Brak. . . Brak . . .
Pintu ruangan yang bernuansa putih abu-abu itu terbuka secara paksa dan menampilkan dua sosok orang yang terlihat sangat panik dan segera menghampirinya.
Baru saja Darentra tertidur beberapa menit, tetapi sudah kembali terbangun karena suara dobrakan pintu dari luar ruangan.
Matanya sangat berat untuk dibuka meskipun baru saja tidur sebentar. Rasanya ia hanya menangis biasa, tapi mengapa menjadi separah ini untuk keadaan matanya?
Dari arah luar, samar-samar Darentra melihat Albi dan Jeffry yang berlari menuju tempat ia sekarang berbaring. Mereka mendekat dnegan raut wajah yang sedikit panik.
Melihat itu, dirinya sendiri bingung ada apa dengan mereka? Jadi, Darentra memilih untuk duduk sebentar dan mencoba untuk mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu.
Namun nampaknya nyawanya tiba-tiba terkumpul pada saat. . .
Albi tiba-tiba saja memeluk Darentra tetapi Darentra sendiri dengan tidak sengaja malah mendorong kakanya hingga sedikit mundur beberapa langkah ke belakang.
"Najis." Gumamnya pelan sambil mencoba menatap tajam Albi meskipun matany sekarang sedang cosplay menjadi chindo.
"Pintu kenapa dikunci?" Tanya Albi mencoba tenang dan tidak marah meskipun sedikit kesal dengan bocah yang ada di depannya itu. Bahkan tatapan yang tidak menyukai dirinya itu sedikit menyakitkan.
"Mana tau." Jawab Darentra singkat. Tangannya yang sudah terlepas dari infusan itu tidak bisa berbohong. Tangannya sedikit bergetar namun tatapannya masih saja begitu tajam seperti tadi.
Jeffry mendekat, "Kenapa bisa lepas?" Ucap Jeffry memegang tangan Darentra lalu Darentra tarik tangannya begitu saja agar dilepaskan oleh Jeffry. Setelah itu tangan yang sangat lentik itu ia sembunyikan di balik selimut sambil mengepalkannya.
Menyimak perkataan Jeffry, Albi segera menarik tangan Darentra lalu melihatnya. "Kenapa? Ada sesuatu yang kau sembunyikan?" Tanya Albi bingung kenapa tangan Darentra sedikit gemetaran.
Darentra menarik tangannya lagi sehingga terlepas dari Albi, "Nggausah pegang-pegang!" Ucap Darentra sedikit emosi.
"Anak mudah emosi nya suka berubah. Kemarin masih kalem, sekarang keluar lagi setannya." Ucap Jeffry terkekeh lucu karena melihat Darentra jika sedang kesal wajahnya berubah menjadi seperti bayi.
"Bacot!" Berkat ucapan Darentra, satu kata itu membuat Jeffry mengeluarkan jarum suntik yang terlihat sangat menyeramkan.
"Katakan, siapa yang mengunci pintunya?" Tanya Jeffry sambil mengangkat jarum suntiknya.
Melihat jarum suntik, Darentra menjadi ngeri sendiri melihatnya. Ia langsung turun dari kasur dan berlindung di belakang tubuh Albi sambil merangkul tangan kakaknya yang lebih besar dari tangannya.
Kelakuan Darentra membuat Albi terkekeh kecil. Hanya saja tak menyangka jika bocah berandalan ternyata takut kepada jarum suntik. Bahkan sampai mencari perlindungan.
"Udah om biarin aja, kasian." Ucap Albi mencoba menolong Darentra sedikit meskipun jika masalah sakit seperti ini biasanya hanya Celvo yang bisa menawar jika di dekat Jeffry.
"Tangannya diinfus dulu ren," Ucap Jeffry mencoba mendekat ke Darentra namun anaknya malah menggerakkan tubuh Albi sehingga berada di depan Jeffry untuk menghalanginya.
"Bangs*t! Gue sehat!" Ucap Darentra yang membuat Albi dan Jeffry menatapnya tajam.
"Ucapan dijaga ren,"
"Salah siapa ju-" Ucapan Darentra terhenti. Matanya sedikit berkaca-kaca dan tangannya sedikit bergetar melihat sosok orang yang tiba-tiba masuk ke ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARENTRA Jiwa yang Terluka [End]
RandomAwal nya hidup seorang pemuda yang masih belum bisa berfikiran lebih dewasa itu baik-baik saja dan dapat dijalani dengan tenang. Hidup bebas tanpa ada kekangan dari mamanya dan memiliki mama yang begitu sabar sudah cukup bagus baginya. Meskipun tida...