Masalah yang terselesaikan begitu cepat kembali lagi bagaikan angin yang tidak pernah lepas dari tubuh kita sendiri. Bahkan mengikuti siapapun itu yang disukainya.
Lihatlah keadaan kantin yang sudah ramai sekali orang yang berdatangan dari berbagai kelas. Bahkan para penjual kantin juga ikut berkumpul bersama sekumpulan anak-anak yang sedang menyaksikan sebuah pertengkaran hebar.
Beberapa minggu semenjak Darentra menjadi lebih dekat dengan teman sekelasnya, Darentra mulai kembali bertengkar dengan banyak sekali siswa ataupun siswi yang berani membuat ulah.
Sederhana saja, jika memang pelaku dari pembuat masalah itu tidak ingin menyelesaikannya baik-baik, maka cukup dengan kekerasan cara menyelesaikannya.
Bugh.
Sekali lagi pukulan berhasil mendarat untuk lawan Darentra. Berulang kali ia memukul dan mendapat pukulan. Tidak ada yang berani mendekat kecuali temannya.
"Ren gue ngga peduli soal dia, lepasin ren," Bujuk Dimas agar Darentra mau melepaskan tangan seorang laki-laki yang bisa dibilang berparas cukup tampan.
"Jadi orang jangan go*lok an*ing! Ngapain lo mukul temen gue tanpa sebab? Bikin emosi anak orang lo semut!" Ucap Darentra semakin membuat tangan laki-laki itu terkilir.
Tanpa disadari seseorang berjalan dari belakang Darentra dan mulai mendekatinya diam-diam. "Eiyo bro santai lah jadi orang, maen kasar mulu," Satria merangkul pundak Darentra dan melepaskan tangan Darentra yang memegang tangan laki-laki tadi.
"Kali ini lo selamat." Darentra menatap tajam laki-laki tersebut.
Tidak lama kemudian mereka semua yang menjadi bagian dari penonton bubar satu persatu dan fokus kepada makanan yang ada di kantin.
"Bocah peemes gini co. Ketua OSIS sampe kicep dipojokan." Ucap salah satu teman Satria.
Matanya membulat mendengar kata-kata dari salah satu teman Satria itu. Ia langsung melihat sekeliling dan memastikan sesuatu.
Namun telat sudah. Albi dengan teman-teman OSIS nya datang bersamaan. Tanpa aba-aba, Albi langsung menarik tangan Darentra dan memaksanya untuk ikut.
Darentra hanya bisa berusaha untuk melepaskan cengkraman tangan yang sangat kuat di tangannya itu, "Lepas njing!" Darentra masih mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Albi.
Langkah kakinya terhenti tiba-tiba yang membuat kepalanya terbentur punggung dari kakaknya sendiri. Sungguh menjengkelkan.
"Anak setan!" Darentra terkejut karena Albi tiba-tiba saja menarik tangannya kembali dan membuatnya terduduk di sofa yang berada tepat di ruang OSIS.
Lihatlah, baru saja mengumpat tetapi sekarang berubah kembali. Terdiam hanya karena satu tatapan tajam yang mengintimidasi.
Albi menatap tajam mata Darentra, "Don't want to say something?" Tanya Albi senantiasa berdiri di depan Darentra.
"Nothing to talk about," Tegas Darentra berdiri melangkahkan kakinya menuju pintu ruangan tersebut.
Albi menahan tangan Darentra, "Jangan berulah." Ucapnya.
"Ba*ot." Darentra menarik paksa tangannya lalu keluar dari ruangan OSIS dengan raut wajah yang terlihat sangat kesal.
Langkah kakinya bukan menuju ke ruang kelasnya, tetapi menuju parkiran motor yang berasa di sekat kantin dan langsung mengarah ke gerbang depan sekolah. Beruntung sekali gerbang baru saja terbuka karena ada seorang guru yang baru saja keluar.
Satpam sampai lelah sendiri karena harus melapor setiap hari. Beruntungnya, guru-guru juga tidak merespon karena kepadatan jadwalnya masing-masing. Semua tanggung jawab diserahkan kepada anak OSIS.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARENTRA Jiwa yang Terluka [End]
RandomAwal nya hidup seorang pemuda yang masih belum bisa berfikiran lebih dewasa itu baik-baik saja dan dapat dijalani dengan tenang. Hidup bebas tanpa ada kekangan dari mamanya dan memiliki mama yang begitu sabar sudah cukup bagus baginya. Meskipun tida...