Minggu 30 Januari 2022
Berkat tadi malam Akmal sudah membantunya untuk menutupi semua luka lengannya, Darentra kali ini lolos dari pengawasan Celvo yang sangat ketat itu.
Ceklek . . .
Laras yang tadi pagi sudah sampai di rumah pun menghampiri Darentra dengan tujuan untuk mengajaknya makan bersama di ruang makan.
"Ren, mama masuk," Laras memasuki kamar Darentra lalu melihat anaknya yang terlihat sangat tertitdur pulas. Dengan sinar matahari yang sudah menusuk mata itu, Darentra masih tertidur di kamarnya.
Laras berjalan perlahan menuju Darentra lalu duduk di sebelahnya. Laras mengguncang tubuh anaknya itu perlahan - lahan agar Darentra tidak terlalu terganggu dengannya.
"Ren, bangun nak waktunya makan," Ucap Laras sembari menggoyangkan tubuh Darentra sedikit.
Mata Darentra yang baru saja terbuka sedikit itu menatap langit - langit kamarnya dengan tatapan kosong yang masih berusaha mengumpulkan jiwanya yang masih tertidur lama. Bukan lama, tapi sebentar. Ingat, tadi itu Darentra tertidur tepat pada jam 3.
"Hmm . ." Darentra duduk dan bersandar pada bantal kasurnya sembari dibantu oleh Laras.
"Sarapan pagi dulu ya? Nanti baru tidur lagi," Ajak Laras untuk sarapan bersama di ruang makan.
Bertemu dengan Celvo saja sudah sangat malas, apalagi ini. Harus makan bersama alias sarapan. Kan jadi tambah makin malas kalau begini. Tetapi juga tidak ada alasan untuk menolak makan bersama alias sarapan pagi ini.
Oke, semangat demi hidup yang amat membosankan ini. Akhirnya Darentra berdiri dan mengikuti langkah kaki Laras sambil menabrak mamanya itu beberapa kali. Entah mengapa, jiwanya itu lama sekali terkumpulnya. Bahkan matanya kini masih susah dibuka dan sedikit buram.
Laras sendiri heran dengan anaknya itu. Dan terpaksa harus berjalan lebih lambat lagi karena takutnya anaknya ini kehilangan langkah kakinya dan menjadi bingung sendiri ingin ke mana.
Akhirnya setelah turun dari lift, Darentra dan Laras sudah sampai di ruang makan. Dua manusia yang sangat dibenci oleh Darentra kini berada di hadapannya sambil menatapnya dengan serius.
Darentra mendapatkan kursi yang berada di samping Albi dan berada di depan kursi makan Celvo. Hari ini sungguh sangat sial menurut Darentra. Berada di ruang lingkup bersama musuhnya itu tidak mengenakkan.
"Good morning boy," Sapa Celvo sambil tersenyum kepada Darentra.
"Sok asik lo." Bukannya tobat karena menjadi anak durhaka. Darentra malah semakin durhaka. Memang berbeda dari yang lain anak satu ini.
"Mulut, Ren." Bisik Albi yang berada di samping Darentra.
"Berbicara seperti itu lagi, guru les akan datang untuk mengajar." Ucap Celvo menatap tajam ke arah Darentra. Memang anaknya yang satu ini terlalu frontal dalam berbicara. Perlu didikan ulang.
Sesi makan dimulai. Makanan - makanan sehat seperti sayuran, sup, dll itu semua terletak di atas meja makan.
Menatap makanan itu saja, rasanya Darentra ingin muntah. Bukan vegetarian, tetapi serasa vegetarian.
Tidak ada daging satu pun di atas meja makan itu. Mie, sambal pedas, bahkan ayam saja tidak ada. Hanya ada semua makanan yang berhubungan dengan sayuran.
Melihat Laras yang mengambilkan makanan untuk Celvo dan Albi terlebih dahulu, Darentra menjadi kepikiran apakah mamanya sudah tidak sayang lagi dengannya?
Meskipun Darentra tetap diambilkan, ia tidak mau jika menjadi orang terakhir. Jika begini terus, posisinya menjadi anak akan terancam punah.
3 orang yang dalam pengawasannya saat ini itu sedang makan dengan santai tanpa mengeluh apapun. Sedangkan untuk memegang sendok saja Darentra sedikit malas karena makanannya yang terlalu di luar nalar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARENTRA Jiwa yang Terluka [End]
RandomAwal nya hidup seorang pemuda yang masih belum bisa berfikiran lebih dewasa itu baik-baik saja dan dapat dijalani dengan tenang. Hidup bebas tanpa ada kekangan dari mamanya dan memiliki mama yang begitu sabar sudah cukup bagus baginya. Meskipun tida...