Jumat 21 Januari 2022
Teriknya matahari yang berisnar terang itu menembus balkon ruangan seroang laki-laki muda yang tertidur puas dengan mata yang sembab. Tangannya masih setia dengan infusnya.
Tadi malam, Albi memindahkan adiknya ke rumah saja karena setelah ini mereka akan pindah rumah menjadi satu atap. Apalagi Celvo dan Laras sedang melakukan ritualnya sebagai pasutri. Jadi Albi harus mengurusnya sendiri. Agar tidak kesusahan, lebih baik mereka semua berdekatan. Ketika waktunya tiba, Albi akan membawa Darentra ke mansion nya yang sebenarnya.
"Eungh . . . " keluhan Daren tidak luput dari tangannya yang selalu kesakitan ketika bangun dari tidurnya. Ia sungguh sangat jengkel dengan benda yang ada di tangannya. Tanpa basa basi, dirinya mencabut infus di tangannya yang menyebabkan cairan darah segar keluar dari tangan cantik nya itu.
Daren hanya membiarkan itu terjadi dan segera berjalan ke balkon untuk melihat ada apa kok rame-rame. Melihat banyak sekali barang yang dipindah, Darentra yang otak nya tidak berfikir banyak itu jadi snagat penasaran. Apakah dirinya akan pindah rumah?
Baiklah, kali ini Daren mengaku otaknya sudah menatap tembok sehingga tidak sanggup berpikir lagi. Dirinya memilih untuk mandi dan mengganti pakaiannya lalu makan karena lapar.
Suara percikan air dari dalam kamar mandi itu terdengar keras. Darentra hanya ingin mandi sedikit lama dari biasanya karena kejadian kemarin yang membuatnya menjadi sangat kaku untuk melakukan apapun.
Baru saja Darentra dinyatakan tidak takut dengan makhluk-makhluk itu, Albi sudah membuatnya dilanda ketakutan. Tangisannya waktu di rumah sakit itu sangat histeris tetapi tidak ada yang menolongnya hingga Darentra tidak sadarkan diri.
Ia benar-benar sangat membenci situasi ini. Sangat benci.
Cklek. . .
Seseornag memasuki ruangan Darentra dan berjalan mendekat ke kamar mandi. "Daren? Kamu di dalam?" tanya Albi mengetuk pintu kamar mandi.
"Hmm." jawabnya singkat yang terdengar dari kamar mandi.
"Buruan keluar, ada yang mau kakak sampaikan." ucap Albi menunggu Darentra di kasur sambil bermain handphone.
Akhirnya tidak lama kemudian Darentra keluar dengan memakai kaos pendek juga celana pendek nya itu. Tangannya yang memiliki luka suntikan itu membuat Albi salfok (salah fokus).
Albi menarik Darentra untuk duduk dan melihat tangannya dengan dekat. Ternyata benar dugaanya. Setelah itu Albi mengambil plester dan memasangnya di bagian tangan Darentra yang terluka.
"Handphone mu. Nanti kita pindah ke mansion dady. Bawa barang yang masih penting." Albi memberikan handphone Darentra kepadanya.
"Hmm." jawabnya singkat.
Akhirnya Albi meninggalkan Darentra sendirian di kamarnya. Darentra yang kembali senang itu membuka kembali handphone nya dan melihat beberapa pesan masuk.
56 panggil an tidak terjawab.
Bang Satria
Daren? Bisa ke sini? Geng sebelah cari ribut. Abang sendirian.Oh tidak. Sepertinya telah terjadi suatu bencana besar. Darentra tiba-tiba saja panik dendiri melihat pesan dari kakak kelasnya dahulu yang selalu dijadikannya sandaran.
Tanpa pikir panjang, Darentra dengan pakaian rumah nya itu keluar melalui balkon dan segera berlari seperti orang gila menuju ke bengkel yang sangat jauh dari rumahnya. Daren menghentikan taxi dan membayarnya melalui aplikasi.
"Makasih pak." ucapnya lalu berlari memasuki bengkel Satria sang kakak kelasnya dahulu. Terlihat sangat sepi sekali di sana.
Pesan yang dikirim itu terkirim kemarin malam. Akhirnya katena terlalu khawatir, Darentra mencoba menghubungi orang sekitar yang sapa tau melihat Satria. Bahkan teman dekat nya saja tidak melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARENTRA Jiwa yang Terluka [End]
RandomAwal nya hidup seorang pemuda yang masih belum bisa berfikiran lebih dewasa itu baik-baik saja dan dapat dijalani dengan tenang. Hidup bebas tanpa ada kekangan dari mamanya dan memiliki mama yang begitu sabar sudah cukup bagus baginya. Meskipun tida...