Dor . . . Dor . . . Dor . . .
Suara tembakan dari berbagai arah terdengar dengan sangat keras di telinga semua orang yang berada di rumah Akmal.
Tepat pada pukul 3 pagi pada saat Darentra dan Akmal baru saja tertidur dengan pulas terdengar suara tembakan dengan sangat keras.
Mereka berdua yang mendengar suara tembakan itu pun menjadi panik sendiri karena takut terjadi hal yang diluar dugaan. Apalagi mereka bersenjata.
Akmal yang penasaran pun mengintip ke luar balkon dan melihat apa yang sedang terjadi.
Pemandangan yang tidak mengenakkan itu tidak sengaja dilihat oleh Akmal. Para penjaga yang diperintahkan untuk menjaga rumahnya telah banyak yang meninggal sia-sia di tempat. Bahkan Akmal sendiri sangat terkejut karena melihat lawan Darentra bersama para pria yang membawa senjata besar.
Pembunuh. Mereka semua terlihat sangat sembarangan dalam menembak. Mereka pasti pembunuh bayaran yang telah disewa oleh seseorang. Dan juga sepertinya lawan Darentra itu hanyalah orang suruhan.
Setelah melihat keadaan di luar, dengan panik Akmal langsung menatap tajam Darentra dan berlari ke arah laci yang terletak di samping kasur tempat tidurnya.
Akmal langsung mengambil pistol yang ada di dalam laci tersebut. Tangannya terlihat bergetar ketika mengambilnya dari laci. Bahkan matanya berkaca-kaca.
Melihat temannya sendiri sedang terpuruk seperti itu, Darentra pun mendekat juga ke arah laci tersebut dan merebut paksa pistol yang dipegang oleh Akmal.
"Babi sialan," Ejek Darentra berniat menghibur Akmal.
"Dih monyet gila," Akmal pun langsung merebut pistol tersebut kembali lalu berjalan menuju pintu yang berada di depannya pas itu.
"Jangan sekali-sekali keluar dari sini. Kejadian itu cukup sekali ren." Ucap Akmal menampilkan raut wajahnya yang sedih dan juga terlihat jelas jika tangannya sedikit gemetaran.
Akmal mengambil kunci yang berada di sisi bagian dalam ruangan itu lalu menariknya dan keluar untuk mengunci dari luar. Lalu ia menyembunyikan kunci itu di tempat terdekat tetapi sangat aman.
Ketika Akmal berjalan menuju lantai bawah, ia sudah disambut matang-matang oleh lawan Darentra pada saat balapan kemarin.
Nandaraf Audha Gabrino. Kakak dari Akmal itu tengah berhadapan dengan lawan Darentra yang kini giliran menatapnya tajam.
Terpampang jelas jika dari sisi Nanda itu kalah jumlah dengan lawan yang berada di depannya itu. Mereka semua saling membawa senjata satu sama lain.
"Ngapain lo ngelakuin ini? Kita ngga ada salah sama lo!" Ucap Akmal kini menempatkan posisinya di samping Nanda yang sudah banyak ternodai oleh darah-darah dari beberapa orang yang sudah tidak bernafas.
"Ngga ada salah? Temen lu yang ngalahin gue waktu itu udah ngegagalin rencana gue buat taruhan sama rival gue!" Ucap lawan Darentra itu.
"Ngga ada sangkut pautnya sama rival lo!" Ucap Akmal menolak jika Darentra adalah pengacau.
"Bac*t! Bunuh mereka semua!" Perintah orang keras kepala di depan Akmal yang memerintahkan bawahannya untuk mulai menyerang kembali itu.
Akhirnya pertarungan kedua belah pihak pun tidak terelakkan. Akmal hanya bisa terus berusaha membalikkan keadaan yang meskipun mustahil itu. Mungkin hanya beberapa persen saja mereka bisa menang.
Sedangkan Nanda yang menerobos semua musuhnya dengan membunuh secara brutal di depan semua orang itu membuat Akmal sedikit merasa bersalah. Apalagi dari tadi kakaknya itu tidak memarahinya dan meminta penjelasan dengan apa yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARENTRA Jiwa yang Terluka [End]
RandomAwal nya hidup seorang pemuda yang masih belum bisa berfikiran lebih dewasa itu baik-baik saja dan dapat dijalani dengan tenang. Hidup bebas tanpa ada kekangan dari mamanya dan memiliki mama yang begitu sabar sudah cukup bagus baginya. Meskipun tida...