipatif, Satrio malah tertawa lebar. Seolah-olah sudah bisa menebak kalau Sinar akan bersikap begini. Tetapi, reaksi Sinar ketika melihatnya tidak membuat Satrio mundur, malah dia tenang-tenang saja. Dengan santai Satrio duduk di tepi kolam renang, lalu memasukkan dua kakinya ke dalam air yang berwarna biru itu. "Hai, saya Satrio. Kamu?" ujarnya sambil mengarahkan kepalan tangan pada Rafa yang menatapnya tanpa kedip.
"Rafa." Bocah itu menyentuhkan kepalan tangannya ke tangan Satrio.
"Nama kita mirip ya," balas Satrio. "Duduk sini." Satrio menepuk tempat di sampingnya, lalu mengulurkan tangan untuk membantu Rafa naik dari kolam. Dia tahu Sinar terperangah plus memelototinya tapi Satrio tidak ambil pusing.
"Masak nama kita mirip, Om?" Rafa mengarahkan matanya pada Satrio. Keningnya terlipat.
"Nggak mirip ya?! Masak, sih?" sahut Satrio pura-pura berpikir. "Nama kamu ada 'R' nya kan?"
"Ada." Rafa mengangguk walau terlihat masih bingung.
"Huruf 'A' nya ada?"
"Ada, Om."
"Kalo gitu nama kita mirip. Sama-sama ada huruf 'A' dan 'R'," terang Satrio santai. Tidak ada tanda-tanda dia akan tertawa.
Sedangkan Sinar terlihat senewen lalu menelan ludahnya yang terasa pahit. Setelah itu dia menggigit bibirnya sedikit keras supaya rasa geli yang menggelitik perutnya karena ucapan Satrio, tidak menjadi tawa. Bisa-bisa Satrio kegirangan melihat itu.
Rafa tergelak setelah diam dan merasa canggung selama beberapa saat. Rupanya dia masih berpikir apakah harus tertawa atau lari ketakutan mendengar ucapan setengah sinting Satrio.
Melihat wajah muram Rafa sudah hilang, Satrio terlihat senang. Dalam hati memaki candaan garingnya yang memalukan. Nggak sia-sia dia menebalkan muka demi melihat Rafa ceria lagi.
"Mau renang sama Om?" tawar Satrio setelah tawa Rafa reda.
Rafa terlihat gembira tapi lalu menoleh pada Sinar. Bocah itu menatap Satrio lalu berkata, "Kata Mama nggak boleh dekat-dekat orang asing, Om."
"Om bukan orang asing, kok. Mama kenal sama Om. Coba tanya kalo nggak percaya." Satrio menoleh lalu memberi kode pada Sinar dengan mengangguk sepelan mungkin supaya Rafa tidak melihat. Dia pun memasang ekspresi memohon berharap hati Sinar akan cair.
"Om Satrio temennya Mama?" Rafa mengarahkan matanya pada Sinar.
Sebenarnya Sinar ingin sekali menarik Rafa dan mengajaknya pergi. Hanya saja terbayang lagi betapa tadi Rafa terlihat sedih. Dan, Satrio berhasil menyingkirkan raut murung putranya. Sinar tidak tega teringat itu. Dia pun menjawab malas, "Iya kenal."
"Kalo gitu Rafa boleh renang sama Om Satrio?"
Sinar terdiam. Ada perang di dalam hatinya. Antara membiarkan Rafa dengan Satrio dan tidak. Dia malas sekali meladeni Satrio jika nanti lelaki itu mengajaknya ngobrol. Menurutnya potensi terjadinya hal itu sungguh besar. Dia tidak bodoh untuk bisa melihat sinyal-sinyal Satrio yang ingin pedekate.
"Boleh ya, Ma? Rafa janji besok mau bantu cuci piring kalo dibolehin renang sama Om Satrio."
Dalam hati Sinar merutuk dirinya karena sudah membuat putranya memohon. Dengan kaki yang terasa lemas Sinar mendekati Rafa lalu mendaratkan ciuman ringan di kening. "Boleh, tapi nggak lama-lama ya, Sayang. Kita pulang jam sebelas, oke?"
"Jam setengah dua belas boleh nggak, Ma? Please. PR Rafa sudah selesai semua kok." Wajah memelas Rafa kembali memenuhi ruang pandang Sinar.
Setelah menghembuskan napas berat, Sinar terpaksa mengangguk. "Oke, jam setengah dua belas ya. Jangan molor lagi. Mama tunggu di sana ya." Sinar yang tadi sempat berjongkok sudah berdiri, lalu melirik Satrio tajam. Seolah melancarkan ancaman tanpa suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Twenty Days
DragostePunya mantan suami, ayah dan paman yang berselingkuh saat sudah sukses bikin Sinar alergi sama cowok sukses. Waktu Satrio Hendrawan, si calon profesor muda plus duda high quality mendekatinya, Sinar sama sekali nggak tertarik. Sayangnya, sang Ibu da...