Malam hari setelah Darentra tidak sadarkan diri, ia kembali bangun pada tengah malam. Rasanya sangat haus sekali karena tidak minum beberapa saat. Bahkan dirinya sudah sangat bosan dengan cairan bening yang sepertinya sangat menyukainya sehingga berulang kali kembali bersama-sama.
Akhirnya karena memang tidak ada siapapun di sana, Darentra pun dengan mandiri turun dari kasur dan mencari air putih sendiri. Setidaknya kakinya masih baik-baik saja meskipun masih ada sedikit rasa lemas.
Rumah sakit dengan kualitas bagus tidak menyiapkan air putih untuk pasiennya? Gila sekali. Di ruangan itu benar-benar tidak ada air putih sama sekali. Hanya ada buah-buahan yang terletak di atas laci.
Akhirnya karena tidak ada air putih sama sekali, Darentra hanya bisa pergi keluar untuk meminta air putih. Lagi pula rumah sakit sudah menjadi langganannya. Sedikit susah untuk berjalan keluar karena kakinya seperti mati rasa.
'Penjaga ngga ada?'
Sangat mencurigakan sekali dengan tidak adanya penjaga di sini. Biasanya banyak sekali penjaga karena overprotektif dari Celvo. Bahkan biasanya keluar serasa ada acara wawancara.
Sesampainya di resepsionis, hanya ada perempuan yang tertidur. Selain itu, di sana tidak terlihat siapapun. Juga sedikit gelap untuk rumah sakit ini. Memang wajar. Mungkin saja beberapa jalan atau ruangan lampunya dimatikan karena sudah malam.
Akhirnya karena tidak tega membangunkan perempuan itu, Darentra memutuskan untuk berjalan kembali saja karena meskipun ada mesin pun ia tidak membawa uang.
Di sepanjang jalan yang beberapa sudut nya gelap, Darentra hanya menatap tajam ke arah beberapa makhluk itu. Meskipun ketakutan dan Darentra sendiri sudah berkeringat dingin, ia masih berteguh pada pendiriannya untuk terus berjalan.
Pada saat Darentra hampir saja masuk ke dalam ruangannya, langkah kakinya terhenti karena melihat sesosok orang yang ia kenal terlihat jelas di matanya.
Di kaca pintu yang berada tepat di sebelah ruangannya itu terpampang jelas jika seseorang sedang menangis sambil memegang tangan orang yang sedang koma itu.
Lalu sambil melihat keadaan apakah ada orang di sana, Darentra segera membuka pintu tersebut lalu menutupnya dengan pelan-pelan agar tidak terlalu mencuri perhatian.
"Mal?" Darentra bingung kenapa Akmal menatap nya dengan aneh. Ya meskupun Darentra juga tau sekarang seharusnya mereka disituasi canggung. Bahkan bisa saja mereka tidak bisa lagi berteman.
Akmal hanya diam sambil kembali menatap Nanda yang sedang dalam keadaan kritis. Tidak ada siapapun lagi di ruangan itu. Hanya ada Darentra, Akmal, beserta Nanda yang tidak sadarkan diri.
"Gue . . . maafin gue." Darentra mendekat ke arah Akmal lalu ia pun ikut menatap Nanda yang sedang terbaring. Ini karena sebuah kesalahan dari anak muda yang tidak tau apapun itu.
"Lo engga salah." Ucap Akmal dengan nada yang berbeda dan tidak sama seperti biasanya. Ini juga hal yang wajar bagi Darentra.
Darentra lalu menarik tangan Akmal agar menatap ia, "Pukul gue. Sampe mati pun gue rela mal!" Ucap Darentra sambil berkaca-kaca.
Dengan gerakan yang sangat kasar, Akmal melepaskan tangannya dengan paksa sehingga Darentra sedikit terdorong kebelakang.
"Pergi!" Ucap Akmal tidak menatap Darentra sedikit pun hingga Darentra sendiri merasa sakit hati dengan kelakuan Akmal.
"Gue harap kita masih bisa temenan." Darentra pun berjalan keluar dari ruangan yang berisi dua orang itu dan melangkahkan kakinya dengan sangat berat karena rasa sakit yang kembali menyertainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARENTRA Jiwa yang Terluka [End]
AléatoireAwal nya hidup seorang pemuda yang masih belum bisa berfikiran lebih dewasa itu baik-baik saja dan dapat dijalani dengan tenang. Hidup bebas tanpa ada kekangan dari mamanya dan memiliki mama yang begitu sabar sudah cukup bagus baginya. Meskipun tida...