Bab 16

20.2K 953 4
                                    

Amel duduk berdiam sendiri di taman samping rumahnya. Hari sudah sore, matahari menyorotnya dari ufuk barat. Di tempatnya duduk memang menampakkan pemandangan indah senja, namun keindahan itu seakan terabaikan oleh mata cantiknya. Pikirannya berisik memikirkan langkah apa yang harus ia ambil untuk kedepannya.

Ia letakkan kedua tangannya di atas perutnya. Mengelusnya perlahan, sambil menimbang baik buruknya jika ia mengambil langkah A atau mungkin ke langkah B.

Kembali ia teringat berita yang di dengarnya dari saluran radio ketika perjalanan pulang dari Toko kemarin yang isinya tentang kasus bunuh diri seorang siswa SD akibat pembullyan yang dilakukan oleh teman-temannya.

Siswa yang masih duduk di kelas 5 SD tersebut bunuh diri dengan cara gantung diri di tengah pintu dapur rumahnya di duga akibat ia sering di ejek karena tidak memiliki seorang ayah. Mendengar kasus tersebut Amel takut was-was kejadian tersebut akan terjadi pada calon bayi nya kelak.

Hingga terbesit di pemikirannya untuk mendatangi ayah dari sang calon bayi untuk memintai pertanggung jawaban. Atau mungkin melakukan rencananya yang kedua yaitu menikah dengan sembarang lelaki asalkan di akta lahir anaknya nanti bukan tertera sebagai "Anak Mama".

Tapi sepertinya rencana yang kedua bukanlah rencana yang bagus. Karena akan sulit mencari lelaki yang mau menikahi wanita yang sedang hamil apalagi bukan darah dagingnya sendiri. Apa mungkin dia harus memilih rencana yang pertama?, Batinnya bertanya.

*
*

Sejak pertemuan terakhirnya dengan Amel di kantin rumah sakit, Dimas merasa tak habis pikir dengan wanita itu. Ia memikirkan alasan apa yang membuat wanita itu rela menjajahkan tubuhnya di bar dengan cosplay menjadi seorang pelayan.

Uang tentu bukanlah alasannya, karena ia tahu keluarga pak Rudi yang juga menjadi rekan bisnisnya itu bukanlah orang yang pelit atau bahkan kekurangan.

Perhatian. Kalau di lihat dari tingkah laku dan kasih sayang dari tante Mutia tidak mungkin rasanya kalau wanita itu kekurangan rasa perhatian.

Lalu hal apa lagi kira-kira yang membuat wanita itu berkeliaran sebagai pelayan di bar langganannya itu alih-alih menjadi seorang wanita sosialita yang suka pesta dan menghambur-hamburkan uang seperti kebanyakan temannya. Oh sekarang bukan lagi menjadi bar langganan. Ia lupa kalau semenjak kejadian setelah reuni dengan teman-temannya itu ia sudah tidak pernah menginjakkan kakinya lagi di bar itu ataupun di bar-bar lainnya.
Insyaf.. hahaha ya mungkin saja.

"Jangan ngelamun aja kamu udah sore ntar kesambet lagi. Tumben jam 5 kamu udah santai-santai di rumah papa kamu aja belum pulang." Tanya Santi mami Dimas, mengintrupsi lamunan anaknya.

"Tadi habis meeting di luar berhubung udah sore jadi sekalian aja pulang ke rumah."

"Owh... Eh ngomong-ngomong mami kemarin kan habis dari supermarket di deket jalan Sudirman itu, terus pas jalanan macet mami lihat anaknya jeng Mutia yang kita jenguk minggu kemarin itu loh Dim, dia lagi makan rujak di pinggir jalan. Tahu gak di depannya itu ada 2 porsi rujak padahal dia duduk sendirian aja. Aneh gak sih Dim, jangan-jangan emang lagi ngidam kali ya. Berarti bener dong apa yang di gosipin temen-temem mami di arisan kalau anaknya jeng Mutia itu emang lagi hamil. Ckk.. emang dasar ya anak muda jaman sekarang udah pada rusak semua. Padahal kalau di lihat anaknya jeng Mutia itu kalem wajahnya cantik, kelihatannya juga pendiem anaknya."

Mendengar cerocosan mami nya, Dimas merasa tenggorokannya tiba-tiba kering hingga membuatnya berdehem gugup.

"Ekhem.. mami apaan sih gak usah ikutan gosipin orang lain deh. Mami gak mau kan kalau nanti Dimas aduin ke papi biar mami di larang ikutan grup arisan rempong nya mami itu."

"Ihh ya jangan dong, lagian mami kan gosipnya cuma sama kamu aja gak mami sebar-sebar ke orang lain juga kok."

Dimas hanya diam menatap pembelaan dari mami nya itu.

"Mami ngomong gitu soalnya mami itu tertarik sama anaknya jeng Mutia. Kalau dia beneran anak yang baik-baik kan mau mami lamar jadi menantu mami."

"Aduh mam.. udah berapa kali sih Dimas itu bilang ke mami kalau Dimas itu gak mau di jodohin. Pokoknya enggak titik gak ada koma. Udah ah Dimas mau masuk aja belum mandi tadi." Ucap Dimas sambil beranjak berdiri melangkah menuju kamarnya.

"Dasar jorok kamu itu, sampai udah dari tadi bukannya langsung mandi malah mainan Hp aja." Gerutu mami Dimas.

*
*
*

Setelah makan malam, Amel menghampiri kedua orang tuanya yang sedang duduk di sofa menonton siaran televisi.

Amel terlihat ragu ingin menanyakan sesuatu hal pada mamanya. Ia tak mau mamanya curiga jika ia bertanya langsung ke intinya.

"Lagi nonton apa ma sampai ketawanya kenceng kedengeran sampai dapur." ucapnya sambil ikut duduk disamping mamanya.

"Eh udah selesai kamu makannya. Itu loh di tv lucu niatnya mau ngerjain malah dia yang terpeleset. Senjata makan tuan itu namanya, hahaha."

"Owh.. Mama kapan ada arisan lagi nanti Amel mau buatin kue buat di bagi-bagi ke temen-temen arisan mama sebagai ucapan terima kasih karena udah menjenguk mama."

"Aduh iya nanti mama kabari kamu kalau jadwal arisan udah di tentuin. makasih ya sayang kamu udah perhatian ke mama begini."

"Iya ma sama-sama. Emm.. kemarin yang jenguk di rumah sakit itu bener temen-temen mama arisan kan ya."

"Iya bener, yang terakhir pas ketemu sama kamu itu tante Santi, kamu masih inget kan".

Oke.. sepertinya pancingan Amel berhasil, sebentar lagi mamanya pasti akan melanjutkan lebih rinci tanpa harus Amel membuat pertanyaan terlebih dahulu.

*
*
130323
Jgn lupa tekan 🌟 😁

Skenario TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang